Sebenarnya Vala juga tak ingin bersikap seperti ini hanya saja dirinya tak bisa menahan air mata yang bisa kapan saja jatuh dan menghancurkan dirinya dihadapan orang yang sangat ia sayangi dan gadis itu mengerti jika hatinya merasa cemburu akan perhatian Hisyam pada arwah itu.
"Semakin gue bertahan kenapa harus semakin sesakit ini ya hati gue? Gue tau dia emang baik ke semua orang! Itu hak dia cuma haruskah ia mengatakan hal yang membuat gue terluka kayak gini ya? Gue gak pernah nuntut dia untuk ini itu dan akhirnya? Ucapan dia kali ini bener-bener kebangetan sih ... apa belum cukup semua rasa sakit ini ya? Parah ya ...," lirih Vala sendu.
Hisyam yang baru pertama kali melihat gadis itu sedingin ini membuatnya mengerutkan dahinya bingung karena seingat dirinya, Vala tak pernah diam dan pergi begitu saja seperti ini dan kali ini ia terlihat seperti bukan Vala yang Hisyam kenal selama ini.
"Itu anak ngapa dah? PMS? Gak biasanya dia pergi gitu aja apalagi sampe gak ngomong apa-apa? Kayak bukan dirinya aja, tapi biasanya kalo dia kayak gini itu artinya gue ada salah sama Vala ... salah? Gue salah apaan dah? Toh gue gak maksud gimana-gimana sama dia terus kenapa dia begini ya? Apa salah makan ya dia? Bingung amat dah ...," gumam Hisyam bingung.
Sementara Yocelyn yang mengerti bagaimana perasaan gadis yang terlihat sangat menyayangi tuannya membuat gadis itu mengingatkan Hisyam untuk lebih menjaga ucapannya dan lebih baik mereka pulang sekarang karena sudah waktunya untuk pemuda itu beristirahat di rumah.
"Lain kali anda harus lebih bisa menjaga ucapan anda karena kali ini ucapan anda memang jelas keterlaluan dan sekarang sudah terlalu malam untuk berdiam di sini jadi sebaiknya anda pulang saja sekarang toh tak ada yang bisa anda lakukan di tempat ini Hisyam ...," ucap Yocelyn serius.
Dalam diam Hisyam perlu mendengar kejelasan dari apa yang terjadi pada rekan kerjanya, tetapi sudah pasti untuk saat ini dirinya tak akan mau menemuinya dan Hisyam akui jika memang apa yang diucapkannya mungkin sudah cukup keterlaluan.
"Ya ampun Hisyam ... kenapa sih mulut lu kagak bisa direm? Kenapa lu harus bikin sedih anak orang dah? Cuma gimana udah kejadian juga, ya walaupun dibalik ini semua rasanya gue perlu ngeliat gimana keadaan dia? Aduh aturan gue lebih bisa jaga lisan gue," batin Hisyam khawatir.
Jadi dengan perasaan yang tak enak hati dan rasa campur aduk yang membuat Hisyam mau tidak mau menjalankan mobilnya karena mungkin memang saat ini Vala membutuhkan waktu untuk menenangkan dirinya sendiri.
Namun ada perasaan yang tak bisa Hisyam tutupi jika dirinya khawatir dengan keadaannya yang pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun sedangkan Yocelyn yang juga merasakan perasaan yang sama karena ia tak bisa membohongi rasa cemburu yang seakan membakar hatinya saat melihat guratan kekhawatiran dari pemuda yang selalu terlihat tampan itu.
"Kata tidak mungkin emang udah terlihat jelas di depan mata saya, tetapi harus banget ya saya melihat hal yang menyakitkan ini? Tidak cukupkah dengan semua rasa sakit yang hadir dalam langkah saya buat demi melindunginya? Ah sudahlah toh ini salah karena mencintai tuan yang sudah jelas beda dunia dan tak akan bisa berakhir bahagia! Menyedihkan," batin Yocelyn sendu.
Lagi dan lagi seketika suasana mobil kembali menjadi hening dan Hisyam tidak mengerti harus membahas apa sebab dirinya menyadari jika saat ini pikirannya sedang campur aduk bahkan ia terlihat serius dengan jalanan yang terlihat senggang ini.
Sejujurnya Hisyam tak ingin memikirkan hal merepotkan seperti ini, tetapi entah mengapa ia tak bisa berhenti untuk mengkhawatirkan gadis cantik itu meskipun ada perasaan dimana hatinya terasa seperti terbagi menjadi dua sisi yang semakin menekan hatinya.
"Ya ampun, Hisyam! Kenapa sih lu gak bisa jaga ucapan lu yang kebiasaan kagak pernah di rem? Harusnya lu tuh bisa jaga perasaan Vala! Gimanapun juga dia itu cewek dan wajar kalo dia itu marah atau tersinggung sama ucapan lu! Sekarang lu nyeselkan! Kebangetan banget sih lu jadi cowok! Kenapa lu harus ngecewain orang yang selalu sabar lu, Syam ...," gumam Hisyam sendu.
Dalam diam Yocelyn dan arwah yang kini menatap jalanan, jelas sangat mendengar apa yang di katakan Hisyam walaupun pemuda itu hanya bergumam-gumam saja dan mungkin Hisyam tak bermaksud untuk mengatakannya seperti ini.
Hanya saja arwah itu dan Yocelyn tidak ingin menyahuti ucapan yang mungkin akan membuat salah paham diantara mereka, beruntung mereka bertiga akhirnya sampai juga di apartemen milik Hisyam lalu tanpa berlama-lama lagi pemuda itu mempercepat langkahnya untuk istirahat dengan nyaman di sana.
Namun sayangnya belum juga pemuda itu sampai di kasur nyamannya, tiba-tiba di depan pintu apartemennya sudah ada ayah dan ibunya yang memarahinya karena membuat mereka berdua harus menunggu sejak beberapa menit lalu.
"Bagus ya, Hisyam? Bukannya langsung pulang ke rumah kamu malah pergi keluyuran gak jelas! Kamu pikir nungguin orang itu enak, Syam? Dosa kamu tuh ngebuat orang tua nunggu kayak gini!! Aturan sebagai anak itu kamu mikirin keadaan orang tua tuh?!" omel ayah Hisyam marah.
"Udah larut malam begini kamu malah keluyuran seenaknya! Gini nih kalo kamu dikasih sedikit aja kebebasan langsung bersikap semaunya sampe gak nanyain orang tua yang khawatir sama kamu! Eh orang yang dikhawatirin malah bikin orang nunggu begini?!" murka ibu Hisyam kesal.
Pemuda itu hanya bisa menyahutinya dengan santai karena mau bagaimana juga ia selalu saja salah meskipun dirinya tidak melakukan apapun lagipula orang tua Hisyam tidak mengatakan apapun perihal ingin mengunjungi dirinya, tetapi sudahlah toh pemuda itu memang tidak pernah dinilai benar sedikitpun.
"Keluyuran? Aku bahkan baru balik dari kantor bu, yah ... lagipula ayah sama ibu gak bilang apa-apa kalo mau ngunjungin aku? Ibu bilang kebebasan? Bukannya aku ini emang diasingkan dari keluarga ya bu? Dikhawatirin? Palingan ayah sama ibu mendengar kabar tidak benar perihal aku terus datang ke sini untuk menyalahkan aku kan? Udah biasa begitukan," sahut Hisyam santai.
Bukannya pelukan atau kabar yang Hisyam dapatkan, pemuda itu justru di tampar hanya karena Hisyam berusaha menegarkan hatinya yang selalu dipatahkan oleh orang yang seharusnya melindungi dirinya dan Hisyam sangat sadar jika dirinya tak bisa berbuat banyak di sini.
"Nahkan benar? Aku yang tidak melakukan apapun akan selalu diperlakukan seperti ini? Apa salah aku bu, yah? Pernah gak sih kalian mikirin gimana perasaan aku? Gimana rasanya aku yang cuma tinggal sendirian? Aku yang gak pernah ditanya sekalipun? Padahal aku gak pernah nuntut ataupun minta banyak hal sama ayah dan ibu? Tapi aku yang diginiin," lirih Hisyam datar.
Sayangnya apa yang pemuda itu katakan justru seakan tidak didengar oleh ayah dan ibunya lalu mereka berdua lebih mementingkan apa yang ingin mereka katakan daripada menanyakan hal apa saja yang dilalui oleh Hisyam selama ini.
"Kamu itu harusnya berpikir dewasa Hisyam! Kami kan sudah bilang jangan buat malu kami, tapi kenapa masih saja kamu membuat malu keluargamu sendiri! Kenapa adikmu justru dihina-hina kalo dia itu adik monster! Dia nangis karena dibilang kutukan seri ke2?!" ujar ayah Hisyam datar.
"Harusnya tuh kamu jangan libatkan keluargamu! Jangan buat kami malu karena memiliki anak seperti kamu, Hisyam! Bisa gak sih kamu tuh jadi kakak itu tuh tau diri! Kalo kamu gak bisa buat kami bangga yaudah kamu gak perlu buat kami menanggung malu kayak gini! Kamu ngertikan maksud kami? Apa kamu perlu kami pindahkan ke luar negeri sekalian," ucap ibu Hisyam serius.
Lalu dengan perasaan yang memang sudah hancur tak berbentuk membuat Hisyam hanya bisa mengiyakan saja apa yang diinginkan kedua orang tuanya dan benar saja tak lama ayah dan ibu Hisyam berlalu dari sana tanpa memandang putra mereka sedikitpun.
"Jadi karena itu ya ... baiklah, Hisyam gak akan buat kalian malu lagi kok! Maaf karena Hisyam gak pernah banggain kalian bu, yah! Kalau begitu ke depannya Hisyam gak akan bikin kalian malu lagi! Apa ayah sama ibu udah seneng dengernya? Udah cukup begini," tutur Hisyam pasrah.
Hisyam yang melihat kepergian ayah dan ibunya secepat ini membuat hatinya semakin merasa rasa sakit yang belum sembuh, tetapi sudah disayat kembali dan parahnya Hisyam tidak bisa menyalahkan orang yang telah menjadi alasan dirinya hadir dibumi ini dan membesarkannya dengan kata kasih sayang yang ah sudahlah.
"Demi adik mereka menyalahkan aku, padahal hinaan yang aku terima lebih besar dan orang-orang yang menghina adik justru tidak aku kenal dan juga aku tidak bisa membuat orang lain untuk tidak menjudge orang lain seenaknya, lalu kesalahan ini adalah salahku juga begitu? Aku lagi yang harus bertanggung jawab diatas kesalahan orang lainnya? Begitu," lirih Hisyam sendu.
Lagi-lagi Yocelyn dan arwah itu hanya merasa kasihan dengan apa yang harus ia rasakan dalam diam, tetapi tak lama Hisyam memilih untuk mengabaikan perilaku kedua orangnya lalu langkah besarnya mulai menelusuri apartemen yang selalu terasa sepi baginya.
"Percuma, Syam! Percuma lu mempertanyakan hal yang udah jelas gak bisa lu ubah ... percuma lu nyalahin diri lu kalo lu sendiri aja tau apa yang bisa lu lakuin dan apa yang gak bisa lu lakuin kan! Mereka ngasih gue tempat tinggal, tapi gue selalu ngerasa tertinggal di sini! Gue ngerasa sepi dan gue gak tau makna rumah sebenernya itu gimana! Kasihan ya," gumam Hisyam datar.
Dengan cepat pemuda itu menghilangkan dahaganya dengan meminum segelas air dingin lalu tak lama ia terduduk dengan wajah yang ia tenggelamkan dalam lengannya, bohong jika dirinya bilang bahwa ia baik-baik saja sebab nyatanya perasaan Hisyam terasa kacau saat ini.
Melihat hal ini membuat arwah itu berusaha untuk menghibur orang baik yang mau membantu dirinya, tetapi Yocelyn menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai tanda agar arwah itu jangan ikut campur dalam masalah pemuda itu.
"Kadang hidup memang tak selalu tentang kebahagiaan, tapi bukan berarti kamu harus terlihat seperti orang yang kalah dalam berperang juga! Kamu diuji seperti ini karena kamu pasti kuat untuk melalui ini semua, Hisyam! Jadi seharusnya kamu itu tidak ...," ujar arwah itu terhenti.
Benar saja Hisyam meminta mereka berdua untuk meninggalkan dirinya sendirian karena saat ini pemuda itu hanya ingin menenangkan hatinya, mendengar hal ini membuat Yocelyn dan atma itu berlalu dari sana meninggalkan Hisyam yang menenggelamkan hatinya yang kacau.
"Seharusnya kamu tak perlu mengatakan apapun karena saat ini aku tidak butuh ucapan manis atau omong kosong belaka jadi sebaiknya kamu ingat kembali masa lalumu dan jangan ganggu orang yang sedang ingin sendiri karena aku tidak membutuh ucapanmu," sahut Hisyam dingin.
Dalam diam pemuda itu sudah sangat sering berada di titik depresi seperti ini, semenjak dirinya dinyatakan memiliki kemampuan yang persis dengan alm. Kakeknya maka sejak hari itu Hisyam selalu dijauhi bahkan dibuang oleh keluarganya sendiri.
Padahal yang diinginkan oleh Hisyam hanyalah sebuah dukungan dan kekuatan agar hatinya tak lagi merasa sendirian seperti ini, tetapi sayangnya yang ia dapatkan hanyalah ucapan yang tidak mengenakan hatinya dan rasa hampa yang memenuhi hatinya.
"Aku gak pernah minta terlahir dengan keadaan yang seperti apa, tapi kenapa orang lain malah menuntut aku harus bersikap ini dan itu? Aku hanya membutuhkan dukungan di setiap langkah yang aku lalui bukan penilaian yang seperti ini, haruskah aku dinilai serendah ini hanya karena aku tak sama dengan yang lainnya? Tak bisakah kebahagian datang padaku," lirih Hisyam dingin.
Di saat pemuda itu tenggelam dalam rasa sakit yang entah hadir di saat seperti ini, di lain rumah justru memiliki suasana yang berbeda jauh. Ya! Di rumah Vala justru terlihat begitu hangat, tapi Vala justru menyukai keheningan di dalam kamarnya.
Sayangnya keheningan yang dirasakan Vala tidak bertahan lama karena tiba-tiba dirinya merasa kaget saat melihat Yocelyn dan arwah gadis yang ingin dibantu oleh Hisyam, untuk beberapa menit membuat Vala merasa heran sekaligus bingung disaat yang bersamaan.
"Astagfirullah! Ya ampun kalian bikin kaget aja? Kalian kenapa bisa ada di rumah aku? Ada apa? Apakah ada sesuatu yang terjadi dengan kalian dan Hisyam sampai-sampai kalian datang ke rumah aku? Di sana baik-baik saja bukan? Atau ada masalah ya di sana?" tanya Vala bingung.
Sebenarnya Yocelyn dan arwah itu tidak bermaksud mengganggu Vala yang mungkin masih agak kesal dengan Hisyam, hanya saja mereka khawatir jika pemuda itu sendirian maka dirinya mungkin akan kembali depresi dan membahayakan nyawa sendiri.
"Maaf jika kami mengganggu waktu istirahatmu, tetapi kami khawatir dengan keadaan Hisyam yang terlihat begitu terpukul setelah ayah dan ibunya menampar dan memarahinya sampai ia meminta untuk dibiarkan sendiri sedangkan pemuda itu memiliki riwayat depresi yang serius jika sampai dibiarkan seperti ini, Vala! Tolong bantu kami hibur dia ya Vala," tutur Yocelyn serius.
"Tolong bantu pemuda itu agar melupakan kesedihan dan perasan yang bisa saja membuatnya berpikir untuk membahayakan nyawanya sendiri nona! Bagaimanapun juga titik berbahaya dari manusia adalah saat mereka terpukul dan cemburu dengan hidup mereka yang kadang terasa tak adil dibandingkan hidup orang lainnya yang terlihat begitu nyaman," ujar arwah itu khawatir.
| Bersambung |