Bab 4: Aku Sudah Tidak di Kansas Lagi

975 Kata
Alaric tiba-tiba mundur dan menggelengkan kepala seakan mencoba untuk menjernihkan pikirannya. Ada sedikit perasaan puas muncul dalam diriku; mungkin saja dia juga merasakan hal yang sama sebagaimana yang aku rasakan terhadapnya. Saat ia tiba-tiba menghilang, aku merasa seolah diabaikan dan aku merasa marah pada diriku sendiri karena hampir membiarkan hal yang tidak diinginkan terjadi. Namun ada sisi lain dalam diriku yang berpikir sebaliknya, berharap hal itu benar-benar terjadi. "Perlu ada beberapa aturan dasar yang harus kau patuhi sebelum kau mulai bekerja padaku," katanya dengan suara tegang. "Apa itu?" Aku bertanya dengan nada agak gemetar. Aku mengutuk diriku sendiri karena tanggapanku terdengar kurang percaya diri. "Pertama, kau tidak boleh menggunakan kekuatanmu padaku," jawabnya sambil menyipitkan matanya ke arahku. "Kedua, Kau harus melakukan apapun yang aku perintahkan tanpa ragu-ragu dan banyak tanya," lanjutnya. "Ketiga-" dia belum selesai menjelaskan tapi aku segera memotongnya. "Tunggu sebentar. Aku tidak akan begitu saja melakukan apapun perintahmu tanpa pertimbangan. Aku adalah seorang manusia berakal dan bisa memutuskan apa yang harus dan tidak harus kulakukan. Bagaimana jika apa yang kau minta bertentangan dengan hati nuraniku atau hal itu dapat merugikan orang lain?" kataku. Alaric terlihat kesal dengan ucapanku tapi sepertinya dia mencoba menahan amarahnya. Setidaknya untuk sekarang. "Kau harus patuh. Kau tahu kenapa? " dia bertanya padaku dengan arogan. Aku tidak merespon perkataannya jadi dia menjawabnya sendiri. "Kau harus patuh karena aku adalah seorang Alpha dari kawanan yang telah dengan senang hati menerimamu dan sesuai kesepakatan, kau bekerja untukku sekarang. Selain itu, aku tidak akan pernah memintamu melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai yang kau yakini ataupun hal-hal yang merugikan orang lain. Tidak seperti pandanganmu yang sok tahu dan rendah kepadaku, aku hanyalah seseorang yang ingin melindungi dan melayani kawananku, "jelasnya padaku. "Kalau begitu aku akan melakukan semua yang aku bisa untuk membantumu. Selama aku setuju bahwa tindakannya pantas dilakukan," jawabku angkuh. Matanya berubah menghitam mendengar jawabanku, aku khawatir aku telah terlalu bertindak tidak sopan padanya. Dia melangkah mendekatiku seperti yang dia lakukan sebelumnya, tapi alih-alih terlihat menggoda, sikapnya kali ini membuatku merasa terancam. "Kau sangat keras kepala. Aku benci bawahan yang bersikap seperti itu. Terutama dari seseorang yang seharusnya bisa sedikit lebih ramah terhadapku mengingat aku telah menyelamatkannya dari hukuman yang lebih mengerikan," katanya. "Tidak ada bedanya, bagaimanapun juga aku tetap akan berakhir dilemparkan ke kawanan serigala, bukan?" Aku menjawab dengan sinis. urat-urat yang ada di dahinya terlihat seolah akan meledak, tapi apa boleh buat; dia memantik bara api yang ada dalam diriku. Sikap angkuhnya membuatku tertantang dan aku ingin dia sadar seberapa jauh dia bisa menekanku. Yang, pada kenyataannya, tidak terlalu jauh. "Aku akan menemuimu di kantorku besok pagi, tepat pukul sembilan," katanya dingin dan aku mengangguk sopan. Jadi inilah akhirnya yang harus kuhadapi, pikirku. Setelah Alaric meninggalkan kamarku, aku menjatuhkan diri di tempat tidur sambil menghela nafas. Tanganku terasa gatal ingin berlatih beberapa mantra baru atau sekedar ingin membaca buku dan tenggelam di dalamnya. Apapun yang bisa mengalihkanku dari memikirkan bos baru yang sangat menarik tapi juga membingungkan. Dia arogan dan jelas terbiasa mendapatkan apapun yang ia inginkan. Tapi sesuatu di dalam diriku memberitahu bahwa ada lebih banyak hal dalam dirinya belum kuketahui. Aku berbaring dan mataku tiba-tiba terasa begitu berat. Hari yang sungguh melelahkan, dan tidak lama kemudian akupun tertidur ... Mataku terbuka lebar saat aku menyadari bahwa aku tidak sendirian di tempat tidur. Alaric berada tepat di atasku, menatapku dengan saksama. Dia tersenyum menggoda dan sekali lagi aku tenggelam dalam tatapannya. Aku sadar seharusnya aku menyuruhnya pergi, apa yang dilakukannya sungguh tidak pantas. Aku disini untuk bekerja padanya dan aku sudah memperingatkan bahwa aku tidak akan pernah melakukan apa pun diluar tugasku sebagai pekerja. Tapi darahku terasa mendesir saat aku menatap matanya dan aku tidak bisa menyembunyikan perasaanku. Dia mengangkat satu tangannya dan dengan lembut membelai pipiku. Aku mendekatkan wajahku, menikmati setiap sentuhan jemarinya. Dia menurunkan tubuhnya sedikit untuk menindihku. Aku merasakan setiap inci tubuhnya menempel dengan tubuhku dan itu membuatku merintih pelan. Dia menggeram lembut, aku bisa merasakan getarannya dalam diriku. Dia bahkan belum melakukan apa-apa tapi tubuhku sudah terasa begitu panas. "Alaric," bisikku, dia meletakkan jarinya di bibirku. Kemudian dia mulai membelainya dengan jari yang sama dan aku merasa tersentak seolah sebuah sengatan listrik baru saja mengalir di antara kedua kakiku. Pinggulnya menekan pinggulku lebih dalam dan aku bisa merasakan betapa berapi-apinya dia, dan disaat yang bersamaan ada sesuatu yang terasa begitu besar. Sekilas aku sempat sedikit panik membayangkan bagaimana hal itu akan masuk kedalamku. Tapi aku ibarat seekor ngengat yang tertarik pada nyala api dan bahkan dengan pengalamanku tidak begitu banyak; aku dapat merasakan keinginan yang mendalam untuk bisa lebih dekat dengannya. Aku yakin dia bisa melihat keraguan di mataku karena dia meletakkan tangannya di pipiku lagi sebelum mulai berbicara. "Jangan khawatir Raven, aku hanya ingin menciummu," katanya dan kemudian menambahkan, "Setidaknya untuk saat ini." Dia mulai mendekatkan bibirnya ke bibirku dan keringat mulai terasa mengumpul di alisku. Aku senang dan gugup di saat yang bersamaan. Pikiranku memohon agar aku menghentikannya tapi jantungku terus berdegup kencang seirama dengan detak jantungnya. Rasanya seolah-olah kita terikat pada sebuah benang tak kasat mata, benang yang halus dan kuat. Dia bergerak lebih dekat, napasnya yang hangat menyentuh lembut bibirku dan aku mulai merasa tunduk di bawah kekuasaannya. Aku siap untuk ciumannya; untuk apapun yang ia akan lakukan padaku... Aku tiba-tiba terbangun dari tidurku dan tersadar bahwa itu semua ternyata hanyalah sebuah mimpi. Aku mendengus frustrasi pada diriku sendiri. Aku kesal karena aku baru saja bermimpi yang tidak-tidak tentang bosku, tetapi aku merasa lebih kesal lagi karena terbangun pada saat yang tidak tepat. Aku bangun untuk pergi ke kamar mandi dan melihat sebuah baju tergeletak di meja rias, di dekatnya juga terdapat beberapa sabun, sampo, dan krim perawatan kulit. Kenapa barang-barang ini tiba-tiba ada disini? Apakah Alaric yang membawa ini semua masuk kesini saat aku tertidur tadi? Lalu apakah kejadian tadi benar-benar hanya mimpi, atau sebuah kenikmatan terlarang yang nyata?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN