CH.1 Regret, Realize and Nightmare

1381 Kata
Lelaki dua puluh delapan tahun itu duduk di kursi meeting warna hitam dengan kemeja putih dan jas navy menghadap kepada koleganya yang wajahnya khas Eropa sekali. Tatapan tak bersahabat sekaligus kode jika dia ingin segera mengakhiri meeting ini. “Mr. Erick, mengenai permintaan Anda saat ini itu mustahil untuk merubahnya dalam waktu tiga hari. Kami bisa melakukannya dalam waktu dua minggu beserta konsep baru dan estimasi semua biayanya,” kata Rasyid yang mulai kesal dengan kliennya ini. Meeting kerjasama mengenai pembangunan proyek reklamasi pantai di Teluk Persia untuk pemukiman dengan investor asal Spanyol ini membuat Rasyid cukup pusing. Bagaimana tidak, awalnya dia meminta konsep yang minimalis modern sekarang malah minta diganti minimalis mediteran. Dia yakin timnya tidak akan bisa bekerja perubahan total ini dalam waktu tiga hari. “Satu minggu, okay?” Mr. Erick berusaha negosiasi dengan tim Rasyid. Dan Rasyid tetap menggeleng. “Tidak bisa, aku tahu Anda ingin secepatnya mendapatkan keuntungan tapi pertimbangan dan pembangunan yang buru-buru akan berakibat pada kualitas bangunannya nanti,” jelas Rasyid. “Okay, aku harap kalian bisa on time,” ucap Mr. Erick yang sebelumnya nampak berpikir mendengar alasan Rasyid. “Tentu saja Mr. Erick, kita akan menyelesaikannya tepat waktu,” sahut Rasyid dengan senyum kemenangan. Tender ini adalah tender besar pertama Rasyid mengurus masalah property selama di Dubai, karena selama ini dia mengurusi perkebunan dan pertambangan yang ada di Asia dan sebagian daerah Eropa. Rasyid mendirikan World Biz pertama kali saat usianya 19 tahun dan mulai menanjak posisinya setelah empat tahun berjuang membuat World Biz dikenal di kalangan pebisnis. Karena hari masih senja Rasyid minta Edgar, pengawal pribadinya untuk kembali ke rumahnya. Edgar tanpa bantahan itu menurutinya dan melajukan Range Rover hitam itu kembali ke rumahnya. Rasyid kembali ke kamarnya dan menggantinya dengan baju santai ala rumahan. Setelahnya dia berjalan ke balkon rumah yang ada di lantai yang sama adalah tempat favorit bagi Rasyid sekaligus jadi saksi bisu luapan emosinya selama ini. Lelaki dengan kulit agak kecoklatan rahang tegas dengan ditumbuhi bulu halus yang sudah rapi dicukur, rambut hitam pendek, mata yang tajam, lengan yang terliat berurat karena seringnya olahraga yang dia lakukan. Pria itu duduk bersandar di kursi malas sambil memejamkan matanya, kacamata hitam menutup matanya agar tidak silau dengan matahari senja. Dalam tidurnya bayangan itu kembali muncul, bayangan yang sudah dua tahun ini ingin dia lupakan tapi selalu muncul saat dia mulai menenangkan diri. Bayangan dalam mimpi Rasyid Pagi itu di bandara tepatnya di terminal keberangkatan International, sepasang pria dan wanita saling berpelukan untuk mengucapkan selamat tinggal. “Aku pasti merindukanmu Rasyid,” ucap wanita itu dengan senyum merekah. “Iya aku rasa aku juga Nima,” Ucap Rasyid sebagai balasan. Nima terlihat merona dengan apa yang lelaki itu ucapkan. “Kamu tau kan kalo sangat mencintai kamu. Aku bahagia sekali akhirnya kamu mau bertunangan denganku bulan depan,” ucap Nima dengan wajah merona dan menunduk. Rasyid mengangguk mengiyakan, “Cepatlah pulang, nanti kita persiapkan segala sesuatunya,” kata Rasyid makin membuat Nima tersenyum. Rasyid melepas kepergian Nima dengan perasaan takut, entah apa yang sebenarnya dia rasakan kenapa dia merasa Nima tak bisa digenggam lagi. Seminggu setelah kepergian Nima, dia menelpon Rasyid dan mengabarkan jika Paris sangat indah. Padahal dua hari yang lalu dia sudah menngabarkan mengenai kota Paris. “Nima, apa kamu masih lama di Paris?” tanya Rasyid entah ada perasaan apa. “Rasyid kangen sama aku ya?” ledeknya dan Rasyid terbahak mendengar ledekannya. Kini Rasyid menyadari jika selama ini Nima lah yang mencintainya dan dia tau jika Rasyid belum mencintainya tapi dengan sabar dia tetap menemani Rasyid dan memberikan kasih sayangnya kepada lelaki itu. “Cepat pulang, aku punya kejutan untukmu,” ucap Rasyid berencana membuat dia penasaran. Kali ini Rasyid sudah berjanji untuk menerima Nima dalam hidupnya. Karena bagaimanapun Nima tak pernah mengeluh kepada Rasyid meskipun Rasyid jarang meluangkan waktu dengannya. “Aku juga mau kasih kamu kejutan lo. Tapi kejutan kamu apa?” tetap Nima penasaran. “Rahasia. Kamu harus pulang dulu baru aku mau kasih tau,” goda Rasyid dan Nima langsung menggerutu. Tak lama aku mendengar suara ribut dan Nima berteriak histeris. “Nima,,nima,,Hallo,,Nima…” panggil Rasyid dengan keras. End. “Nima,, Nima,,Ni-maa” panggil Rasyid dan merasakan tubuhnya bergoyang. Rasyid membuka mata dan sadar jika dia kembali bermimpi buruk. Dia mengusap wajahnya kasar dan menyugar rambutnya perlahan. Pandangannya tertunduk memandang lantai balkon rumahnya. “Apa kamu baik-baik saja?” tanya Dika lalu menyodorkan minum kepada sahabatnya itu. Rasyid diam lalu mengangguk dan juga menggeleng. “Minumlah dulu, tenangkan dirimu,” kata Dika tanpa pikir panjang Rasyid langsung minum air pemberian Dika. Setelah itu, Dika duduk di samping Rasyid dan menatap sahabatnya seolah menantikan cerita yang pria itu alami barusan. “Kamu mimpi Nima lagi?” Dika bersuara setelah dari tadi Rasyid tak menjelaskan apapun. Rasyid yang masih kaget hanya bisa mengangguk. Dika, Andika Ramawan sahabat yang dikenalnya sejak bangku SMP kini menjadi asisten pribadinya sejak usia mereka 19 tahun. “Tapi mimpi itu bukan karena kamu merindukan dia kan?” tanya Dika memastikan. Rasyid mengangkat bahu, “Entahlah, aku menyesali diriku yang terlambat menyadari jika aku juga nyaman dan mulai mencintai Nima hingga dia pergi dari kehidupanku.” Apa yang dikatakan Rasyid bukan omong kosong, dia memiliki kekuasaan, popularitas, bisnis yang berhasil, fisik yang bisa dikatakan sempurna. Tapi ada rasa hampa dan tidak puas dalam dirinya. Bagi Rasyid semuanya seperti semu dan ada ketakutan akan kehilangan semua yang dia miliki. Hidupnya memang bernyawa  tapi seakan ini hidup dengan separuh jiwa saja, sisanya semu dan kamuflase. Semua orang baik kepadanya tapi dia tak melihat ketulusan disana. Tapi Nima berbeda meski awalnya Rasyid hanya mempermainkannya tapi ketulusan Nima untuk selalu membantunya dalam melewati liku-liku hidupnya membuatnya sadar jika wanita yang kini telah meninggalkannya dalam pangkuan Tuhan itu tulus mencintainya. Dika menepuk punggung Rasyid, “Bayarlah hutangmu kepada Nima sebelum kamu melanjutkan hidupmu selanjutnya.” Rasyid yang tak paham maksud Dika hanya bisa mengerutkan dahinya bingung. “Utang apa maksudmu?” tanya Rasyid bingung dan menerka apa yang coba dikatakan oleh Dika. Sedangkan pria itu hanya tersenyum simpul. “Kita ziarah ke makam Nima, mendoakannya biar kamu juga tenang,” usul Dika dan Rasyid menatapnya tajam, “Aku sudah dua tahun tak kesana,” gumam Rasyid. “Masalahnya dimana? Bisa aja Nima mendatangi kamu karena kamu belum sempet mengatakan janjimu kepadanya atau ada hal yang masih kamu sembunyikan darinya, jadi kamu masih terbayang-bayang dirinya,” penjelasan Dika membuat pikiran Rasyid terhenyak. Rasyid memang punya utang penjelasan sama Nima. Rasyid sudah berniat memberikan candle light dinner dan melamarnya secara pribadi untuk menyatakan perasaannya kepada Nima. “Apa perlu yang aku janjikan harus aku tepati di hadapan makam Nima?” tanya Rasyid ragu. Dika hanya tersenyum “Setidaknya katakan kalau kau pernah mencintainya, aku rasa dia menanti kalimat itu selama bersamamu,” kembali ucapan Dika membuat Rasyid bimbang. “Tapi semua keputusan itu ada pada dirimu gimana kamu menyelesaikannya. Bisa jadi karena penyesalanmu ke Nima juga yang membuat kamu ga bisa membuka hati untuk orang lain,” kalimat Dika langsung menusuk ke hati Rasyid. ‘Karena penyesalanku kepada Nima, maka aku tak bisa membuka hatiku untuk orang lain,’ kalimat itu berdengung dalam otak Rasyid tanpa henti. ***** Ini cerita tentang Rasyid yang sebelumnya ada di Inside of The Heart, jadi cerita ini full mengenai perjalanan Rasyid dalam menggapai cinta Asmara dan konflik kehidupannya selama mencari cinta sejatinya. Meskipun kalian sudah tau endingnya bakal seperti apa, tapi banyak konflik yang menarik terjadi hingga kalian ga akan berharap ini jadi ending,,hehehehe. Boleh disebut sebagai Side Story dari Inside of The Heart yang sudah diceritakan oleh Asmara, aku ga bisa sebut ini sebagai prequel atau sekuel juga karena ini bukan kelanjutan Inside of The Heart. Ini murni menceritakan bagaimana kisah perjalanan cinta Rasyid dengan Asmara dan berdamai dengan masa lalu. Jadi disini akan lebih fokus pada kehidupan Rasyid. Sebelumnya saya mohon maaf kalau latar tempat tidak sesuai dengan kenyataan ya, karena ini sifatnya fiktif jadi gambaran latar sengaja ga seratus persen sama demi menjaga image aja. Kenapa aku bikin cerita versi Rasyid ini padahal sebelumnya ga kepikiran? Menjawab hal-hal yang janggal dalam kehidupan Asmara di Inside of The Heart, sekaligus ingin menunjukkan pesan kehidupan ke kalian semua bahwa yang terjadi di dunia ini karena kuasa Tuhan meskipun manusia itu punya kuasa tertinggi sekalipun.  Welcome Rasyid ♥
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN