Pria tegap dengan rahang yang ditumbuhi bulu halus di wajahnya. Duduk di kursi kerjanya memandang keluar jendela, dinginnya udara tak menghalanginya untuk mengenakan short sleeves dan celana panjanga warna hitam.
“Rasyid baru menyadari kemana uang itu, setelah Dark Eye membantu membuka akses penyelidikan yang sudah kita blocked,” lapor Merdian asisten Marques.
Pria itu masih diam menghisap rokoknya, bagi kalangan bisnis semuanya mengenal Marques yang dikenal suka ‘memotong’ bisnis orang lain yang dianggap rivalnya dengan ‘caranya’ dan itu membuat dirinya menjadi pribadi yang dingin dan tak tersentuh.
“Dan satu lagi, Andi sudah menjalankan tugasnya dan dia sedang menyiapkan jalur di Indonesia untuk hal ini,” kembali Merdian melapor. Asistennya ini bukan tidak paham tabiat bosnya, meskipun tidak ada respon apapun tapi dia yakin bosnya ini mendengar apa yang dia katakan.
“Ada laporan dari Arkanta, dia juga mulai menjalankan rencananya dan menyerang keluarga Sasmita dan Abrisam sesuai dengan kesepakatan yang dia lakukan dengan kita,” kata Merdian.
Hening.
“Saya permisi dulu Bos,” pamit Merdian sambil mundur dua langkah. Ketika berbalik dan memegang handle pintu, dia mendengar satu suara.
“Apa Rasyid bertunangan dengan anak Derawan?” tanya Marques dengan suaranya yang berat.
Merdian berbalik dan mendekat, “Informasi yang beredar seperti itu, tapi kami akan pastikan lagi kebenarannya,” kata Merdian.
Marques memutar kursinya dan menatap Merdian, “Cari tahu siapa yang jadi tumbalnya kali ini,” kata Marques dengan nada tegas. Meskipun Merdian tak paham apa tujuannya tapi dia tidak bisa membantah hanya mengangguk patuh.
Merdian undur diri dan dia kembali mendengar suara berat bosnya. “Satu jam lagi laporannya di meja harus dengan fotonya!” perintah Marques dan Merdian meninggalkan ruangan itu.
Lelaki yang usianya ditaksir lebih tua dari Rasyid memutar kursinya kembali dan memandang keluar jendela. Dia menghisap rokoknya lama hingga terbakar seluruh dan habis dengan abu rokok berjatuhan di celananya.
Marques berdiri dan berjalan ke arah salah satu lemari kaca yang ada di salah satu sudut ruangan. Dia membuka pintu lemari dan ada bingkai foto bergambar satu wanita di sana yang tersenyum manis.
“Kamu pikir aku marah dan dendam dengan Rasyid hanya karena kamu pergi dariku dan memilih dia? Bukan itu, dia sedari awal sudah mengincarmu untuk dijadikan tumbal batalnya pertunangan dia dengan Derawan,” keluhnya dengan rahang mulai mengeras.
“Kamu yang tidak tahu tujuan itu dan memilih bersamanya dan memintaku untuk membiarkanmu pergi. Dan menuduhku jahat hanya karena dua tahun kamu mengenalnya, sedangkan aku adalah kakak yang membesarkanmu meskipun kita bukan sedarah,” geram Marques.
“Sekarang kamu sudah tenang di sana, tunggu dan lihat saja bagaimana takdirnya bekerja di tanganku dan hukuman yang dia dapatkan karena memanfaatkanmu,” sumpah Marques.
Marques kembali meletakkan foto itu dan membelainya lembut. “Aku merindukanmu Nima,” kata Marques pelan. “Sekaligus mencintaimu,” lirih Marques tercekat.
Pria itu beralih keluar ruangannya dan beralih ke belakang rumahnya yang memiliki kolam renang. Dia duduk di kursi santai memakai kacamata hitam. Tak berapa lama muncul seorang wanita dengan pakaian renang menghampirinya.
“Hai, kenapa kamu sudah datang kemari, apa pekerjaanmu sudah selesai?” tanya wanita itu yang langsung duduk di pangkuan Marques dengan aura menggoda tapi lelaki itu seakan tak peduli.
“Apa kamu mendapatkan sesuatu yang menarik?” tanya Marques membuat wanita itu diam dan menegang. Sadar jika tidak ada suara yang dia dengar Marques membuka kacamatanya dan menatap wanita itu tajam.
Wanita itu berusaha mengontrol ekspresinya dan membelai tubuh Marques pelan. “Sabar sedikit, sepertinya Madin bukan tipe pria yang mudah tergoda dengan wanita manapun,” kata wanita itu centil.
Marques menggenggam erat tangan itu dan menggendongnya. Wanita itu merasa terbuai dengan apa yang Marques lakukan. Dia berjalan di tepi kolam dan melempar wanita itu ke dalam kolam dengan keras.
“Marques! Apa yang kamu lakukan,” ucapnya setelah sekuat tenaga berenang sampai ke permukaan sampai kehabisan napas. Marques jongkok di tepi kolam dan mengeraskan rahangnya.
“Aku membiarkanmu tinggal di sini karena kamu bisa memperdaya Rasyid, Bukan makan, minum, tidur gratis w************n!” bentak Marques membuat wanita itu ciut.
“Bahkan kecantikanmu saja tak sampai sekepalan tangan ibuku,” geram Marques. “Waktumu sampai minggu depan, kalo tidak pilih pergi bunuh diri atau mati kecelakaan,” ancam Marques bangkit dari posisinya.
Pria dengan lengan penuh otot dan urat yang nampak mencuat dari luar berjalan ke dalam mansion. Mansion miliknya tersebar hampir di seluruh benua kecuali Eropa. Bukan tanpa alasan, Eropa mencekal dirinya membuatnya tak bisa masuk ke sana, tapi bukan berarti dia tak bisa menjalankan bisnisnya di sana termasuk membalas dendam kepada Rasyid yang dikenal sebagai penguasa bisnis Eropa.
Marques masuk kamar pribadinya yang luas dan mewah, dengan sepertiga bagian kamarnya dipakai untuk wal in closet miliknya yang seluruh pakaiannya dominan warna abu-abu, hitam, putih dan navy.
Dia mengganti bajunya dengan sweater navy dan celana hitam. Saat dia hendak keluar kamar terdengar ketukan pintu dan Marques berteriak sebagai tanda orang tersebut boleh masuk.
“Ini laporan yang Bos minta,” ucap Merdian. Marques mengambil tablet yang disodorkan asistennya dan membaca tapi tak lama dia mengerutkan dahinya.
“Apa informasimu ini benar?” tanya Marques ragu. Merdian sigap menjawab, “Awalnya kami ragu tapi melihat semua data yang dia miliki dicopy dalam jarinan Rasyid jadi kami meyakini jika dia target berikutnya.”
“Sangat tidak biasa,” kekeh Marques.
Marques kembali membaca data mengenai perempuan yang diduga sebagai target baru Rasyid untuk membatalkan pertunangan itu.
“Tunggu,” kata Marques saat mendapati Merdian akan pergi dari sana. Merdian menunduk menunggu perintah. “Siapkan penerbangan ke Indonesia dan kita ketemu dengan Andi besok,” kata Marques.
“Agendanya Bos?” karena memang Merdian tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Bosnya kali ini. Marques terkekeh mendengar ucapan asistennya.
“Menemui Andi dan meminta dia untuk kembali dengan Asmara,” kata Marques dengan senyuman penuh kelicikan.
***
Andi membaca pesan yang dia terima dari Merdian, seketika dia bersiap untuk menjemput Marques di bandara. Dia menyiapkan tempat tinggal yang sesuai dengan selera Marques.
“Selamat datang di Indonesia Tuan Marques,” sambut Andi ketika dia menemui Marques di pintu kedatangan dengan didampingi sepuluh orang pengawal.
Marques melirik Merdian dan asistennya itu menyodorkan satu kartu. “Antarkan kami ke alamat itu,” pinta Merdian dan Andi mengambilnya. Dia membaca alamat itu dan menyanggupinya dengan anggukan kepala.
Hampir satu jam perjalanan dari bandara, mereka sampai di alamat yang dituju. Hari sudah menunjukkan malam hari membuat Andi bingung, ini rumah siapa. Tak lama seorang perempuan muncul dari salah satu rumah yang mereka awasi dan matanya terbelak kaget.
“Asmara,” lirih Andi dan Marques langsung menarik sudut bibirnya. “Kamu mengenalnya?” tanya Marues seolah tak tahu.
Andi mengangguk segan, “Kami pernah terlibat masa lalu bersama, maaf itu masalah pribadi Tuan,” ucap Andi.
“Maksudmu dia mantan kekasihmu,” kata Marques menohok membuat Andi terbelak kaget tapi kemudian dia paham, tak heran jika Marques tahu hal ini.
“Kita pergi ke restoran Cina, aku lapar,” pinta Marques dan Andi paham dan langsung melajukan mobilnya menuju restoran Cina yang dimaksud.
Mereka makan malam dalam diam seakan mengeluarkan suara sedikit saja bisa kehilangan nyawa. Setelah dirasa semua hidangan sudah dia cicipi, Marques melirik Merdian yang kemudian menyodorkan satu amplop coklat.
Andi menerima dengan ragu, “Selain jalur yang kamu janjikan kepada kita, itu tambahan pekerjaan yang harus kamu jalankan dan aku ingin semuanya harus sama persis dan sistematis,” ucap Marques.
Andi membuka map itu, awalnya dia mengira itu pekerjaan biasa tapi perlahan dia membaca apa yang tertulis di dalam sana sontak saja matanya membulat sempurna dan menatap Marques bingung.
“Karena Asmara itu mantan kekasihmu, jadi aku yakin itu tak akan jadi pekerjaan yang sulit untukmu,” kekeh Marques.
“Tapi kenapa dia harus dilibatkan dalam hal ini Tuan?” tanya Andi tak menyangka jika orang yang paling dia sayangi harus ikut terlibat dalam rencana Marques entah untuk apa.
“Jangan katakan kalo kamu masih sayang padanya, ciihh, tidak ada cinta yang tidak tersakiti,” sindir Marques dan Andi hanya diam mendengarnya tak membantah.
“Aku berikan apapun keinginanmu asalkan kamu bisa menghancurkan kehidupan Rasyid,” tantang Marques membuat Andi mendongak kaget.
“Maksudnya Rasyid Ar Madin?” tanya Andi dan Marques menyesap minumannya tanpa berkata apapun. “Wanita itu terlihat sedang diawasi oleh Ar Madin, cukup pastikan dia berharga atau tidak bagi Rasyid, jika memang tidak berharga kamu bisa kembali padanya kan?” ucap Marques yang terdengar masuk akal di telinga Andi.
“Kapan aku harus menyelesaikannya?” tanya Andi kemudian. Marques mengangkat bahunya, “Karena ini terkait masalah hidup dan mati seseorang aku tak meminta batas waktu cukup siksa Rasyid melalui wanita itu dan setiap derita yang Rasyid rasakan aku akan membayarmu dengan satu kotak emas,” kata Marques.
Andi meletakkan amplopnya, “Aku tak mau emas, cukup berikan saja aku kekuasaan penuh untuk mengatur jaringan di Indonesia, itu sudah cukup,” kata Andi bernegosiasi.
Marques tertawa mendengarnya sampai Merdian menelan ludahnya karena baginya tawa itu terdengar mengerikan. Marques mengambil garpu yang ada di mejanya.
“Aaaarrrgghh…” teriak Andi dan dia merintih kesakitan karena garpu yang Marques pegang sudah pindah ke tangannya. Merdian menghela napas karena tindakan bosnya ini.
“Pilihan yang bijak, tapi itu bergantung bagaimana cara kerjamu di Indonesia, tapi hari ini aku menolak permintaan serakahmu itu,” desis Marques.
Dan tanpa ampun atau iba dia menarik garpu itu dan melemparnya begitu saja. Dia mengambil tisu dan mengusap bekas darah yang tak sengaja terpercik di tangannya.
“Lakukan saja tugasmu untuk menghancurkan kehidupan Asmara. Jika memang Rasyid menderita karena masalah ini, aku beri imbalan yang setimpal untukmu.”
******