Malam semakin larut. Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Nara sedang berbaring diatas tempat tidurnya seraya memain-mainkan tombol on/off pada lampu tidurnya.
Matanya terlihat sembab dengan air mata yang masih terus menetes dari kedua sudut matanya. Setelah pulang dari restaurant tempatnya bekerja, gadis itu segera kembali ke kamar kost yang letaknya tak jauh dari gedung Darres Hotel.
Sebuah bangunan berlantai dua, berjumlah dua puluh kamar ini sudah di tempati Nara sejak dua tahun yang lalu. Gadis, dalam kamar bernomor 12 itu kembali terdengar terisak, dengan wajah yang ditutupi oleh sebuah boneka singa besar, pemberian dari almarhum sang ayah.
Pria yang dipercayainya selama lima tahun itu, ternyata bukan yang terbaik untuknya. Nara sudah tak ingin mempercayai lelaki manapun lagi. Perasaannya sudah membeku dengan rasa sakit yang diberikan Victor padanya.
Ponsel yang sedari tadi bergetar pun, tak dihiraukan oleh gadis itu. Ia memilih membiarkannya terus bergetar, karena ia tahu, jika yang menghubunginya tak lain adalah Victor.
"Lo bener-bener kaya lilin, Victor. Setelah berhasil menerangin hidup gue yang sempat gelap, perlahan meleleh, dan akhirnya cahaya itu padam," gumamnya dengan suara lirih.
Tok, tok, tok.
Suara ketukan yang cukup keras membuyarkan lamunan Nara. Wanita itu menoleh kebelakang, dan melihat jam pada dindingnya sudah menunjukkan pukul dua dini hari.
Nara mengerutkan dahinya. Ia berusaha tak bersuara sedikit pun, dan turun dari tempat tidurnya. Dengan perlahan-lahan, wanita itu berjalan menghampiri pintu, dan mengintip dari sebuah lubang kecil yang berada di tengah pintu, lalu melihat seorang wanita berjaket hoodie, sedang berdiri di depan pintu dan kembali mengetuk pintu.
Nara menghembuskan napas lega, lalu memutar kenop pintu dan membukanya. Wanita berkacamata bulat itu seketika tersenyum manis saat melihat Nara.
"DarresMart yuk?" ajak wanita itu.
"Tapi muka gue lagi kaya gini," sahut Nara lirih.
"Cuci muka gih! Gue laper. Kita beli cemilan malam," usulnya.
Nara yang tak dapat menolak ajakan Reysa, yang tak lain adalah asisten koki di restaurant tempatnya bekerja, hanya mengangguk dan bergegas ke kamar mandi untuk sekedar mencuci wajah.
Setelah selesai, Nara meraih sweater berhoodie kebesaran yang berwarna dusty pink di atas rak jemurannya, lalu segera keluar dari dalam kamar kost.
Reysa tersenyum, dan mengaitkan lengannya pada lengan Nara seraya berjalan beriringan turun dari lantai dua, bangunan kost-kost-an yang mereka tempati.
Ya ....
Reysa dan Nara tinggal di bangunan kost yang sama. Hanya terhalang empat kamar antara kamar Reysa dan Nara. Tak jarang, Reysa menginap di kamar Nara, begitupun sebaliknya.
Minimarket, yang letaknya tepat di pinggir jalan utama tersebut telihat cukup sepi malam ini. Hanya membutuhkan waktu kurang lebih lima menit dengan berjalan kaki, mereka berdua sudah tiba di DarresMart.
Nara mendorong handle pintu kaca minimarket tersebut lalu berjalan masuk, diikuti Reysa yang mengekor dibelakangnya.
Wanita berkacamata itu mengambil sebuah kantung belanjaan dan mulai memilih beberapa snack ringan untuk cemilannya di kost-an. Sedangkan Nara, berdiri di depan sebuah cermin dan memperhatikan matanya yang terlihat sangat sembab. Wanita itu memejamkan matanya berkali-kali, berharap mata sembabnya segera hilang.
"Percuma, lo tutup buka kelopak mata! Mata sembab, ya sembab aja." Omel Reysa.
"Gue bener-bener nyesel kenal sama Victor, Kak!" ujar Nara dengan lirih.
"Lo pasti bertemu orang yang salah, sebelum bertemu orang yang benar untuk hidup lo. Anggap semua itu jalan dari Tuhan, agar jodoh lo yang sebenarnya segera datang," ujar Reysa bernasihat. Wanita itu membuka lemari pendingin, dan mengambil beberapa kaleng bir dan minuman bersoda lainnya seraya memasukkannya ke dalam keranjang belanjaan.
Nara termenung mendengar perkataan temannya itu. Rasa sakit yang sedang dirasakannya itu, malah terasa semakin sakit, saat ia kembali teringat tubuh wanita tak berbusana yang sedang ditiduri Victor dalam kamar hotel kemarin.
Satu helaan kembali terlepas begitu saja. Nara berjalan menghampiri Reysa dan ikut mengambil beberapa kaleng bir tanpa alkohol tersebut kedalam keranjang dan mengambil lima bungkus rumput laut kering, cemilan favoritenya kala dia merasa sedih.
Setelah selesai, mereka berdua berjalan menghampiri kasir.
"Gue tunggu di luar iya Kak," ujar Nara seraya menutup kepalanya dengan hoodie dan berjalan keluar dari mini market.
Gadis itu menarik kursi dari balik meja bundar kecil, dan duduk diatasnya. Hanya selang beberapa menit, Reysa pun keluar dengan menjinjing kantung plastik belanjaan mereka dan menaruhnya diatas meja, mengeluarkan dua bir tanpa alkohol yang mereka beli lalu membukanya.
Nara menaikkan kakinya dan duduk bersila diatas kursi seraya menenggak bir dari kalengnya.
"Si Es?" gumam Reysa saat pandangannya jatuh pada proa yang sedang berjalan dibelakang Nara, menuju DarresMart.
Nara yang masih meminum bir tersebut, memutar kepalanya kebelakang dan mendapati Arion sedang berjalan sendirian. Dengan cepat, Nara kembali berbalik kedepan dan menarik hoodie di kepalanya hingga menutupi wajahnya.
Beruntungnya, pria itu sangat fokus berjalan dan tak menoleh atau pun memperhatikan orang-orang disekelilingnya, lalu segera masuk kedalam minimarket.
Terdengar helaan napas lega dari Nara dan Reysa bersamaan, hingga saat mereka menyadarinya, kedua wanita itu terkekeh geli.
"Duda keren. Ganteng banget sih dia," gumam Reysa yang kini sedang memandang ke dalam minimarket melalui kaca bening, melihat Arion yang sedang mengambil beberapa minuman kaleng, dan air mineral dalam lemari pendingin.
Nara nampak tak peduli, memilih membuka bungkus rumput laut keringnya, lalu memakan cemilan tersebut. Hanya selang beberapa menit, Reysa kembali menatap Nara dengan mata membulat.
"Eh ... dia keluar!" gumam Reysa.
Kedua wanita itu kembali menarik hoodie jaket mereka hingga menutupi wajah seraya menunduk, dengan mata melirik tipis, melihat Arion yang sudah berjalan cukup jauh.
"Gila iya dia, dari hotel ke minimarket kan jauh kalau jalan kaki kaya gitu. Lagian, di hotel kan juga ada minimarket," ucap Nara.
"Dia kan emang sering olahraga malam. Biasanya dia lari malam dari hotel sampai sini." Timpal Reysa.
Nara hanya menganggukkan kepalanya. Tepat saat mereka meneguk kembali bir kaleng tersebut, terdengar suara rem dari beberapa mobil yang cukup keras, dan tak begitu lama terdengar bunyi suara klakson panjang.
Brak.
Susulan bunyi benda saling bertabrakan semakin mengalihkan perhatian Nara, Reysa, bahkan orang-orang yang masih terjaga dalam gedung-gedung disekitar sana.
Nara menatap Reysa sesaat dan segera berlari menuju asal suara. Saat Nara berbelok ke kanan dari perempatan tersebut, empat mobil terlihat saling bertabrakan. Para korban yang terjebak di dalam mobil, beberapa terlihat tak sadarkan diri, dengan luka dikepala yang terlihat cukup serius.
Darah segar memenuhi wajah mereka, ada juga yang berteriak meminta tolong. Beberapa orang dari mobil yang sempat mengerem dan selamat dari tabrakan beruntun tersebut segera memanggil bantuan dengan menghubungi nomor darurat.
Sedangkan fokus Nara, tiba-tiba teralihkan pada sosok pria tinggi yang sedang menjinjing plastik belanjaan, berdiri mematung dengan mata yang membelalak.
"Onion?" gumam Nara.
Wanita itu berjalan mendekat, dan memperhatikan Arion yang terdiam dan bahkan tak menyadari kedatangan Nara yang kini berdiri disampingnya.
Pria itu tercekat dan mulai kesulitan bernapas. Plastik belanjaannya pun tiba-tiba terjatuh begitu saja. Arion, memukul dadanya berkali-kali, untuk mengingatkan dirinya sendiri, bagaimana caranya bernapas. Wajahnya memerah, bukir keringat sebesar biji jagung pun berjatuhan di keningnya, hingga pria itu tak kuasa menahannya dan jatuh terduduk di atas jalanan.
Bayangan kecelakaan itu kembali menyeruak dalam ingatannya. Saat truk pengangkut itu menabrak mobil pengantin yang di kendarainya, lalu saat wajah almarhum istrinya yang di penuhi darah, kini kembali menghantui pikiran Arion.
Nara yang melihat keadaan Arion seperti itu, segera mendekat dan setengah berlutut untuk menyadarkan pria itu.
"Pak, tarik napas!" ucap Nara seraya memegang kedua sisi wajah Arion yang semakin memerah.
Nara tiba-tiba menarik Arion dan mendekapnya, seraya mengusap lembut punggung pria itu.
Dan saat itu juga, Arion menarik napas dalam-dalam dan berhasil bernapas kembali dengan baik. Pria itu tanpa sadar membalas pelukan Nara sangat erat, dan menenggelamkan wajahnya pada lekuk leher Nara. Menghirup dalam-dalam aroma papermint dari tubuh Nara, yang membuat Arion mulai tenang.
Tak ada percakapan apapun dari mereka berdua. Hanya saling berpelukan ditengah para petugas dari tim penyelamatan, yang terlihat berlarian dan mulai mengevakuasi satu persatu korban.
Tanpa mereka sadari, dari dalam salah satu mobil mewah, seorang wanita yang sudah tua memperhatikan, apa yang baru saja terjadi antara Arion dan Nara.
"Bagas, bisa kau cari tahu siapa gadis yang menolong cucuku itu? Aku bahkan kesulitan jika trauma Arion mulai kembali, tapi gadis itu dengan mudahnya menangani trauma cucuku," ujar Nyonya Bella.
Pria berpakaian setelan jas lengkap, yang duduk di balik kemudi menganggukkan kepalanya.
"Baik Nyonya besar, saya akan mencari tahu." Jawabnya dengan tegas.
***