Menikah karena Saran Ayah
"Kay, geser sinian dikit dong tidurnya," pinta Om Rian padaku sambil menjawil-jawil lengan.
"Ih, males banget. Om aku kan dah bilang aku belum siap perang. Om sendiri yang bilang akan sabar menunggu sampai waktunya tiba."
"Sampe kapan Kay?" tanyanya malah lebih merapatkan tubuh yang membuat mataku membulat dan melompat seketika.
"Om jangan macam-macam ya!" Aku memasang kuda-kuda siap melawan kalau ia nekat.
"Ya ampun, Kay. Kamu pikir ini arena tinju mau main begituan? Sinilah ... " Ia mengedipkan mata yang membuat aku mual.
"Ih! Ayahhh!! Kenapa sih minta aku nikah sama Om Riyan? Lihat nih om Riyan ganjen banget!" Aku merengek kesal.
"Nggak usah panggil om lagi, kita kan dah udah sah menikah. Panggilnya Sayang gitu biar mesra."
"Ahh, nggak mau!" Aku menghentakkan kaki yang membuat ia tertawa.
"Anak SMP ngapain berdiri di situ, sini sini tayang, om kelonin bubuknya," tingkahnya menggodaku seraya tertawa lucu.
"Om jangan gitu, nanti aku nangis loh!"
Aku cemberut untuk mengancam. Dia bilang aku anak SMP? Aku, kan udah lulus SMA. Padahal dia janji sama ayah akan sabar menghadapi tingkahku yang manja, hanya saja aku merasa sepertinya ia sedikit memaksa.
"Ah, jadi om tidur di atas ambal lagi nih?"
"Iya!"
"Oke oke, tapi Minggu depan Om tidur di kasur, ya!"
"Tapi tidur aja, nggak boleh macem-macem."
"Ya udah semacem aja deh."
"Dih, om!!"
Aku semakin murka yang membuat Om Riyan tergelak. Memangnya dia pikir lucu? Apa dia tidak tahu kalau aku serius dengan kata-kataku. Aku tidak pernah membayangkan melewati malam itu. Dulu, teman-teman di sekolah sering bercerita kalau malam pertama itu adalah malam yang paling menyakitkan. Katanya, malam itu seorang gadis akan menyerahkan sesuatu miliknya yang sangat berharga, dan rasanya itu sangat sakit.
"Siap tuan putri salju. Dah tidur sana, udah hampir seminggu punya istri kok kayak nggak punya istri sih."
"Salah sendiri mau nikah sama aku."
"Kamu kenapa mau nikah sama Om?"
Aku diam. Saat itu Ayah menakut-nakuti membuat aku jadi mengingat memont itu. Malam itu ayah tiba-tiba masuk ke kamarku untuk mengobrol serius. Awalnya aku pikir ayah akan mengajak pindah, karena seminggu sebelumnya ayah bilang ingin pindah mengingat kami hidup di tengah hutan. Tanpa kuduga ayah menawarkan pernikahan dengan Om Riyan. Awalnya aku menolak keras, karena aku baru saja lulus SMA, tapi ayah bersikeras supaya aku menerima.
"Kay, kalau kamu menikah selain dengan Om Riyan, saat malam pertama kamu akan dipaksa melakukan sesuatu yang menyakitkan. Kamu akan dipaksa masak, dipaksa cuci pakaian, dipaksa membersihkan semua rumah. Dan dia juga akan marah kalau kamu bersikap kekanak-kanakan seperti sikapmu pada Ayah."
Aku bergidik ngeri mendengar kata-kata Ayah. Aku tidak mau punya suami yang seperti itu nantinya. Aku jadi begini juga kan karena ayah. Mengapa ayah terlalu memanjakan ku sampai aku tak bisa melakukan apapun? Sehingga suatu malam, aku menuntut ayah untuk mencarikanku suami yang bisa menerimaku apa adanya. Dan ayah merekomendasikan Om Riyan untuk menjadi suamiku di masa depan.
"Masak sih, Yah?"
"Ayah jamin pasti begitu. Karena tidak ada laki-laki di dunia ini yang sabarnya melebihi Om Riyan. Ayah tahu betul luar dalam Om Rian."
"Masak sih, Yah?"
"Dari tadi masak masak terus. Iya, luarnya kamu bisa lihat sendiri, dia itu dewasa, bersahaja dan dalamnya dia pake L."
"L, maksudnya?" Aku berpikir dan kaget saat paham maksud ayah. "Ya ampun ... Ayah kasih tahu ukuran dalamannya?"
"Ahahahahah, Ayah bercanda, maksudnya hatinya, Kay."
"Ish!"
Aku mencebik kesal. Karena hal itulah akhirnya aku menerima tawaran Ayah untuk menikah dengan Om Riyan. Mereka sama-sama kerja di kebun kelapa sawit, hanya saja Ayah sebagai buruh dan Om Riyan sebagai bosnya. Kata Ayah Sebenarnya banyak yang suka sama Om Riyan, hanya saja laki-laki itu belum tertarik untuk menikah. Namun, saat bertemu denganku Om Riyan seperti tertarik. Karena Ayah sudah paham dengan sifat dan tingkah laku pria itu, sehingga Ayah menawarkan aku untuk dinikahi olehnya.
Sumpah demi apa harga diriku rasanya turun drastis karena ditawar-tawarkan. Apa Ayah pikir aku tak bisa cari jodoh sendiri. Ya, aku akui ayah memang terlalu memanjakanku, sehingga aku tak bisa melakukan apapun. Merebus air saja gosong, gimana masak yang lain? Sebulan sebelum menikah Ayah sudah mengajariku banyak hal, tapi ya belum sempurna karena belajarnya dadakan. Ayah tak menyangka jika ternyata Om Riyan mau saat beliau menawarkanku untuk jadi istrinya, karena konon katanya, memang sudah lama ia tertarik padaku. Tak heran karena aku jelmaan bidadari tak bersayap yang turun dari pohon kelapa sawit. Kkwkwkwk
"Kay," terdengar suara dari balik tubuh saat mataku akan terpejam.
Aku menoleh dan astaghfirullah, ternyata wajah Om Riyan sudah sangat dekat denganku. Reflek aku menjauh dan menarik selimut untuk menutupi semua bagian tubuh. Padahal aku sudah bilang belum siap, kenapa Om Riyan selalu cari-cari celah untuk bisa menyerang?
"Apa? Kenapa Om belum tidur?" Aku mengeratkan selimut.
"Dingin, Kay. Pinjem selimutnya, ya!"
"Om, maksudnya apa? Selimut di kamar ini cuma satu loh.
"Ya emang dingin, Kay. Nggak ada maksud apa-apa."
"Bohong, Om pasti sengaja cari kesempatan dalam kesempitan, kan?"
"Kata siapa?"
"Lah yang barusan ngomong siapa?"
"Kayla Febrian Afrizah. Gadis lucu yang lahir di bulan februari, anaknya Pak Cipto yang masak air saja gosong dan nggak bisa lipet baju. Kalau salat subuh sering telat, kalau mau ke kamar mandi malam nggak berani dan selalu minta ditemani. Kalau makan sering nggak abis dan beberapa hari ini Om liat kamu buang Pampers di kotak sampah luar. Kenapa Kay? Kamu sampe pake Pampers hanya karena nggak mau minta temani Om ke kamar mandi? atau malu mau ke kamar mandi yang ada di dalam kamar ini?"
Mampus!
Aku terdiam mendengar dia mengatakan semua itu.Mengapa Om Riyan bisa tahu rahasia besarku? Apa mungkin selama ini dia memata-mataiku? Duh, aku kan jadi malu! Atau, ini semua karena ayah? Jangan-jangan ayah secara suka rela menceritakan semuanya pada Om Riyan? Kalau sampe benar, berarti ayah ingin membuat anaknya malu di depan suaminya. Atau bisa jadi ayah ingin Om Riyan menerimaku apa adanya? Dari pada bertanya-tanya, lalu penasaran, akhirnya aku memutuskan untuk langsung bertanya.
"Om tahu dari mana semua itu? Selain, selain aku pake Pampers tiap malam?" tanyaku sedikit tergagap.
"Dari Ayahlah," sahutnya santai.
'Apa, jadi benar, ayah menceritakan semua aibku padanya? Ah ayah, rasanya pengen ngumpet di ujung samudra Hindia !!'