Lima belas

1008 Kata
Disebuah taman pinggir kota, yang cukup ramai karena banyak anak kecil yang bermain disana ditemani oleh orang tuanya. Disini Damian berjanjian dengan seseorang. Ia sudah sangat geram ingin menghantam apa saja untuk saat ini. Ditangannya sudah ada paper bag hitam, persis yang Derril bawa keruangannya tadi siang. "Hai, Damian." Sedikit basa basi Valleri duduk di kursi taman, di samping Damian. Ia tersenyum cerah ketika matanya melihat Damian membawa paper bag pemberiannya. Pasti laki-laki itu ingin mengucapkan terimakasih yang sangat manis, ah ia tidak sabar untuk mendengarnya. "Ah iya, Damian. Sama-sama, kamu tidak perlu-" ucapan Valleri yang begitu bersemangat langsung dipotong oleh suara berat Damian. "Tidak, jangan terlalu percaya diri." Damian membuka paper bagnya dan mengeluarkan jam tangan beserta sebuah surat. Damian membanting jam tangan itu sehingga pecah, membuat Valleri terkejut dibuatnya. "Dan untuk ini," Damian mengangkat surat itu dihadapan Valleri. "Sangat murahan." Ucapnya sambil merobek surat itu menjadi beberapa bagian sebelum akhirnya ia masukkan kembali kedalam paper bag bersama jam tangan yang sudah pecah. "DAMIAN KAMU JAHAT!" Teriak Valleri yang sudah menahan untuk tidak menangis. Ia tidak masalah dengan Damian yang memecahkan jam pemberiannya, ia bisa beli lagi bahkan lebih dari satu. Tapi perlakuan Damian saat ini membuat dirinya sakit hati. Damian menatap tajam Valleri. "Bahkan lebih jahat kamu daripada saya, dasar ular. Dari dulu tidak pernah berubah. Ini hadiahnya saya kembalikan." Ucapnya sambil pergi meninggalkan Valleri yang sudah mulai terisak. "Akan ku pastikan suatu saat nanti kamu berlutut memohon maaf kepadaku, Mian." Damian mendengus kesal. Ia sangat tidak habis pikir dengan kelakuan Valleri. Sangat tidak sopan. Dulu dia kemana saat dirinya membutuhkan seseorang untuk bersandar? Valleri, gadis yang menyia-nyiakan ketulusannya. Sore itu sepulang kerja, Damian pergi ke toko bunga untuk membeli sebuket bunga mawar untuk gadis tercintanya. Hari ini adalah hari kesatu tahun hubungan mereka atau yang lebih dikenal sebagai anniversary day. Seperti kebanyakan orang, Damian sangat senang bisa berhubungan selama ini dengan seorang gadis. Dibangku belakang pengemudi sudah ada sebuket bunga dan tentunya sekotak coklat untuk ia berikan pada gadisnya, Valleri Victoria Davinci. Gadis yang pertama kali membuatnya jatuh cinta dan merasakan apa itu cinta. Sangat indah. Valleri mengajarkannya bagaimana menjadi laki-laki yang penyayang dan pengertian. Ia sudah kenal dengan ayahnya Valleri, tapi belum dengan ibunya karena menurut pengakuan gadisnya, ibunya sedang mengurus panti asuhan yang memang keluarganya dirikan. Sangat mulia, bukan? Dengan senyum yang tidak pernah pudar dari wajahnya, ia mulai melajukan mobil kesayangannya menuju rumah yang tidak terlalu mewah dibandingkan dengan rumahnya. Ah jelas saja Damian dan keluarganya adalah keluarga yang sangat sukses, mungkin harta mereka tidak akan habis tujuh turunan. Sesampainya disana Damian segera memegang erat buket bunga dan sekotak coklat tersebut. Belum sempat membuka pintu, Damian mendengar percakapan seseorang yang berasal dari belakang rumah Valleri. Ia mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu, lalu mulai mendengarkan percakapan kedua orang itu. "Kamu berhasil nak membuat Damian tergila-gila padamu." Ucap laki-laki yang kini sedang menyesap sebatang rokok. Gadis yang berada di samping laki-laki itu tersenyum licik, dan mengeluarkan sesuatu dari dompetnya. "Tidak hanya hatinya, aku juga mendapatkan ATMnya yang dengan sukarela Damian berikan padaku. Bodoh." Mereka tertawa. Bukan tertawa karena ada hal yang lucu, namun seperti tertawa jahat karena puas mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan. Damian memejamkan matanya, menahan amarah yang kini sudah sampai ke ujung kepalanya. "Kamu hebat, Valleri. Begitu juga dengan Leonard, ayah dan anak sama-sama licik." Gumam Damian. "Kamu lebih pintar dari dugaan ayah, nak. Sebentar lagi kamu pasti akan menjadi Nyonya Wilson." Ucap Leonard dengan semangat sambil membayangkan hal itu terjadi, sudah pasti hidupnya akan dilimpahi dengan kekayaan yang melimpah ruah, ah ia sudah tidak sabar. Damian yang sudah tidak bisa meredam amarahnya lebih lama lagi memilih untuk menghampiri kedua orang itu. "Jangan harap, laki-laki baik tentunya akan mendapatkan gadis yang baik, dan tentunya bukan anak anda." Mereka terkejut melihat kehadiran Damian yang tiba-tiba. Begitu juga dengan Valleri yang kini tengah menatap Damian dengan takut. Namun ia masih memberanikan diri untuk bertanya. "Kamu ngapain disini?" Damian berdecih. Sudah ketahuan masih saja memasang topeng andalannya. "Niatnya saya ingin merayakan anniversary bersamamu," ucap Damian sambil menatap buket bunga mawar merah dengan sekotak coklat yang mahal dengan nanar. Lalu membuangnya di hadapan anak dan ayah itu, ia juga tidak segan menginjak buket bunganya dan kotak coklat itu. Membuat bunga nya tidak berbentuk, dan coklatnya pun sudah tidak layak dimakan. "Urusan kita selesai sampai sini saja. Anggap saja setahun ini kita ga pernah berhubungan. Untung saja saya tidak pernah mempublish kedekatan denganmu. Kalau sampai pasti kamu sudah berbesar kepala, dan otakmu yang hanya berisi uang menjadi serakah." Ucap Damian sambil mengambil card ATM nya yang masih di genggam Valleri. "Dan jika pengeluaran anda di ATM saya tidak di kembalikan dalam jangka waktu seminggu, saya hancurkan perusahaan anda, Leonard. Biar anda tau rasanya menjadi orang yang tidak berkecukupan." Sambung Damian dengan nada yang sangat dingin. Ia muak, benar-benar muak. Ia rasanya ingin melaporkan tindakan mereka karena sudah berusaha menipunya dan memakai hartanya untuk foya-foya. Namun dirinya masih berbaik hati. Leonard yang mendengar itu terlonjak kaget. Bagaimana bisa? Bahkan ia yakin sudah hampir menghabiskan harta Damian sekitar satu milyar selama setahun. Kenapa hal ini menjadi boomerang untuknya? Valleri memeluk kaki Damian. Merapalkan kata-kata maaf dan sebagainya. "Saya muak dengan kalian. Sebagai gantinya saya ingin rumah ini menjadi jaminannya beserta isinya. Bahkan rumah kecil ini tidak mampu membayar ketamakan kalian." Damian menatap Valleri yang kini sudah tidak memeluk kakinya lagi, gadis itu menangis. "Selamat anniversary, terimakasih kadonya. Tuhan ternyata baik dengan memberitahu ku kalau kamu tidak jauh berbeda dengan sampah, selamat sore." Damian memukul kemudi mobilnya. Sampai Valleri berani membuat dirinya marah untuk ketiga kalinya, ia pastikan perusahaan Leonard akan hancur ditangannya. Lihat saja. Valleri merupakan gadis pembawa keceriaan dan juga malapetaka baginya. Anak dari seorang pengusaha yang sangat jauh dibawah W'company, Leonard Davinci. Ia sebenarnya terlalu pintar untuk mengetahui jika ayah dan ibunya Valleri sudah pisah. Hak asuh Valleri dan adiknya jatuh ke tangan ibunya dan mereka memakai marga 'Victoria' dari keluarga ibunya, bukan 'Davinci', namun tetap saja gadis itu masih menganggap ayahnya. Namun dengan sangat tidak tau diri, Valleri selalu menemui ayahnya tanpa sepengetahuan ibunya. Namun Damian belum mengetahui siapa adiknya Valleri karena ia tidak penasaran sama sekali dengannya. Makanya ia hanya menggali informasi sampai disitu saja. "Damian tidak pernah bermain-main dengan semua perkataannya." // Next chapter... ❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN