Hanya beberapa menit, mereka pun telah tiba di atas Puncak Selenean. Mereka pun lalu menginjakan kakinya di Puncak Selenean. Yang di mana, segala penjuru Bulan dapat dilihat dari puncak itu, dengan begitu jelasnya. Bahkan Bumi pun lebih besar terlihat dari puncak itu. Gravitasi bulan yang hanya seperempat gravitasi bumi. Ternyata tak berpengaruh terhadap diri mereka berdua. Yang merupakan bagian dari bangsa iblis. Yang tak dapat terikat oleh gravitasi apa pun. Dan tidak memerlukan oksigen untuk bernapas. Tidak seperti manusia sejati, yang bila berada di Bulan. Maka diri mereka akan menjadi lebih ringan seperti kapas, hingga mereka pun dapat melayang di atas permukaan Bulan. Tetapi tanpa adanya oksigen, manusia sebagai makhluk dunia fana pastinya akan segera mati, ketika berada di Bulan.
"Sebenarnya aku malas melayani mu, Janus. Aku ini sedang memprioritaskan untuk merekonstruksi Istana Bulan Terang, yang telah hancur itu," tutur Jailan menunjuk ke arah reruntuhan Istana Bulan Terang, yang berada jauh di kaki Selenean.
"Tenang saja, aku berjanji. Setelah menentukan siapa yang lebih kuat di antara kita berdua. Aku akan membantumu untuk merekonstruksi Istana Bulan Terang," kata Janus, memberi janji kepada Jailan. Yang entah akan ditepatinya atau tidak janji itu nanti. Hanya waktulah yang akan menjawabnya.
Janus lalu mengarahkan tangan kanannya ke arah Jailan. Dari tangan kanannya, keluarlah kilatan petir yang terus menerus. Yang mengarah ke arah Jailan. Yang menahan dengan kedua tangannya, yang mengeluarkan cahaya perak yang membuat perisai pelindung bagi dirinya.
Lama dengan keadaan seperti itu. Jailan pun merasa jenuh. Hingga ia pun melepaskan perisai pelindungnya ke langit. Hingga terjadilah ledakan cahaya. Hingga membuat langit Bulan menjadi terang benderang selama beberapa menit. Sebelum akhirnya langit bulan pun kembali pada keadaan semula. Gelap gulita, bila dibandingkan dengan langit malam Bumi.
Setelah melakukan hal itu, Jailan pun maju menyerang Janus secara fisik. Ia melompat dan menendang d**a Janus hingga ia pun terhuyung ke belakang. Dan hampir jatuh dari Puncak Selenean. Di saat seperti itulah, Jailan merasakan adanya penyusup. Yang memasuki teritorial kekuasaannya itu. Yang sedang menuju reruntuhan Istana Bulan Terang.
"Janus, lebih baik akhiri saja sampai di sini pertarungan kita ini. Anggap saja, kau yang menang dan lebih kuat daripada diriku ini. Aku akan kembali ke reruntuhan Istana Bulan Terang. Aku merasakan adanya penyusup, yang sedang menuju ke sana?" ujar Jailan, lalu terbang menuju ke arah reruntuhan Istana Bulan Terang dengan kecepatan tinggi. Tempat semula ia berada, sebelum ia naik ke Puncak Selenean.
"Jai! aku tidak ingin dengan hanya pernyataan mu itu saja. Aku ingin kemenangan ku, bukanlah hanyalah sebuah pernyataan darimu saja. Tapi aku ingin kemenangan yang pasti, di mana aku dapat mengalahkan mu ...!" teriak Janus, lalu terbang menuju ke arah reruntuhan Istana Bulan Terang, dengan kecepatan kilatnya. Di mana Jailan telah tiba terlebih dahulu.
Jailan nampak menatap ke arah bagian belakang Bulan, yang tak pernah terlihat dari Bumi sejak pembentukannya. Firasatnya mengatakan, sebentar lagi penyusup itu akan datang.
"Kau jangan mencari alasan Jai! Aku ingin kita lanjutkan penentuan itu," ucap Janus saat tiba di belakang Jailan.
"Rupanya rasa sensitif mu telah tumpul. Karena keserakahan mu itu. Lihatlah dari bagian gelap Bulan, ada makhluk yang sedang menuju kemari," tunjuk Jailan ke arah bagian gelap Bulan.
Janus melihat adanya angin hitam yang sedang menuju ke arah mereka berdua, dengan kecepatan sedang.
"Siapakah gerangan dirinya? tapi yang pasti ia berasal dari kegelapan Bulan ...," ujar Janus, dengan tatapan ke arah angin hitam itu.
"Mungkin, ia adalah anggota dari Kerajaan Bulan Gelap, yang masih eksis hingga saat ini. Atau malah pelarian dari Istana Bulan Terang. Yang melarikan diri ke Bulan Gelap. Saat Bulan Terang di serang. Yang ingin kembali ke Bulan Perak, setelah mengetahui aku telah kembali. Atau jangan-jangan, ia Kakakku yang dibuang ke Bulan Gelap," ujar Jailan, berusaha memprediksi siapa penyusup itu. Dengan segala spekulasinya itu. Hingga membuat dirinya menjadi bingung sendiri.
"Terlalu banyak kemungkinan dari ucapan mu itu. Dan yang paling tidak mungkin adalah kakakmu, yang masih hidup. Tidak mungkin anggota Kerajaan Bulan Gelap, membiarkannya hidup dan tinggal di wilayah mereka. Bukannya dinasti kalian adalah musuh bebuyutan. Sejak leluhur kalian membagi kerajaan Bulan menjadi 2 bagian. Bulan Terang diberikan kepada anak yang menganut aliran putih. Dan Bulan Gelap diberikan kepada anak yang menganut aliran hitam," ujar Janus dengan panjang lebarnya itu. Bercerita singkat tentang sejarah Kerajaan Bulan Terang dan Bulan Gelap.
"Kau itu hanya tahu sejarah Bulan, dari buku sejarah iblis. Tapi kau itu tidak tahu akar dari permasalahan di Bulan, yang sebenarnya. Yang mungkin luput dari sejarah dunia iblis," timpal Jailan, dengan ketusnya terhadap Janus.
"Dan kau tak mengetahui akan hal itu sama sekali ...," lanjut Jailan yang membuat Janus terdiam seribu kata.
Karena Jailan bicara tentang kebenaran Bulan. Yang hanya diketahui oleh penghuninya saja.
Nampak angin hitam itu semakin mendekati mereka berdua. Dan akhirnya tiba di hadapan mereka berdua, lalu merubah dirinya. Menjadi wujud aslinya, yang berwujud seorang gadis muda berwajah cantik. Dengan rambut sebahu, berponi di bentuk bulan sabit di keningnya. Pakaiannya didominasi oleh warna hitam. Bajunya tanpa lengan, dengan rok di atas dengkulnya. Yang dibalut oleh stoking hitam hingga mata kaki. Yang dipadu dengan sepatu kets yang berhak tinggi.
Jailan nampak terkejut dengan kehadiran gadis muda itu. Karena ia sangat mengenal gadis itu. Gadis yang merupakan anak dari pamannya, Raja Bulan Gelap yang masih berkuasa hingga saat ini.
"Nirinda! kau Nirinda?" tanya Jailan, dengan penuh ketidakpercayaannya, ketika melihat gadis itu.
Nampak gadis yang bernama Nirinda itu tersenyum ke arah Jailan, tetapi tidak kepada Janus. Yang tidak ia kenal dengan wajah kutukannya itu.
"Ya, ini aku Jai. Sudah lebih dari 5 ribu tahun kita tidak berjumpa. Ternyata kita masih dapat berjumpa hari ini. Aku tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi," sahut Nirinda, lalu mendekati Jailan dan memeluknya hingga mereka pun terlarut dalam kerinduan mereka berdua. Yang membuat Janus iri hati. Melihat kehangatan dua makhluk bulan itu.
"Gadis cantik ini, rupanya bernama Nirinda," ujar Janus di dalam hatinya.
"Nirinda, pasti kau putri dari Raja Bulan Gelap kan?" tanya Janus, dengan sok akrabnya, dengan tangan kanan menyentuh bahu Nirinda. Hingga membuat Nirinda murka.
Puteri Bulan Gelap itu, langsung saja menendang perut Janus dengan begitu kerasnya. Hingga membuat Janus terhuyung dibuatnya.
"Jangan sok akrab, buruk rupa!" sahut, Nirinda dengan ketusnya. Setelah melepaskan peluknya kepada Jailan. Dan menatap Janus dengan ganasnya.
"Kau galak sekali, tapi aku suka dengan gadis yang galak seperti dirimu. Dan asal kau tahu, wajah burukku ini adalah wajah kutukan, bukan wajah asliku," sahut Janus, sambil mengelus wajah buruknya itu, dengan penuh kelembutannya.
"Itu tidak penting bagiku!" timpal Nirinda dengan ketusnya.
"Sudahlah Rinda, jangan urusin dirinya. Ada apa kau kemari?" tanya Jailan kepada Nirinda.
"Aku dikejar-kejar para kesatria Bulan Gelap, hingga aku pun harus berlari hingga kemari. Dengan Bumi sebagai tujuan akhirku," timpal Nirinda.
"Pasti ada sebabnya, para Kesatria Bulan Gelap itu mengejar mu?" tanya Jailan kembali.
"Ya, aku ingin pergi dari Bulan Gelap. Dengan tujuan menemui mu di Bumi. Yang merupakan tempat terlarang bagi keluarga Bulan Gelap, untuk menginjakan kakinya di sana," tunjuk Nirinda ke arah Bumi.
"Jadi kau rindu dengan diriku?" tanya Jailan dengan nada suara yang menggoda.
"Ya, salah satunya itu .... Tapi aku ingin keluar dari Bulan Gelap, yang sangat membosankan itu. Yang lama-lama bisa membuat aku gila. Dan aku juga membaca tentang Bumi yang indah. Dan dipenuhi oleh kehidupan dari makhluk dimensi tingkat satu," tutur Nirinda. Sambil membayangkan keadaan Bumi melalui buku yang ia bacanya. Hingga ia pun terobsesi ingin mengunjungi Bumi, walaupun hanya sekali saja di dalam hidup panjangnya itu.