CH.58 The Choice

1676 Kata
Rasyid menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tengah penthousenya. Edgar melihat kondisi Rasyid yang nampak tidak baik, membuatnya penasaran untuk bertanya. “Apa semuanya tidak  berjalan dengan baik Bos?” tanya Edgar pelan.  Rasyid menggeleng, terdengar helaan napas lelah dari sana, “Rasanya sekarang aku bersaing dengan Reno juga,” ucap Rasyid pelan sambil menumpukan lengannya di kepalanya. “Apa ada yang harus saya lakukan Bos?” tanya Edgar polos. Rasyid hanya diam membuat Edgar sadar jika bosnya sendiri tak tahu apa yang harus  dia lakukan sekarang. Edgar mengambil selimut dan memakaikannya kepada bosnya itu. Tak lama Rasyid nampak nyaman bergelung dengan selimut pemberian Edgar. “Aku hanya ingin Asmara bergantung kepadaku seumur  hidupnya,” gumam Rasyid. Egdar yang awalnya berniat pergi, menghentikan langkahnya dan menatap bosnya yag nampak terpejam. “Anda harus berani muncul di hadapannya jika ingin Nona Asmara bergantung kepada Anda,” balas Edgar dan dia meninggalkan bosnya entah Rasyid mendengarnya atau tidak. Dika melihat Rasyid yang bergelung di balik selimut dan tidur sofa membuatnya menggaruk pelipisnya tak mengerti. Sejauh yag dia tahu Rasyid tidak pernah suka tidur di sembarang tempat tapi kali ini dia melihat lelaki itu makin absurd tingkahnya. Dika membuka tirai jendela lebar-lebar membuat sinar matahari masuk dengn bebas ke ruang tengah itu. Diaa melihat pergerakan di balik selimut dan terdengar omelan setelahnya. “Loh, kirain ga ada orang tadi, cuma gulungan selimut,” kata Dika polos, padahal dia berniat jahil kepada Rasyid. Rasyid mengusap wajahnya dan melakukan sedikit peregangan. “Mana ada gulungan selimut secakep gue,”  ucapnya dengan nada serak khas bangun tidur. Dika berdecak dan berlalu dari sana, dia malas menanggapi kepercayaan diri Rasyid yang terlalu membludak. Dika mengambil sereal di mangkk dan mencampurnya dengan susuu dingin yang dia ambil di kulkas. “Enak juga sarapan ala bocah gini,” sahut Rasyid polos saat dia menyendok penuh sereal itu dalam mulutnya. Dika menggerutu maksimal tapi akhirnya dia membuat ulang sarapannya. Rasyid melihat ponselnya yang muncul banyak notifikasi dan dia lihat itu pesan dari Reno. Matanya terbelak sempurna melihat semua foto yang Reno kirimkan. Dia membanting sendok makannya keras sampai membuat Dika kaget. “Apaan sih lu, tadi makan sarapanku sekaarang banting sendok,” keluh Dika. Dan pia itu langsung ngeloyor pergi ga jelas tanpa ucpan apapun. “Dasar stress,” gerutu Dika dan tak lama Edgar muncul setelah dia beres melakukan olahraga pagi. Dia menoleh ke sofa tapi tak melihat Rasyid di sana. “Bos pergi lagi?”  tanya Edgar sambil mengambil minum. Dika mengangkat bahunya. “Tauk, abis liat hape ngamuk terus pergi ke kamarnya, ngambek kali,” kata Dika dengan  pandangannya menunjuk ke sereal dan ponsel Rasyid  yang masih tergeletak di sana. Edgar yang penasaran mengambil tablet di meja ruang tengah dan mengakses data di ponsel Rasyid. Bukan berarti dia lancang, tapi Rasyid memang memberikan akses untuk itu dengan tujuan keamanan dirinya dan menghemat waktu untuk menceritakan apa yang terjadi dalam kesehariannya.  “Ini Tuan Muda Reno sama Nona Asmara?” tanya Edgar sambil menunjukkan foto itu kepada Dika. Asisten Rasyid itu mendekati Edgar dan melihat apa yang dimaksud pria itu. “Wagilaseh, pantesan dia ngamuk kaya banteng,” kekeh Dika dan tak lama Rasyid sudah rapi dan bersiap pergi dengan meminta  kunci mobil kepada Edgar. “Saya susul kemana Bos?” tanya Edgar kepada bosnya itu. Rasyid menatap asistennya tajam, “Ga perlu, pikirin aja caranya seperti yang aku bilang semalem,” kata Rasyid cepaat  dan pergi dari sana dengan bantingan pintu sampai Dika memejamkan matanya. “Kalo ga ingat dia yang punya apartemen ini, aku tendang ke jalanan dia,” gerutu Dika tapi dia ingat cara bicara Rasyid sebelumnya kepada Edgar. “Kalian bahas apa semalem?”  tanya Dika kepo. Edgar menceritakan apa yang mereka bicarakan. Dika mencebik, “Kapok, dikasih tahu dari kemarin suruh nyamber ga mau, baru deh sekarang ngerasa jadi orang bego cuma main kucing-kucingan,” cela Dika. “Biarin aja mereka dulu, karena apa yang dikhawatirkan Rasyid itu ada dalam hatinya sendiri bukan sesuatu yang bisa kita atur Ed,” pesan Dika dan dia pergi ke kamarnya. *** Rasyid melihat lokasi terakhir Asmara dari ponselnya. Di  melihat area ini masih area umum jadi Reno tak mungkin berbuat macam-macam dengan wanitanya. Jadi, dia memutuskan untuk menunggu mereka di sini. Sore harinya, Rasyid melihat ada pergerakan dari lokasi Asmara dan dia mengikutinya. Mereka bertiga ada di area publik seperti taman dan alun-alun kota. Kebersamaan ketiganya membuat Rasyid menghela napas dan rasa iri. “Selama ini aku tak pernah melihat tawa dan senyuman yang senatural itu dalam diri Asmara. Apa yang Reno perbuat sampai dia menunjukkan ekspresi semacam itu,” gumam Rasyid. Lamunannya terjeda saat seseorang menyenggolnya, dia melotot dan ingin menghajar orang itu tapi dia menyodorkan satu kertas membuat Rasyid diam dan merebutnya. [Datang ke restoran fast food. Re] Rasyid mengedarkan pandangan dan benar saja ketiganya sudah tidak ada. Dia melihat di sekitar ada restoran fast food yang dimaksud dan dia segera menuju ke sana. Di salah satu meja dia melihat ketiganya duduk dan menikmati makanannya. Rasyid memutuskan duduk di dekat mereka dengan memakai kacamata gelap agar Asmara tidak curiga. “Makan dulu As, nanti kalo Ario udah capek maen kan dia minta makan,” kata Reno lembut. Asmara tersenyum dan menggeleng, “Kasian kalo kaya gitu, pasti lama kan kasian kamu juga pulangnya lebih malam,” kata Asmara. Rasyidd hanya menghela napas mendengarnya. Reno sepertinya menyadari kehadiran Rasyid dengan berdehem membuat pria itu menoleh tapi tatapannya jahil. “Kenapa kamu harus mikirin aku pulang malem apa ga, kan emang hari ini aku khusus meluangkan waktu buat kamu sama Ario. Itung-itung belajar jadi bapaknya Ario lah,” kata Reno menggoda. Rasyid mengepalkan tangannya, dia rasanya ingin menghajar Reno tapi tak mungkin dia lakukan di sini, bisa saja Asmara malah tak ingin melihatnya lagi jika seperti itu. Rasyi berdecak dan berdehem cukup keras sampai interaksi keduanya terganggu. Reno tersenyum dan berkedip pada Asmara membuat wanita itu tertawa. “Jangan ngarep deh, walopun kamu baik kaya malaikat, belum tentu juga jadi bapaknya Ario,” ledek Asmara. Reno berdehem sedangkan Rasyid tertawa pelan. “Aku sabar menanti kok sampai kamu resmi cerai dari suami kamu,” kata Reno masih tak mau kalah. Gantian Asmara yang berdecak, “Maksa banget sih, katanya udah ngalah dan ikhlas,” kekeh Asmara. “Astaga, kalo kamu perhatian gini sama aku, ogahlah aku ikhlas, mending diperjuangkan lagi. Tenang aja, mulai sekarang aku yang bakal ngurusin kamu, jadi kamu ga usah kuatir,” ucap Reno penuh percaya diri. Asmara tertawa dan mencubit Reno membuat pria itu mengaduh. Rasyid melihat hal itu dan matanya terbelak sempurna. Rahangnya mengeras dan rasanya dia ingin mendorong Reno dari sana. “Jangan baik-baik dunk sama aku, ntar kalo aku baper jatuh cinta sama kamu kan repot,” goda Asmara dan Reno tertawa puas. “Bagus dunk, berarti aku yang menang,” kata Reno memancing. Asmara yang mendengar itu malah bingung. Sedangkan di dekat mereka sudah ada seseorang yang panas dan butuh siraman air. “Sialan, Reno nyuruh aku datang cuma buat denger gombalan receh gini doank. Vangke itu anak, liat aja ntar abis ini,” gerutu Rasyid. “Kalo kamu jatuh cinta sama aku, artinya aku berhasil membuat kamu lepas dari masa lalu yang buruk itu. Tapi yang penting adalah kamu nyaman sama aku, karena cinta itu bisa tumbuh saat kita merasa nyaman dengan seseorang kan,” tukas Reno. Rasyid yang mendengarnya langsung menyadari apa yang sebenarnya ingin Reno tunjukkan. Emosinya yang semula di ubun-ubun langsung terjun bebas. “Iya kamu benar, tapi kalo boleh jujur, aku ga yakin kalo sekarang kita ini sedang dilanda cinta. Kita hanya sedang menikmati kebersamaan yang dulu sempat hilang, seperti yang kamu bilang, menyelesaikan sesuatu yang belum terlaksana,” kata Asmara. Reno cemberut, “Masa iya sih gitu, udah ganteng maksimal gini masa kamu ga jatuh cinta sama aku,” nadanya dibuat berlebihan. Rasyid memasang telinganya mendengar pancingan Reno itu. Asmara tertawa pelan dan menggeleng. “Bukan Ren, yakin aku,” kata Asmara. Reno menaikkan alisnya seolah ekspresinya bertanya. “Buatku cinta itu datang bukan karena penampilan fisik, banyaknya harta dan tingginya kekuasaan. Tapi cinta itu datang saat pandangan itu hanya tertuju pada kita, memperjuangkan kita sebesar rasa kita untuk hidup di dunia ini,” ucap Asmara dengan senyum merekah sempurna. Reno dan Rasyid hanya bisa terkesima memandang senyuman itu. Bagi mereka senyum itu jelas menunjukkan ketulusan dan  keinginan yang terdalam dari dirinya. ‘Aku akan tetap menjagamu As, meskipun aku harus bertarung dengan Rasyid sekalipun. Dan aku akan melepaskanmu saat kamu yang menginginkannya,’ batin Reno. ‘Naluriku tak pernah salah dan aku yakin kamu akan jadi milikku cepat atau lambat. Dan hanya aku yang boleh memilikimu di dunia ini,’ lirih Rasyid dalam hatinya. “Jangan ngegombal terus dunk, bisa ga pulang-pulang ini kita,” kekeh Asmara. Setelah menghabiskan makanannya, mereka memutuskan untuk pulang. Rasyid hanya mengikutinya sampai di rumah Asmara. Saat Rasyid yakin Asmara sudah masuk rumahnya, dia menghadang mobil Reno. “Kalo mau mati jangan di sini dunk, kasian yang punya rumah ntar kena kasus juga,” kata Reno santai. Rasyid memaksa Reno keluar dari mobil. Bugh.. Bugh.. Bugh.. “Jangan karena selama ini aku diam aja ngawasin Asmara terus kamu berhak untuk deket sama dia,” ucap Rasyid terengah dan meregangkan tangannya setelah memukul Reno. Reno terkekeh meliht sikap Rasyid yang seperti ini. “So, what? Mau pukul aku sampe aku babak belur? Silahkan, ayo!” tantang Reno. “Besok aku masih ketemu sama Asmara, aku tinggal bilang ada cowok yang cemburu kamu ketemu aku tapi dianya pengecut buat ketemu sama kamu. Beres kan?” tantang Reno makin menjadi. Rasyid mengepalkan tangan sudah bersiap untuk memberikan pukulan lanjutan tapi ucapan Reno kembali menurunkan emosinya. “Dia tidak butuh kekuasaan atau harta darimu apalagi tammpangmu yang katanya ganteng. Dia butuh lelaki yang bisa jadi sandaran dalam hidupnya,” kata Reno. Pria itu meludah dan menggerakkan kepalanya yang lumayan ngilu karena pukulan Rasyid. “Pilihannya cuma dua, elu yang maju, apa gue yang maju,” tantang Reno dan mendorong Rasyid untuk menjauh dari mobilnya. Rasyid memegang pintu mobil Reno yang hendak dtutup. "Apa tujuanmu sebenarnya?" *******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN