Chapter 6

1024 Kata
Bagaimana bisa ini begitu kebetulan? Mengapa dia ada di sini? Melihat lelaki itu berjalan selangkah demi selangkah, tubuhnya selangkah lebih cepat daripada pikirannya, jadi dia segera berbalik dan ingin pergi. Tetapi … "Kak Ratih, kenapa pergi? Kamu belum makan jamuan pernikahan." Mariam, si jalang itu, benar-benar muncul dan bahkan mencengkeramnya. Ratih menggertakkan giginya karena marah dan merendahkan suaranya, "Mariam, lepaskan aku. Jangan membuatku melakukan sesuatu yang akan kau sesali." Mariam tertegun dan tanpa sadar melepaskannya. Ratih menghela napas lega, tetapi dia tidak menyangka suara pria di belakangnya terdengar perlahan, "Nona, Anda ...?" “Tengku Ammar, ini kakak yang bekerja sebagai perawat Nenek di rumahku. Sudah kami anggap seperti keluarga sendiri.” Mariam segera menarik Ratih dan memperkenalkannya kepada Tengku Ammar. Ratih ditarik oleh Mariam dan hampir jatuh. Untungnya, Abdul memegangnya dan bertanya dengan khawatir, "Apakah kamu baik-baik saja?" Wajah Mariam menjadi gelap dan dia melotot ke arah Abdul dengan tidak senang. Kemudian dia diam-diam mendorong Ratih ke arah Tengku Ammar dengan paksa, bermaksud melihat Ratih mempermalukan dirinya sendiri. Semua orang tahu bahwa Tengku Ammar selalu bersikap dingin dan memiliki alergi disentuh orang lain. Dia paling benci tubuhnya di sentuh orang lain. Wajah Ratih menjadi pucat. Dia bahkan tidak berani menatapnya dan dengan cepat berusaha melepaskan diri dari pelukan pria itu. Namun aroma familiar malam itu menusuk indra penciumannya. Mariam mengerutkan kening. Bukankah Tengku Ammar selalu tidak tertarik pada wanita? Bukankah semua orang tau bahwa dia punya kekasih masa kecil yang saat ini sedang menempuh studi di Brunei? Mengapa dia bersedia membantunya? Mungkinkah Tengku Ammar sudah sembuh dari penyakitnya? Mariam dengan cepat mencibir dalam hatinya. Dia terlalu banyak berpikir. Bagaimana mungkin? Orang macam apa Tengku Ammar itu? Bagaimana mungkin dia tertarik pada orang biasa seperti Ratih? Belum lagi gadis ini adalah tenaga kerja dari negeri tetangga. Mungkin dia hanya bersikap sopan! Namun untuk mencegah hal ini terjadi, Mariam segera menjelaskan kepada Tengku Ammar, "Tengku Ammar, kak ratih dulunya adalah pacar Abdul. Tapi dia melakukan kesalahan pada Abdul dan tidur dengan pria lain. Itulah sebabnya Abdul dan aku punya kesempatan untuk bersama." Abdul berkata dengan tidak senang, "Miriam, tidak ada yang perlu dikatakan tentang ini." Ratih menundukkan kepalanya lebih dalam lagi. Di mata orang lain, dia pasti malu! Tetapi hanya dia yang tahu dalam hatinya bahwa itu karena dia takut pada pria ini. Karena laki-laki yang tidur dengannya berada tepat di depannya, dan dia berbohong kepadanya terakhir kali. "Begitu," kata Tengku Ammar ringan. Tatapan dinginnya menyapu Ratih. Meskipun kepala Ratih menunduk, dia masih bisa merasakan tatapannya menyapu dirinya. "Paman kecil, ibu ada di sana. Kamu harus pergi ke sana!" kata Abdul. “Paman kecil?” Ratih mendongak karena terkejut dan menatap Abdul dengan tak percaya. Tengku Ammar tersenyum dan mengulurkan tangannya. Dia berkata dengan ringan, "Nona Ratih, izinkan saya memperkenalkan diri! Saya paman Abdul, Tengku Ammar. Ini pertama kalinya kita bertemu. Bagaimana kabarmu?” Wajah Ratih menjadi semakin pucat. Kepalanya meledak. Dia melihat tangan Tengku Ammar yang terulur, ketika dia sadar kembali, dia segera lari. Sepatu hak tingginya yang setinggi tujuh sentimeter itu berlari kencang seolah-olah dia sedang berlari di tanah datar, seolah-olah ada hantu yang mengejarnya. "Kakak makin lama makin tidak sopan. Paman, jangan pedulikan dia, dia memang orang yang seperti itu." Mariam mendengus dingin dan cepat-cepat meminta maaf kepada Tengku Ammar sambil tersenyum. Tengku Ammar berkata dengan ekspresi dingin, "Panggil saja aku Tengku Ammar!" Setelah itu, dia berbalik dan pergi. Mariam tidak bisa berkata apa-apa. Wajahnya memucat, dan dia cemberut tidak senang pada Abdul, bertingkah seperti anak manja. "Abdul …" Abdul juga mengerutkan kening. Sikap Tengku Ammar menunjukkan bahwa dia sama sekali tidak mengakui identitas Mariam. Biasanya, dia tidak memerlukan persetujuan pamannya untuk menikah, tetapi situasi keluarganya berbeda. Seluruh keluarganya sebenarnya dikendalikan oleh Tengku Ammar, dan bahkan Ayahnya agak takut pada lelaki itu. Jika dia tidak mengakui Mariam, maka semuanya akan menjadi masalah. Dia sekarang menyesal menikah dengan tergesa-gesa. Seperti yang diharapkan, Tengku Ammar pergi tanpa menunggu pernikahan selesai. Sikapnya mengejutkan orang tua Abdul. Di sisi lain, Nyonya Aziz dan suaminya tidak ramah dan mereka juga memperlakukan Mariam dengan dingin. "Bantu aku menyelidiki seorang wanita, namanya Ratih," kata Tengku Ammar dingin setelah masuk ke dalam mobil. Asistennya, Imran, yang ikut masuk ke dalam mobil bersamanya, langsung setuju. Dia punya banyak cara untuk menyelidiki Ratih, yang sama sekali tidak punya latar belakang apalagi gadis itu sudah pasti terdaftar di kedutaan. Setengah jam kemudian, semua informasi dikirim ke Tengku Ammar. Tengku Ammar dengan santai membolak-baliknya, dan tatapannya berubah dingin. Dia berkata dengan kesal, "Pantas saja aku tidak bisa mengetahuinya. Beraninya gadis ini berbohong padaku dengan nama palsu." Ratih melarikan diri. Dia benar-benar tidak menyangka pria yang malam itu adalah Tengku Ammar. Walaupun dia menyebut namanya saat itu, dia tidak menyangka bahwa itu adalah orang terkaya di Terengganu, Tengku Ammar. Lucunya bahwa Tengku Ammar sebenarnya adalah paman bungsu Abdul. Abdul pernah membanggakan kisah legendaris paman bungsu ini padanya. Namun, lebih banyak tentang kisah cinta pria legendaris ini. Konon, ia sangat tergila-gila, dan pernah memiliki tunangan yang merupakan kekasih masa kecilnya. Entah mengapa, wanita itu meninggalkannya. Sejak saat itu, dia menjauhi semua wanita dan menunggu wanita itu kembali ke Malaysia. Dan banyak wanita yang mengidamkannya pun dihajar habis-habisan olehnya. Pernah ada seorang wanita yang memeluknya di depan umum, dan dia memerintahkan pengawalnya untuk melemparkannya ke sungai. Ada banyak cerita lain seperti ini. Singkatnya, dia adalah bunga di gunung yang tinggi. Orang biasa tidak dapat menyentuhnya, dan siapa pun yang menyentuhnya akan mati. Tetapi sekarang, dia tidak hanya menyentuhnya, tetapi dia juga memakannya dari kepala sampai kaki. Sebelumnya ia merasa sedih karena telah dimanfaatkan oleh laki-laki tak dikenal, tetapi kini ia paham betul betapa ia telah dimanfaatkan oleh laki-laki itu. Sekarang Tengku Ammar tahu siapa dia, bagaimana jika lelaki itu marah dan menyiksanya? "Lina, aku mungkin akan mati." Ratih memanggil temannya dan berkata dengan nada terisak. Lina terkejut dan bertanya dengan cepat, "Ratih, apa yang terjadi?" "Lina, dengarkan aku. Jika terjadi sesuatu padaku, aku punya 8.000 ringgit di kartuku dan kata sandinya adalah tanggal lahirku. Kirim semuanya ke rumah sakit untuk membayar biaya pengobatan ibuku. Mengenai masa depan … biarlah takdir yang menentukan!" Ratih tak kuasa menahan tangisnya. “Ratih, apa yang terjadi?” Lina menghentakkan kakinya dengan cemas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN