“Gua minta maaf, seharusnya gua bisa tahan untuk gak tidur.” Elang terus mengejar Liana begitu turun dari motor. Mereka langsung kembali ke rumah sore harinya karena Nabila sudah diizinkan pulang. Dalam perjalanan memilih untuk diam, duduk pun berjauhan. Jika Elang menggeser bokongnya ke belakang maka Liana akan mendorong ke depan sehingga tetap memberi jarak. “Wah, ada yang habis main ni sampai harus dikirim baju segala,” celetuk Rafan menyeringai. Dia tak bisa membaca situasi dan kondisi saat ini. Wajah Liana cemberut dan Elang gelisah. “Kepo,” ketus Liana melangkah ke kamar. Semua orang yang pernah merasakan malam pertama tahu tanda-tanda perempuan baru dilepas segel. Lihat saja Liana yang jalannya saja tak nyaman. “Kenapa? Bukannya enak?” Melihat mereka Rafan malah kebingungan. Per