Pria muda dengan rahang mengeras yang ditumbuhi bulu halus dan mata tajam, duduk di belakang kemudi dengan menumpukan kepala di tangan kanannya. Mata tajamnya mengamati siapa saja yang keluar masuk kantor tersebut.
“Saya sudah siap di posisi Bos, jika perkiraan saya tidak salah di halte bus ini ada mobil pengawal Rasyid yang juga menunggu Asmara,” ucap seorang pria melalui telepon.
Marques menutup telepon dari Merdian dan bersiap. Kali ini dia ingin memberikan sedikit kejutan kepada Rasyid untuk melihat bagaimana reaksinya sekaligus ‘menjaga’ Asmara.
Asmara muncul dari pintu lobby dan berjalan perlahan ke halte bus. Suasana tak begitu ramai dan cukup kondusif bagi Marques untuk melakukan aksinya. Merdian yang melihat kemunculan Asmara mulai beraksi.
Dia berjalan perlahan seakan ingin menyebrang dan Marques yang berada dalam mobil langsung melaju kencang, dia dengan jelas menyasar Asmara dan Merdian kali ini. Edgar melihat dari dalam mobil dan mulai curiga dengan pergerakan mobil hitam di belakangnya. Pria itu langsung keluar dan berusaha menyelamatkan Asmara tapi jaraknya yang jauh membuat semuanya terlambat.
“Awas!” jerit seorang wanita dan reflek dia menarik pria itu dari jalanan dan bersentuhan sedikit dengan mobil hitam itu, tapi karena lajunya yang kencang membuat keduanya tersungkur.
Edgar diam melihat semua itu, tapi melihat Asmara hanya jatuh dan tak sampai cedera parah, dia berjalan perlahan mendekati Asmara dan pria yang dia selamatkan.
“Tuan, apa Anda baik-baik saja?” tanya Asmara dan melupakan lukanya malah melihat pria itu. Sejenak Merdian takjub dan bingung dengan sikap Asmara.
“Sepertinya Anda yang terluka Nona,” kata Merdian. Asmara melirik betisnya yang memar tapi dia malah tersenyum. “Tak masalah ini hanya memar, tapi Anda sepertinya lebih parah,” Asmara melihat pria itu berdarah di lengan dan kepalanya yang sebenarya darah buatan.
“Ayo kita ke rumah sakit ya,” kata Asmara dan dia melihat jika mobil hitam itu tadi berhenti dan pengemudinya turun dari mobil itu.
“Apa kalian baik-baik saja?” tanya Marques dramatis. Asmara langsung menatap tajam, “Lain kali hati-hati dunk Pak, ini jalanan umum bukan arena sirkuit kenapa Anda melajukan dengan kecepatan tinggi. Ayo tanggung jawab,” omel Asmara.
Marques melirik Merdian dan dia menggeleng. Marques merasa Asmara tak mengenali dirinya padahal mereka pernah bertemu. Edgar yang melihat kejadian ini langsung mendekati mereka semua.
“Nona Asmara, apa Anda baik-baik saja?” tanya Edgar membuat Asmara menoleh dan mengangguk. “Pak Edgar sedang apa di sini?” tanya Asmara balik. “Ahh, kebetulan saya lewat sini dan melihat ribut-ribut, lalu saya liat Nona yang terlibat dalam keributan ini,” sahut Edgar.
Marques mulai paham situasi ini dan dia berdehem membuat Edgara menatap pria itu. Dahinya berkerut seakan dia taka sing dengan wajah pria ini tapi dia lupa pernah melihatnya dimana.
Edgar melihat korban luka di sana dan dia jongkok untuk mengeceknya. Tapi pria itu menghindar seakan dia menutupi sesuatu dan benar saja, Edgar melihat darah yang aneh menempel di tubuhnya.
Pria itu langsung mencekal Merdian dan menatapnya tajam. “Jadi siapa yang harus aku jaga dalam hal ini, Nona muda inikah?” tanya Marques dengan pandangan tak bisa diartikan oleh Edgar.
Secepat kilat Marques mencekal pergelangan tangan Asmara membuat wanita itu kaget dan berontak. “Lepaskan! Apa yang Anda lakukan, aku tak terluka, dia yang terluka,” tunjuk Asmara.
Edgar menarik orang itu paksa hingga berdiri. Asmara yang melihatnya kaget dan meminta Edgar berhati-hati karena dia terluka.
“Ada apa ini sebenarnya?” desis Edgar masih mencengkram tangan Merdian, asisten Marques itu juga berusaha melepaskan cengkramannya.
Tatapan Edgar mulai waspada karena pria itu berani mencengkram Asmara yang berusaha lepas. “Lepaskan Tuan, ini sakit,” kata Asmara menarik-narik tangannya.
“Apa maumu? Lepaskan dia sekarang!” bentak Edgar. Asmara yang sibuk melepaskan diri tak peduli dengan perdebatan kedua orang itu.
Marques melonggarkan cekalan tangannya membuat Asmara bisa bebas dan melihat ada tanda kemerahan di pergelangan tangannya. Edgar yang melihat Asmara sudah bebas, mencekal tangan Marques tapi kalah gesit dan membuat tangan Edgar dipelintir oleh Marques dan menariknya di dekat kepalanya.
“Aku hanya ingin menjaga Asmara seperti Bosmu si Madin sialan itu, tapi sebelum aku menjaganya aku harus membuatnya celaka agar aku memiliki alasan untuk bertanggung jawab kepadanya,” bisik Marques.
Pria itu mendorong Edgar keras sampai cekalannya pada Merdian lepas karena kemampuan bela diri Edgar, dia hanya hilang keseimbangan tak sampai jatuh tersungkur. Pria itu terbelak karena sekarang dia tahu siapa lawannya.
Edgar sudah bersiap melawan tapi diurungkan dengan ucapan Marques kepada Asmara. “Ini kartu nama saya Nona, jika suatu hari nanti Nona butuh bantuan atau ada efek samping dari kejadian ini, jangan sungkan untuk menghubungiku,” ucap Marques sambil menyodorkan kartu nama.
Asmara menerimanya karena tidak ingin niat baik orang itu terabaikan. Tangan Marques menjulurkan tangannya ingin membelai pipi Asmara tapi wanita itu menghindar membuat tangan Marques menggantung tanpa arti.
“Tolong bawa Tuan ini ke rumah sakit, itu sudah cukup,” pinta Asmara. Wanita memandang Marques sengit. Tatapan itu membuat Marques tertawa pelan.
“Baiklah, aku akan membawanya ke rumah sakit,” kata Marques mengangguk hormat kepada Asmara dan dia menoleh dengan pandangan sengit kepada Edgar.
Keduanya meninggalkan kedua orang itu dan masuk ke mobil hitam yang tak jauh dari mereka. Asmara menghela napas lega dan tak lama Edgar langsung memegan pundak Asmara dan menanyakan keadaannya.
“Astaga Pak Edgar, saya beneran gapapa, kenapa Anda begitu khawatir?” ucap Asmara. Edgar tetap saja cemas karena orang itu bukan orang sembarangan.
“Kita ke rumah sakit saja Nona untuk memastikan semuanya,” kata Edgar panik. Tapi Asmara menggeleng tegas. “Aku baik-baik saja,” ucapnya.
“Kalau gitu biar saya antar pulang agar saya bisa memastikan Nona sampai di rumah dengan selamat,” usul Edgar. Asmara berpikir sejenak lalu dia mengangguk setuju.
Perjalanan tak sampai satu jam karena kemacetan jalan, Edgar tiba di rumah Asmara setelah dia pura-pura tak tahu jalan.
“Terima kasih tumpangannya Pak Edgar, hati-hati di jalan dan jangan mengemudi dengan kecepatan tinggi,” kata Asmara dan Edgar mengangguk sambil tersenyum ramah.
Pria itu teringat jika Marques memberinya kartu nama dan dia ingin meminjam kartu nama itu untuk tahu siapa yang tertulis di sana.
“Nona, jika aku tak salah tadi aku melihat pria itu memberimu kartu nama bolehkah aku meminjamnya sebentar?” pinta Edgar. Asmara mencarinya dan dia merogoh kantong celananya dan menemukan kartu itu.
“Ini,” ujar Asmara menyodorkan kartu itu. Edgar mengeluarkan ponselnya dan berniat mengambil gambar tapi Asmara menghalanginya.
“Ambil saja Pak, jika Bapak mau, sepertinya dia juga orang kaya, sapa tahu dia pengusaha dan bisa kerja sama dengan Bapak. Tapi aku tak suka dengan kepribadiannya kayanya dia sombong,” jelas Asmara tanpa sungkan.
Edgar tersenyum, “Baiklah terima kasih Nona. Tapi apa Anda tadi tidak sadar jika kejadian ini disengaja?” tanya Edgar memastikan tapi membuat Asmara kaget.
“Benarkah? Apa maksud Anda dia ingin mencelakai Tuan yang terluka itu? Astaga aku malah memintanya untuk membawa ke rumah sakit, bagaimana jika dia semakin mencelakainya,” Asmara menutup mulutnya dengan telapak tangan karena kaget dan ekspresinya panik.
Edgar yang melihatnya jadi gemas. “Bukan seperti itu,” kekeh Edgar membuat Asmara bingung. “Eh, jadi bagaimana?” tanya Asmara tak mengerti.
“Nona yang ingin dia celakai, tapi sepertinya rencananya gagal, karena Nona menolong orang itu,” jelas Edgar menyamarkan kondisinya agar Asmara tidak panik.
Asmara mengerjapkan matanya semakin membuat Edgar gemas dan kejadian itu terulang lagi, dimana gejolak dalam dirinya mulai bereaksi. Edgar sampai menghela napas untuk meredakan semuanya.
“Astaga, kenapa jadi begitu, padahal aku memang berniat menolongnya karena aku lihat dia akan celaka,” gumam Asmara. Edgar menggenggam tangan Asmara, “Karena itu mulai sekarang jangan terlalu baik sama orang, ingat tak semua orang itu baik Nona, kenali mereka dulu, janji,” ucap Edgar lembut.
Edgar sendiri bingung darimana dia mendapat keberanian untuk menggenggam tangan seorang wanita dalam konteks melibatkan perasaan semacam ini. Astaga dia baru sadar lama-lama di dekat Asmara membuatnya tak sehat.
Asmara menarik tangannya cepat dan tersenyum hambar. “Aku akan ingat dan coba itu,” katanya terbata. Dia langsung membuka pintu mobil dan keluar dari situasi yang tak nyaman itu.
Edgar sadar jika dia sudah berlebihan kepada Asmara. Dia langsung keluar dan menghalangi jalan Asmara. “Tunggu,” kata Edgar cepat.
“Maafkan aku yang lancang Nona, tolong lupakan saja kejadian tadi, atau pukul dan tampar saya jika itu membuat perasaan Nona lebih lega,” pinta Edgar.
Asmara menatap Edgar dan menghela napas. “Saya bukan tipe orang yang suka dengan kekerasan fisik Pak, jika Anda memang menyesalinya tolong jangan diulangi kembali. Kita rekan kerja dan bisnis, tak pantas rasanya jika melampaui batas,” pesan Asmara dan menghindar dari hadapan Edgar lalu masuk ke rumahnya.
Edgar menjambak rambutnya frustasi dengan langkah gontai dia masuk ke mobilnya dan memukul kemudi keras sampai telapak tangannya terasa berdenyut karena kelakuannya itu.
Dia melajukan mobilnya cepat sampai depan rumahnya dan segera membuka laptop untuk mengakses cctv yang ada di sekitar kejadian tadi.
“Sialll, sepertinya dia tahu kalo kita bakal akses cctv,” umpat Edgar. Dia bingung bagaimana memperjelas gambar Marques yang hanya nampak dari samping itu. Edgar menghubungi satu orang yang dianggap mampu dalam hal ini.
“Bang Oman, aku baru saja mengirimkanmu rekaman cctv, aku bicara dengan Marques hari ini dan aku bisa pastikan jika itu dia, tapi sayangnya cctv itu hanya nampak dari samping,” kata Edgar yang langsung menarik perhatian Oman.
“Jangan ngaco lu,” kata Oman dan Edgar menceritakan semua yang dia alami. Oman memeriksa kiriman video Edgar dan melihatnya.
“Cepet datang ke tukang gambar, kalo kamu ingat wajahnya minta mereka menggambarnya dan kirim padaku, aku akan mencocokkan beberapa kemungkinan dari sketsa itu,” usul Oman dan Edgar menurutinya.
Dia membersihkan diri dan bersiap pergi ke drafter yang dia kenal baik. Dia datang ke sana dan menceritakan semuanya lalu meminta orang itu untuk menggambar. Tak sampai satu jam sketsa itu jadi dan Edgar nampak puas karena hasilnya mirip dengan yang ada di bayangannya.
“Terima kasih Bang,” ucap Edgar dan dia memberikan amplop kepada temannya itu. Saking semangatnya dia tak melihat kondisi sekitarnya.
Dia merasa lega akhirnya dia tahu wajah Marques dan ini pasti jadi berita besar untuk Rasyid. Dia mengambil gambar dengan ponselnya sketsa itu dan mengirimkannya kepada Oman.
Edgar [Ini sementara aku ambil lewat ponsel, nanti di rumah aku kirim yang lebih jelas.]
Edgar menyalakan mesin mobilnya dan melaju tenang di jalanan ibukota. Saat di perempatan jalan, lampu berubah merah dan dia melambatkan laju mobilnya.
Dia mengirimkan gambar yang sama kepada Dika dan Rasyid sambil menunggu, belum sempat dia memberikan keterangan lampu berubah hijau membuatnya melajukan mobilnya perlahan dan meletakkan ponsel di dashboard.
Suara dering ponselnya membuatnya tak melihat siapa yang menelpon dan langsung mengangkatnya.
“Ed, apa yang barusan kamu kirim ini?” tanya pria di sebrang.
“Oo itu foto –“
Bbrrraaaakkkkk…
********