CH.52 Invitation

1895 Kata
Asmara mengerutkan dahinya. “Apa kamu mengatakan sesuatu?” tanya Asmara penasaran. Rasyid memiringkan kepalanya dan menggeleng pelan. “Setelah ini kalian akan kemana?” tanya Rasyid cepat untuk mengalihkan perhatian. Asmara menoleh kepada anaknya, “Kita akan pergi main, aku rasa kamu juga tak tertarik untuk ikut,” putus Asmara cepat. Rasyid mendekatkan wajahnya kepada Asmara dan menatap wanita itu lekat. Asmara yang tak siap dengan perlakuan Rasyid tiba-tiba membuatnya menegang. “Bagaimana kamu bisa menyimpulkan seperti itu, sedangkan aku saja belum mencobanya,” kata Rasyid pelan sambil menyunggingkan senyum. ‘Jantung, tolonglah kerja sama, kenapa tingkahnya menggemaskan seperti itu membuatku keinginanku untuk memilikinya makin besar,’ Rasyid meredakan ritme jantungnya sendiri yang berharap Asmara tak mendengarnya. Asmara berdehem dan menjauhkan dirinya dari meja. “Ario, ayo kita pergi main, udah selesai kan makannya?” ajak Asmara membuat Ario senang. Keduanya berdiri dan pergi begitu saja tanpa bicara dengan Rasyid. Ario yang menyadari bundanya ingin cepat pergi dari sana sempat menoleh kepada Rasyid dan melambaikan tangan mungilnya itu. Rasyid yang melihatnya tentu saja tak menyia-nyiakan kesempatan itu. “Kamu ga perlu ngikutin kita gini, nanti kamu bosan,” ketus Asmara saat dia tahu Rasyid mengikutinya. “Kan aku mau ikut maen juga,” jawab Rasyid santai. Asmara menghentikan langkahnya membuat Rasyid ikut berhenti. “Ini permainan anak-anak, ga cocok buat kamu yang sudah dewasa,” kata Asmara dengan mata membulat yang makin menggemaskan. “Kalo gitu aku belajar ngurus anak di tempat bermain,” Rasyid masih ngeyel membuat Asmara kesal dan meninggalkannya begitu saja. Rasyid menarik senyum di bibirnya, seakan dia mendapat hiburan tersendiri dengan tingkah kesalnya Asmara. Sesampainya di pintu masuk permainan, Asmara kembali menatap Rasyid kesal karena masih mengikuti. “Apa sih maumu sebenarnya?” tanya Asmara jutek dan Rasyid menggeleng, “Cuma mau nemenin kalian main,” katanya polos. Asmara menghela napas lelah karena berdebat dengan pria ini. “Aku lupa nama kamu, siapa nama kamu?” tanya Asmara tanpa sungkan. Rasyid terkekeh mendengarnya, dia sudah membuka mulutnya tapi sudut matanya menangkap kejadian lain, reflek dia menarik tubuh Asmara hingga jarak diantara mereka begitu dekat. Asmara yang kaget tak bisa mengelak tindakan Rasyid itu dan mencengkram lengan Rasyid erat. “Rasyid, Rasyid Ar Madin. Ingat itu Asmara Dewi Putra,” bisik Rasyid dengan tatapan yang tak bisa diartikan oleh Asmara. Seakan sadar dari tindakannya itu, Asmara mendorong Rasyid keras yang membuat tubuh pria itu sedikit oleng. Rasyid menggelengkan kepalanya tak percaya jika dia benar-benar ditolak oleh seorang wanita. “Dasar modus,” kata Asmara jutek dan berlalu dari sana membelikan Ario tiket dan mengajaknya masuk. Rasyid mencebikkan bibirnya. “Wanita yang pintar, sedikit modus untuk mencium aroma memabukkan dari dirimu,” kekeh Rasyid. Ketika Rasyid ingin masuk untuk menemani Asmara dia merasa seperti ada orang yang mengawasinya. Dia mengedarkan pandangan agar tidak nampak mencurigakan dan dia melihat sosok itu. “Siapa dia?” gumam Rasyid. Dia mencari cctv terdekat dan menghubungi Edgar. “Ed, coba cek cctv di lantai empat kidzone mal ini tempat aku berdiri, arah jam satu, aku melihat orang mencurigakan,” kata Rasyid dan menutup telponnya. Tak sampai lima menit kembali Edgar menghubungi. Rasyid masih anteng menunggu di sana untuk memudahkan Edgar menyelesaikan misinya. “Andi Sanjaya Bos, wajah sudah terkonfirmasi,” lapor Edgar. Rasyid menolehkan pandangannya kepada orang itu dan perlahan dia berbalik lalu pergi. “Kemana dia pergi, tolong awasi dari cctv terdekat, kirim pesan saja padaku. Aku sibuk merayu Nyonya Ar Madin, jadi jangan ganggu kalo itu tidak penting,” pesan Rasyid yang mendadak absurd. Edgar melihat layar ponselnya, dia khawatir salah orang tapi namanya sudah benar. “Astaga virus cinta lebih bahaya daripada virus flu,” komentar Edgar dan panggilan mereka terputus. Rasyid melihat kebahagiaan Ario dan senyuman yang nampak dari wajah Asmara. Dia melihat stan minuman dan membelikan tiga gelas minuman untuk keduanya. “Cappucino,” Rasyid menyodorkan segelas minuman yang dia tahu itu salah satu kesukaan Asmara. Wanita itu menoleh dan menerimanya, “Thanks,” balasnya. Rasyid duduk di sampingnya dan dia melihat Asmara yang mulai ragu untuk meminumnya. “Kamu ga mencampurkan apapun kan ke dalam minuman ini,” selidiknya. Kontan saja Rasyid tertawa mendengarnya, “Ini masih siang Honey, aku bisa menahannya sampai nanti malam jika dibutuhkan,” goda Rasyid membuat mata gemas itu kembali muncul. “Ras,,,it’s not funny,” gerutunya dengan menggembungkan dan mengerucutkan bibirnya dan menyedot minuman itu. Deg. Ras… Dengungan nama itu terdengar seksi di telinga Rasyid bersamaan dengan irama jantungnya yang tak menentu. ‘Semua orang memanggilku dengan nama itu tapi kenapa saat Rara memanggilnya terdengar begitu menggoda dan seksi di telingaku. Sial, rasanya aku tidak tahan lagi,’ batin Rasyid geram. Rasyid mengusap wajahnya berkali-kali dan sesekali menunduk. Asmara memperhatikan gerak gerik itu dan nampak bingung. Dia memegang pundak Rasyid pelan dan lelaki itu reflek memegang tangan Asmara erat. Asmara yang kaget dengan tindakan Rasyid tak ayal memekik. Rasyid bukan melepasnya tapi menarik Asmara untuk lebih dekat dengannya. “Are you okay?” Asmara menanyakan itu karena sorot mata Rasyid nampak berbeda dari sebelumnya. Rasyid menggeleng pelan dengan napas berat. “You make me crazy, Rara,” lirih Rasyid dengan suara serak dan tatapan mendalam kepada Asmara. Wanita itu hanya bisa diam tak berkutik mendengarnya. Asmara merasakan debaran jantung yang tak biasa pada dirinya dan debaran itu sama persis dengan yang dia rasakan saat bertemu seorang pria di bandara kala dia mengandung Ario. ‘Apa dia orang yang sama? Tapi mata itu memang sama, mungkinkah?’ batin Asmara terus bertanya. “Bun, Bunda, Ario haus,” suara imut itu menjeda kegiatan mereka dan Asmara kembali mendorong Rasyid untuk menjauh. Asmara mengambil air minum yang ada di dalam tas Ario. Sedangkan Rasyid menawarkan es coklat untuknya. Ario meminum keduanya seakan dia tahu untuk menyenangkan dua orang dewasa di sana. Ario kembali bermain, Asmara merasa kikuk dengan situasi ini jadi dia lebih memilih melihat Ario bermain. Rasyid masih menatap Asmara karena tiba-tiba pipi Asmara berubah warna. “Apa aku bisa melihat pipi yang menggemaskan itu setiap hari?” ucap Rasyid di dekat pipi Asmara membuat wanita itu menoleh dan membuat jarak mereka kembali dekat. “You’re so pretty Rara,” bisik Rasyid. Dering ponsel Asmara menjeda interaksi mereka membuat Asmara lebih fokus pada ponselnya, tapi seakan dia tak ingin bicara dengan penelpon dia meletakkan saja di meja. “Kenapa ga diangkat?” tanya Rasyid penasaran tapi dia sudah tahu siapa yang menelponnya. “Ga perlu, biarin aja,” jawab Asmara singkat. Tapi ponselnya tak berhenti berdering yang akhirnya membuat Asmara menyerah dan Rasyid memahami satu poin yang dia ketahui dari Asmara. “Buat apa, ga perlu, tunggu saja di rumah,” jawab Asmara ketus. “Setelah kamu melupakan ulang tahun anakmu, untuk apa kamu jadi baik kaya sekarang,” kata Asmara tak kalah jutek dan langsung menutup telponnya. Asmara melirik kepada Rasyid dan menggigit bibirnya. “Sorry,” ucap wanita itu dan Rasyid menghela napas panjang. “Aku makin tidak tahan,” ungkap Rasyid absurd. Asmara mengerutkan dahinya, “Tak tahan apa?” tanya Asmara ikut penasaran. “Apa kamu masih lama?” tanya Rasyid menghindar. Asmara mengangkat bahunya, “Sampe Ario capek sih, ga tau berapa lama lagi,” jawabnya santai. “Okay tunggu di sini sebentar ya, wait for me. Jangan pulang sampai aku datang,” kata Rasyid yang langsung pergi tanpa menunggu balasan apapun dari Asmara. Dia berjalan ke toko mainan yang berada di lantai berbedda dari posisinya sekarang dan dia mendengar notifikasi pesan dari ponselnya. Edgar [Andi pergi dari mal ini tapi sebelumnya dia pergi ke parkiran gedung untuk menemui orang suruhannya. Sayangnya, saya tidak bisa mendengar ucapan mereka.] Rasyid [Note.] Dia tiba di toko mainan itu dan mengambil pesanannya. Dia berjalan lebih cepat untuk segera menemui Asmara dan Ario kembali. Sorot mata mungil itu menatap ke arah Rasyid dan dia semakin mempercepat langkahnya. Asmara melihat napasnya yang tersengal. “Happy birthday Boy,” ucap Rasyid menyodorkan paper bag besar. Ario nampak senang melihatnya tapi mendadak dia mengurungkan niatnya untuk mengambilnya dan melihat Asmara. “Tau dari mana kamu kalo Ario ulang tahun?” tanya Asmara bingung. Rasyid berdecak, “Ayolah Ra, ini ulang tahunnya biar dia menerima hadiahnya dulu, kamu jangan terlalu membatasinya begitu,” protes Rasyid. Meskipun Asmara nampak tak suka tapi akhirnya dia mengijinkan Ario untuk mengambilnya dan bocah lelaki itu nampak gembira. “Makasih Om,” Ario menggantungkan ucapannya dan Rasyid tersenyum, “Rasyid,” balas Rasyid dan dia kembali mengulang ucapan terima kasihnya ditambahkan dengan namanya. “Makasih ya Ras, kadonya. Kita pulang dulu,” pamit Asmara dan Rasyid mencekal tangannya cepat. “Aku anter kalian ya,” kata Rasyid gentleman. Asmara tersenyum dan menggeleng. “Ga usah kita bawa mobil sendiri kok,” ucapnya dan melepaskan cekalan itu perlahan. “Oke aku antar sampai parkiran. Aku tidak menerima penolakan,” balas Rasyid cepat. Asmara menghela napas dan mengangguk pelan. Ketiganya berjalan beriringan dan nampak bahagia dengan senyum dan tawa. Rasyid merasakan satu kehangatan yang entah kapan dia merasakannya terkahir kali atau malah dia tak pernah merasakan hal ini sama sekali. Rasyid membantu Asmara memasukkan barang-barang yang dia bawa di jok belakang dan membantu Ario untuk masuk mobil dan tak lupa memakai seat belt. Asmara memperhatikan semua itu dalam diam sampai dia tak sadar jika Rasyid sudah membukakan pintu untuknya. “Apa aku yang menyetir sampai kalian tiba di rumah dengan selamat?” goda Rasyid membuat Asmara terhenyak dan tersenyum malu-malu. “Terima kasih,” Asmara berucap dan bersiap masuk mobil tapi tangan kekar Rasyid meraih pinggangnya. “I will miss you, you’re so cute Rara,” desah Rasyid dengan bibiirnya yang sudah dekat dengan bibirr milik Asmara. Asmara mencengkram baju yang Rasyid kenakan. “Jangan suka menggigit bibbirmu di hadapanku, biar aku yang melakukannya untukmu nanti,” bisik Rasyid. Rasyid bisa merasakan tubuh Asmara yang menegang karena perlakuannya itu dan dia tersenyum puas karena berhasil membuat momen berkesan untuknya. “Masuklah, atau aku menciuummu sekarang juga,” bisik Rasyid membuat Asmara kembali mendorong Rasyid untuk menjauh. Pria itu terkekeh dengan tingkah lucu Asmara. Wanita itu masuk mobil dan Rasyid menutupnya pelan. “Fasten your seat belt please,” ucap Rasyid pelan. Asmara menurutinya. “Sampai ketemu lagi Ario,” pamit Rasyid dan Ario melambaikan tangannya. “Jangan ngebut dan hati-hati di jalan,” pesan Rasyid dan Asmara hanya tersenyum menanggapinya. Dia lebih sibuk menenangkan debaran jantungnya karena kejadian beberapa menit lalu. “Apa aku sudah nampaka seperti gentleman di hadapanmu,” kata Rasyid tapi malah mengundang tawa geli dari Asmara. Rasyid benar-benar terkesima dengan tawa itu sampai Asmara bersiap untuk pergi dan menyalakan mesin mobilnya. “Thank you Ras,” kata Asmara lembut dan dia melaju perlahan. Rasyid menatap kepergian Asmara, ‘I am really falling in love with you, Asmara.’ Helaan napas kasar itu terdengar dari dirinya. Dia berjalan ke arah mobilnya, dia ingat jika ada mobil yang akan mengikuti Asmara. Ketika mobil itu siap keluar dari parkiran mobil. Rasyid menghadangnya. Rasyid memukul kaca mobil itu kasar dan meminta orang di dalamnya untuk turun. “Siapa yang menyuruh kalian?” tanya Rasyid dengan ekspresi yang berbeda dari sebelumnya. “Maaf Tuan ini bukan urusanmu,” sahut satu orang yang keluar dari sisi kemudi. Rasyid mendekatinya dan langsung mencekiknya kasar membuat temannya bereaksi dan mengeluarkan pisau. “Katakan pada Bosmu, Rasyid Ar Madin mengajaknya bertemu besok, Dunken VIP 2 jam 23. Atau nyawa kalian dan semua orang yang mengikuti Asmara. M-A-T-I.”  ******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN