Elina melesat pergi meninggalkan Ervin sendirian. Selang beberapa saat ponsel Ervin bergetar. Ia segera meraih benda itu di atas meja. Ervin membuka sebuah pesan dari Cinta.
Hai, Ervin. Aku Cinta. Maaf, ganggu hari libur kamu. Apa nanti kita bisa bertemu?
Ervin celingak-celinguk memastikan Elina tidak berada di dekatnya. Merasa sudah aman ia pun membalas pesan dari Cinta.
Hari ini? Di mana?
Ervin segera menghapus pesan dari Cinta setelah pesan itu terkirim. Ervin kembali fokus pada tayangan televisi ketika Elina keluar dari kamarnya membawa keranjang pakaian kotor. Gadis itu bersenandung bahagia. Ervin mengusap dadanya setelah Elina masuk ke kamar mandi.
Drrtt…. Drrtt….
Ervin segera membuka pesan dari Cinta. Ia tersenyum tipis membaca pesan itu lalu membalasnya. Ervin meletakkan ponselnya di atas meja. Setelah Elina selesai mencuci ia akan pergi menemui Cinta. Tentu tanpa sepengetahuan istrinya.
***
“Mister mau ke mana? Rapi banget,” tanya Elina yang sejak tadi memperhatikan Ervin dari ambang pintu. Tidak biasanya Ervin keluar memakai kemeja di hari Minggu. Belum lagi dandanannya rapi dan wangi. Elina menatapnya curiga.
“Aku mau ketemu teman lama. Biasa nongkrong,” jawab Ervin memunculkan kerutan di dahi Elina.
“Sejak kapan Mister suka nongkrong? Aku ikut ya.”
Ervin yang sedang menyisir rambut seketika berhenti. Ia menatap Elina di ambang pintu. Melihat senyum istrinya yang polos membuat Ervin merasa bersalah, tapi tidak mungkin ia membawa Elina bersamanya. Ervin berjalan mendekati Elina lalu memegang pundaknya.
“Lain kali saja. Aku antar kamu ke rumah papa. Pulangnya aku jemput lagi,” ucap Ervin membuat Elina cemberut. Ervin sangat jarang memperkenalkan Elina pada teman-temannya. Selain karena ervin mempunyai sedikit teman alasannya tidak memperkenalkan Elina karena takut teman-temannya menyukai sang istri. Terlebih istrinya masih sangat polos.
“Sekarang kamu ganti baju, ya.” Ervin mendorong Elina sampai masuk ke kamar. Elina menurut. Setelah Ervin menutup pintunya ia bergegas mengganti pakaian. Padahal hari libur Elina ingin mengahbiskan waktu di rumah bersama Ervin. Sangat jarang Ervin bisa lepas dari tugas dan buku-bukunya.
“Elina sudah siap belum?” teriak Ervin menyadarkan Elina dari lamunan.
“Iya, sebentar lagi.” Elina bergegas memoles wajahnya dengan make-up. Ervin sudah menunggu Elina di samping motor ninja merahnya.
“Kaki Mister sudah sembuh?” tanya Elina karena Ervin sudah bersiap menggunakan motor.
“Udah nggak sakit lagi. Kemarin sudah dipijat terus tadi sebelum mandi sudah dikompres. Kamu gak perlu khawatir, ayo naik.” Ervin memberikan helm untuk Elina pakai.
Sepanjang perjalanan Elina tidak banyak bicara. Ia memeluk Ervin cukup erat sembari menyandarkan kepalanya pada punggung lebar itu. Tidak butuh waktu lama Ervin menghentikan motornya di depan rumah besar dan mewah milik Tristan.
“Mister jemput aku jam berapa?” tanya Elina sembari membuka helm-nya.
“Sekitar jam 5 atau jam 6 sore. Nanti aku kabari lagi, ya. Aku berangkat dulu.”
Elina memanyunkan bibirnya karena Ervin tidak menunggunya masuk ke dalam. Sebelum pergi biasanya Ervin selalu memastikan Elina masuk dan aman. Elina menatap Ervin sampai menghilang dari pandangan.
“Kenapa perasaanku nggak enak?”
***
Ervin membuka helm-nya dengan cepat setelah berhasil memarkirkan motornya. Ia bergegas masuk ke sebuah kedai lalu mencari seseorang yang ia kenal. Cinta melambaikan tangannya membuat Ervin bergegas menghampiri.
“Hai, maaf ya apa aku terlambat? Di mana teman-teman yang lain?” tanya Ervin karena tidak menemukan teman masa SMA-nya. Ervin duduk tepat di depan Cinta. Gadis itu terlihat begitu cantik hari ini. Cinta jauh berbeda dari dulu, sekarang ia tidak malu lagi berpakaian lebih terbuka dan juga make-up tebal yang membuat wajahnya semakin cantik.
“Santai saja, kamu nggak telat kok. Sebenarnya mereka nggak bisa datang jadi cuma kita berdua,” kata Cinta. Ervin menghela napas panjang. Ia sudah berusaha tepat waktu tetapi teman-temannya tidak bisa datang.
“Oh, kalau begitu aku balik saja,” ucap Ervin. Cinta menahan tangannya membuat Ervin kembali duduk.
“Temani aku makan dulu, mau nggak?” tanya Cinta dengan senyum manisnya. Ervin tampak ragu terlebih ia hanya berdua dengan Cinta. Walau Ervin yakin Elina tidak akan melihatnya, tetapi hatinya merasa keberatan.
“Kamu nggak mau, ya?” tanya Cinta membuat Ervin merasa bersalah. Bayangan Elina selalu menghantui Ervin sehingga ia sulit membuat keputusan.
“Gak apa-apa kalau kamu nggak mau. Kamu boleh pergi,” ujar Cinta dingin. Ia tidak lagi menatap Ervin.
“Baiklah, aku temani kamu makan. Tadi aku juga belum sarapan,” kata Ervin membuat Cinta tersenyum lebar.
“Terima kasih, aku senang banget ada yang nemenin makan siang.” Cinta menggenggam tangan Ervin erat. Tangan halus dan lembut itu membuat Ervin teringat kenangan semasa SMA. Setiap kali Cinta memberikan perhatiannya membuat Erivn melayang bahagia. Tidak jarang ia sengaja mencari perhatian gadis itu.
Apa Cinta juga melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan dulu? batin Ervin menerka.
Ervin segera mengenyahkan pikiran itu. Tidak mungkin Cinta menyukainya setelah sekian lama mereka tidak bertemu. Ervin berusaha untuk berpikir bahwa Cinta hanya menganggap dirinya sebagai teman. Terlebih Ervin sudah memiliki Elina di sisinya.
**
Elina yang merasa bosan di rumah hanya bisa menatap aquarium besar di depannya.Entah sudah berapa banyak makanan ikan yang ia tabur hingga membuat ikan-ikan itu enggan menatap makanannya. Mungkin sebentar lagi ikan-ikan itu akan muntah kekenyangan.
“Elina kamu kenapa dari tadi melamun terus?” tanya Zee Zee yang baru tiba di rumah besar itu. Bagus tidak sedang bersama kakak iparnya membuat Elina semakin tidak bersemangat. Kalau ada kakaknya―Bagus― mungkin Elina bisa sedikit bahagia bisa memeras dompet kakaknya lagi. Terlebih Bagas yang belum pulang dari London membuat Elina menggantungkan kelangsungan hobinya―shopping― pada Bagus. Meminta pada Tristan juga percuma. Ervin akan mengetahuinya dan mereka akan bertengkar lagi karena hal itu.
“Kak Zee, aku lagi galau,” sahut Elina tanpa semangat.
“Galau kenapa? Karena Ervin?” tanya Zee Zee, cukup prihatin dengan nasib adik iparnya yang kurang beruntung.
“Itu salah satunya, tetapi ada faktor yang lebih penting menyangkut kelangsungan hidup aku sebagai wanita dan manusia yang bebas,” kata Elina membuat Zee Zee menyatukan alisnya. Ia ingin tertawa mendengar celotehan Elina, tetapi melihat wajah datar adik iparnya membuat Zee Zee menahan diri.
“Hm… apa itu?”
“Aku mau shopping, tapi nggak ada uang. Kalau aku jual ikan-ikan ini kira-kira laku nggak ya? Apa lagi ikannya sudah makan, udah gendut lagi,” sahut Elina membuat Zee Zee tertawa lepas. Ia tidak tahu apa yang Elina rasakan sampai-sampai berpikir menjual ikan koi yang ada di aquarium.
“Kenapa kakak tertawa? Mau beli ikan koi? Aku jual murah saja biar bisa ke mall,” kata Elina membuat Zee Zee berhenti tertawa. Ada rasa kasihan melihat Elina yang terlihat menderita.
“Emang ikan ini punya siapa?” tanya Zee Zee penasaran. Ikan koi harganya memang mahal kalau dijual bisa jutaan.
“Oh, ini ikan kesayangannya Kak Bagus. Kalau Kak Zee yang beli gak akan jadi masalah. Kalian,’kan suami istri,” sahut Elina membuat Zee Zee menggeleng pelan.
“Buat apa aku beli ikan suamiku. Kamu mau ke mall,’kan El?” tanya Zee Zee. Elina mengangguk lemas tidak bertenaga. Ia benar-benar bosan di rumah tidak ada Ervin.
“Ayo, kita ke mall. Kamu boleh shopping sepuasnya,” kata Zee Zee membuat Elina membulatkan matanya. Senyum merekah dari wajah cantiknya.
“Benar, Kak? Nggak bohong? Jangan nyesel, ya, Kak kalau aku belanjanya banyak.” Elina berusaha memberi warning pada Zee Zee sebelum mereka pergi.
“Tenang saja, tadi pagi Bagus ngasih aku kartu kredit baru.” Zee Zee mengeluarkan kartu yang dimaksud. Elina memekik senang karena sebentar lagi hobinya akan tersalurkan. Sudah lama ia tidak belanja gila-gilaan. Ervin selalu mengingatkan dirinya untuk berhemat.
***
Ervin meminum es teh manis setelah menyelesaikan makannya. Cinta terlihat sangat bahagia karena Ervin mau menemaninya.
“Aku di sini sendiri, papa dan mama tinggal di luar kota. Untungnya mereka punya rumah di Jakarta jadi aku nggak perlu nge-kost,” curhat Cinta. Kepala Ervin manggut-manggut mendengar cerita hidup Cinta setelah mereka lulus SMA. Ervin jadi tahu alasan Cinta putus dari pacarnya yang ganteng, ditambah Ervin tahu kondisi kesehatan Cinta yang bisa dibilang sedikit lemah karena mudah sakit.
“Bagus kalau begitu,” sahut Ervin. Cinta menarik tangan Ervin membuat pria itu kaget. Dulu Ervin harus mencari alasan supaya bisa menggandeng tangan Cinta, tapi sekarang gadis itu dengan mudahnya memegang tangannya.
“Vin, mau gak nganterin aku ke mall?” tanya Cinta. Ervin menarik tangannya dari genggaman Cinta. Ia merogoh sakunya untuk melihat ponsel. Masih ada waktu sebelum menjemput Elina, tapi lagi-lagi Ervin merasa bersalah dengan istrinya. Elina suka sekali belanja ke mall, tapi Ervin sangat jarang membawanya shopping atau sekadar jalan-jalan berdua.
“Kamu sibuk, ya?” tanya Cinta lagi. Ervin tersenyum tipis.
“Eee… lain kali saja, ya, aku ada janji lain lagi. Nanti kalau ada waktu luang aku bakal nganterin kamu,” jawab Ervin membuat Cinta mendesah kecewa. Ia tersenyum kecut atas penolakan Ervin. Dulu ia pernah menolak ajakan Ervin pergi ke bioskop dan sekarang Ervin yang menolaknya.
“Iya, nggak apa-apa. Terima kasih kamu sudah nemenin aku makan siang,” ucap Cinta.
“Sama-sama. Kamu pulang naik apa?” tanya Ervin.
“Aku naik taksi, nanti mau singgah ke mall dulu. Ada yang mau aku beli.”
Lagi, Ervin mengangguk. Ia tidak tahu harus berkata apa pada Cinta. Ia cukup canggung berduaan dengan mantan gebetan. Bagaimana pun juga Ervin terang-terangan mengejar Cinta―dulu.
“Ya, sudah aku pergi dulu. Hati-hati di jalan, ya,” kata Ervin. Cinta hanya membalas dengan anggukan kecil dan senyuman tipis. Ervin memakai kembali jaketnya sambil berjalan ke pintu keluar. Cinta yang melihat Ervin dari belakang hanya bisa menopang dagu.
“Aku yakin kamu masih suka sama aku. Tinggal tunggu waktunya kamu akan akan jatuh cinta sama aku seperti dulu,” gumam Cinta.