Mobil juga akan terguncang ketika melewati jalan yang tidak rata, dan lebih-lebih lagi ketika melewati tikungan. Kedua kaki mereka terus bergesekan, membuat pipi Ratih semakin memerah. Memori yang ambigu tentang malam itu perlahan menjadi jelas, dan terus membesar dalam benaknya, berkembang ke arah yang tidak cocok untuk anak-anak.
"Kita sudah sampai." Sopir itu menghentikan mobilnya.
Ratih diam-diam menghela napas lega, dan segera turun dari mobil. Dia menundukkan kepalanya dan berkata kepada Tengku Ammar,
"Boss, terima kasih sudah memberi tumpangan."
"Hmm." Tengku Ammar menjawab dengan dingin.
Setelah turun dari mobil, dia memandangi sepatunya. Itu sedikit berlumpur, dia adalah orang yang tidak suka kotor. Setelah tiba di kantor ekslusif presiden direktur ia melihat itu sangat mengganggu, ia menatap Ratih sedikit ragu.
“Apakah saya perlu membersihkan sepatu anda?” tanya Ratih.
"Uh…" Tengku Ammar hanya mengangguk.
Mulut Ratih berkedut, dan dia menatap Tengku Ammar tanpa berkata apa-apa, sambil memegang kain lap di tangannya.
"Kenapa kamu tidak melakukannya?" Tengku Ammar menunggu beberapa saat, tetapi dia tidak menanggapi sama sekali, jadi dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengerutkan kening dan bertanya.
Ratih menarik napas dalam-dalam dan berjongkok untuk membersihkan sepatu untuk Tengku Ammar.
Sebenarnya, dia pernah melakukan hal semacam ini sebelumnya. Dalam pekerjaannya sebagai perawat lansia, dia pernah membersihkan ke bagian pribadi sekalipun. Namun, itu adalah hal yang biasa bagi perawat lansia sepertinya. Tapi kali ini dia harus membersihkan sepatu seseorang, ada perasaan sedikit tidak nyaman melintas dihatinya.
Tidak ada cara lain. Manajer bilang gaji di kantor pusat tiga kali lipat lebih tinggi daripada di kantor cabang. Jika dia bisa menjadi pegawai tetap meski hanya petugas kebersihan diawalnya, dia masih punya harapan naik jabatan.
Tengku Ammar menyipitkan matanya ke arah Ratih yang sedang berjongkok di kakinya. Dari sudut pandangnya, dia bisa melihat kerah baju Ratih yang sedikit terbuka. Dua gumpalan bakpao putih terlihat samar-samar dan belahan dadanya tampak indah.
Ratih bukanlah seorang wanita dengan tubuh yang sangat seksi, dan dadanya tidak terlalu besar. Tapi mereka proporsional dan tepat.
Tengku Ammar masih dapat mengingat perasaan ketika dia memegangnya dengan satu tangan, Penuh dan elastis di bawah telapak tangannya.
Tentu saja, Ratih tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Tengku Ammar. Setelah membersihkan sepatunya, dia berdiri dan berkata dengan hormat,
"Boss, sudah selesai."
Suara Ratih menarik Tengku Ammar kembali ke dunia nyata. Setelah sadar kembali, tatapan mata Tengku Ammar juga menjadi dingin. Dia berdiri dan menatapnya dengan dingin,
"Mengapa kamu berbohong padaku?"
“Hah?” Ratih menatapnya dengan tatapan kosong, dan tidak bisa bereaksi sejenak.
Tengku Ammar bertanya lagi dengan dingin,
"Mengapa kamu berbohong kepadaku dengan nama palsu? Dan kau melarikan diri dengan bajuku."
“Apa? Bajumu?” Ratih bertanya dengan heran.
Ratih mengernyitkan mulutnya dan berpikir dalam hati. Jika dia tidak mencarinya, bagaimana dia tahu kalau dia menggunakan nama palsu? Dia juga lupa bahwa dia memakai kemeja lelaki itu ketika dia pergi.
Tidak mungkin lelaki ini mencarinya hanya demi sebuah kemeja, bukan?
"Itu... Boss, saya akan mengembalikan baju anda. Bisakah Anda memaafkan saya?" Ratih menundukkan kepalanya dan meminta maaf dengan tulus.
Tengku Ammar melengkungkan bibirnya dengan sinis, gadis ini telah menipunya.
Maka sikapnya pun melunak, dan dia berkata dengan tenang,
"Tahukah kamu apa kesalahanmu?"
"Aku tahu, aku tahu. Aku berjanji padamu bahwa aku tidak akan pernah muncul di hadapanmu lagi. Hal itu tidak pernah terjadi, dan aku tidak akan memberi tahu siapa pun." Ratih segera mengangkat tangannya dan mengumpat.
Wajah Tengku Ammar tiba-tiba menjadi gelap karena marah. Gadis ini mencampakkannya setelah dia dijadikan penawar racun gratis?
"Apakah kamu berpura-pura seolah-olah hal itu tidak pernah terjadi? Apakah kamu fikir aku orang yang baik?" Tengku Ammar berkata dengan marah.
“Boss, apa yang Anda inginkan?” Ratih bertanya dengan sedih.
Detik berikutnya, tangan Tengku Ammar tiba-tiba meraih kerah bajunya. Dengan gerakan kuat, dia mendorongnya ke sofa.
Ratih terkejut dan matanya terbelalak. Apakah dia akan menggunakan kekerasan padanya?
Baru pada saat itulah dia menyadari bahwa hanya mereka berdua yang masuk, dan kedua pengawalnya tidak masuk sama sekali.
“Tengku Ammar, tolong maafkan saya!” Ratih menutup matanya dengan tangannya dan memohon dengan keras.
Tengku Ammar menatap Ratih dengan dingin, tatapannya dalam dan menakutkan.
Dia bisa menebak apa yang dikhawatirkan Ratih tanpa bertanya. Apakah gadis ini khawatir dia akan memukulnya? Apakah dia tipe pria yang terlihat sangat kasar dan akan memukul wanita?
“Bangun, bukankah kau ingin bekerja disini?” Setelah beberapa saat, Tengku Ammar berkata dengan dingin.
Ratih perlahan melepaskan tangannya sambil membuka matanya. Dia bertanya dengan gugup,
"Kau tidak akan memukulku?"
"Kenapa aku harus memukulmu?" Tengku Ammar sangat marah hingga tertawa. Dia berbalik dan masuk ke dalam ruang kerja yang terpisah dari ruang depan dan kantor sekretaris.
“Bukankah biasanya majikan memukul pekerjanya?” Ratih bertanya dengan gugup.
“Aku ingin memukulmu sekarang. Sangat ingin.” Ujar Tengku Ammar dengan ekspresi geram.
Ratih tertegun sejenak sebelum dia buru-buru bangkit dan mengikutinya. Sebenarnya, dia menduga bahwa Tengku Ammar datang ke sini untuk membalas dendam padanya, dan merekrut petugas kebersihan itu hanyalah kedok.
Pria ini terkenal benci terhadap wanita, jadi ada kemungkinan dia akan meminta kompensasi seperti yang di janjikan terakhir kali.
Ini sungguh mengerikan. Dia tidak punya uang, dan lelaki itu, apa dia kekurangan uang sekarang sampai harus menagih hutang pada gadis miskin seperti dia?
“Apakah kamu dan Abdul pernah menjalin hubungan sebelumnya?” Tengku Ammar tiba-tiba mengganti topik pembicaraan dan bertanya dengan tidak jelas.
Ratih mengangguk dan berkata sambil tersenyum pahit,
"Kami satu kampus dan pernah menjalin hubungan sebelumnya, tapi kami putus."
“Lalu apakah kamu masih mencintainya?” tanya Tengku Ammar.
Ratih tertegun lagi dan dengan cepat menggelengkan kepalanya.
"Tidak, tentu saja tidak."
"Aku tidak menyangka kau begitu kejam." Tengku Ammar mendengus dingin, lalu berbalik dan pergi.
“Apa maksudnya?” Tanya Ratih kaget.
“Dia sudah menikah dengan Mariam. Apa yang bisa ku lakukan selain melupakannya?”
Namun, Tengku Ammar sekarang adalah Boss besarnya dan dia tidak mampu menyinggung perasaannya. Tidak peduli apa pun yang dikatakannya, dia tidak bisa marah.
Dia segera mengejarnya. Setidaknya dia harus menyelesai instruksi pemindahan karyawan ke kantor pusat karena dia tidak mengerti apapun.
Namun, saat dia mengejarnya, tidak ada tanda-tanda Tengku Ammar. Dia sudah pergi dengan lift entah kemana. Dia terpaksa turun dan bertanya dimana lantai departemen personalia dan menjelaskan bahwa Boss besar memintanya bekerja disini.