Bab 16. (Hantu Gatot)

1083 Kata
Setelah terdiam cukup lama. Akhirnya Phiro pun menjawab pertanyaan dari Naya. Dengan nada suara yang lembut. Seperti sedang berbicara kepada kekasihnya saja. "Iya, Iro punya saudara kembar. Ia bernama Pharo. Kami bertemu saat Iro pindah kost. Pertama sih memang engga yakin, kalau kami adalah kembar. Tapi Aro menggunakan kekuatan gaibnya, untuk mendeteksi kesamaan gen kami, dan ternyata memang kami berdua kembar. Aro lalu mengajak Iro ke makam ibu kandung kami yang bernama Shinta Wulan," jelas Phiro, dengan panjang lebarnya dengan sedikit kebohongannya. Agar ibu angkatnya itu, mempercayai semua ceritanya itu. Nampak Naya tak percaya dengan cerita reka'an Phiro. Tetapi akting dan tatapan mata Phiro yang menyakinkan itu. Membuat Naya mau tak mau, harus mempercayai cerita Phiro itu. "Ibu, percaya dengan semua ceritamu itu. Tapi ada bagian yang hilang dari ceritamu itu. Yaitu di mana ayah kalian sekarang?" pertanyaan Naya kali ini, membuat Phiro harus berpikir untuk menjawabnya. "Apakah aku harus bercerita tentang ayah kepadanya? Hm ..., ini tidak boleh. Cerita ini pasti akan semakin terdengar ganjil dipikiran ibu? Aku harus menutupi jati diri ayah. Biar jati dirinya tetap menjadi misteri bagi orang lain," ujar Phiro di dalam hatinya, dengan penuh kemantapannya. "Tentang ayah kandung kami, Iro tidak tahu sama sekali. Aro tidak mau bercerita tentang ayah sama sekali kepada Iro. Aro hanya bilang, kalau ayah itu menghilang entah ke mana. Karena ayah mempelajari ilmu kebatinan, yang berhubungan dengan dunia gaib. Mungkin sifat dan sikap Aro itu sama seperti ayah. Aneh dan penuh misteri, dan suka mempelajari ilmu-ilmu gaib. Bukannya Ibu menemukan aku tepat di depan pintu kamar Ibu, saat aku bayi. Kalau hal itu dicerna dengan logika. Apa ada seseorang yang bisa masuk ke dalam rumah, tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Dan hanya meninggalkan seorang bayi. Tidak mungkinkan logika dapat menjawabnya? Disinilah hal gaib yang bicara, hanya orang-orang yang memiliki ilmu kebatinan. Yang hanya dapat melakukan hal itu," tutur Phiro, dengan panjang lebarnya. Yang membuat Naya semakin percaya dengan cerita dari Phiro itu. Yang memang pandai merangkai cerita. Karena ia adalah seorang penulis. Yang telah terbiasa membuat berbagai jenis cerita, termasuk cerita misteri. "Jadi saudara kembar mu yang bernama Pharo itu memiliki ilmu gaib? Jadi ia bisa membantu masalahku?" ucap Naya, dengan segala tanda tanya itu. "Bisa saja sih, Bu. Tapi masalahnya ia kini sedang berada di Bogor. Masih dalam masa liburan kuliah. Tapi kalau Ibu memerlukannya, aku akan memanggilnya lewat telepati atau paling tidak lewat HP," timpal Phiro, berbohong kembali. "Telepati!?" seru Naya bertanya kepada Phiro, dengan penuh kebingungannya. "Ya, kami kan kembar jadi bisa melakukan kontak batin seperti telepati," jelas Phiro, berusaha merasionalkan ceritanya itu. "Ya sudah, suruh besok ia kemari. Minta ia untuk menjelaskan masalah Ibu," ucap Naya. "Oke deh Bu, tapi sekarang Ibu sebaiknya tidur. Beberapa jam lagi subuh. Iro mengantuk sekali, Bu. Jangan takut, hantu ayah tidak mungkin datang lagi. Iro, pergi dulu ya Bu," ujar Phiro, lalu keluar dari kamar itu. Dan saat Phiro menutup pintu kamar Ibunya itu. Ia melihat bayangan putih yang berkelebat, masuk ke dalam kamarnya yang tak ia tutup pintunya. "Itukah hantu ayah? yang dulu mati bunuh diri. Dengan cara menjatuhkan diri ke dalam jurang di Laut Selatan. Saat ia ingin membunuhku?" tanya Phiro di dalam hatinya. Sambil mengingat kejadian di masa lalunya itu. Phiro lalu masuk ke dalam kamarnya. Saat ia telah ada di dalam kamarnya. Ia tidak menemukan bayangan putih, jelmaan dari hantu Gatot yang mati penasaran itu. Akan tetapi tiba-tiba saja pintu kamar itu tertutup sendiri. Tetapi Phiro tak kaget dengan kejadian ganjil itu. Baginya berurusan dengan dunia gaib, adalah hal yang biasa. Setelah ia berurusan dengan Pharo dan ayah kandungnya selama ini. Dengan perjanjian rembulan nya itu. "Aku tidak akan memanggilmu lagi ayah. Karena hubungan kita telah putus, di saat kau benar-benar ingin membunuhku. Beberapa waktu yang lalu. Lagi pula kau itu bukan ayah kandungku, jadi untuk apa kau menemui ku secara sembunyi-sembunyi. Sekarang tunjukanlah dirimu," ucap Phiro berbicara pelan, tetapi tegas. Memancing hantu Gatot untuk menampakan dirinya. Seperti mengerti perkataan Phiro itu. Hantu Gatot pun lalu muncul, tepat beberapa belas sentimeter di hadapan Phiro, yang tampak tenang menghadapi hal itu. Nampak hantu Gatot hanya diam dan terdiam. Seakan ia ingin bicara, tetapi tak mampu untuk bicara kepada Phiro. Hanya rauti wajah sedih yang menghiasi wajah pucat nya itu. Yang mungkin mewakili perasaannya saat ini. "Bicaralah, apakah kau ingin balas dendam kepadaku?" tanya Phiro, dengan tatapan ke arah Hantu Gatot. Tetapi hantu Gatot hanya diam dan menggelengkan kepalanya. "Lalu ingin mu itu apa? jangan ganggu ibu dan jangan persulit aku. Bicaralah, apa yang ingin kau sampaikan," kata Phiro kembali. Dan kali ini hantu Gatot pun tersenyum, lalu menghilang entah ke mana. Dengan seribu misterinya. Tanpa Phiro sempat mengerti, ingin berbicara apa, hantu Gatot itu. "Ternyata bicara dengan hantu itu sulit. Lebih mudah bicara dengan bangsa jin atau iblis sekalian. Sepertinya aku harus melakukan kontak telepati dengan Aro sekarang juga, untuk menyelesaikan masalah ini," ucap Phiro, lalu duduk bersila di lantai kamarnya. Matanya pun ia pejamkan, berusaha untuk berkonsentrasi. Demi menjalin telepati dengan kembaran gaibnya, yang entah sedang berada di mana saat ini. "Aro, apakah kau mendengar suaraku?" tanya Phiro, di dalam hatinya. Tak ada jawaban untuk sesaat, tapi kemudian terdengar jawaban dari Pharo. "Ya, aku dengar suaramu. Ada perlu apa kau menghubungi aku. Apakah kau sedang memerlukan bantuan ku?" timpal suara Pharo yang entah darimana asalnya itu. "Ya, aku perlu bantuan mu," timpal Phiro. "Kalau begitu, aku akan ke tempat, di mana suara hatimu berasal," sahut Pharo. "Jangan! dan dengarkan penjelasan ku ini," ujar Phiro, mencegah Pharo untuk menemuinya saat ini juga. "Baik, akan aku dengarkan semua penjelasan mu itu dengan baik. Tuan besar yang cerewet ...," jawab Pharo yang tak ditanggapi oleh Phiro. "Kau sebaiknya datang besok siang ke tempatku. Tapi ingat kau datang sebagai manusia sejati. Bukan sebagai manusia sihir, yang bisa masuk ke dalam rumahku, tanpa diketahui oleh orang lain. Apakah kau mengerti Aro?" ujar Phiro bertanya kepada Pharo. "Ya, aku mengerti dengan semua ucapan mu itu, Tuan besar yang cerewet ...! Sekarang aku ingin berpetualang terlebih dahulu bersama Saga. Sampai jumpa besok siang," ujar Pharo, mengakhiri telepati nya di antara mereka berdua. Setelah selesai melakukan telepati itu. Phiro pun lalu membuka matanya, berdiri dan melangkah menuju ke peraduannya. Lalu merebahkan tubuhnya dengan entengnya di kasurnya. "Masih terlalu pagi untuk melakukan aktifitas apa pun bagi diriku. Lebih baik aku tidur saja, hingga siang nanti aku akan terbangun," ujar Phiro di dalam hatinya. Phiro pun lalu memejamkan matanya. Berusaha untuk berinteraksi kembali dengan mimpi yang sempat terpenggal. Oleh teriakan Naya, yang membuat dirinya harus terbangun secara tiba-tiba.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN