Chapter 1 - A Baby

1359 Kata
Year 1990, New York City, USA. 11.50 PM. Di malam yang dingin, terlebih di jalanan hutan yang sangat mencengkam, udara yang terus berembus menyapu kulit halus kemerahan sang dua balita di gendongan ibunya. Di malam itu, tepatnya jalanan sepi, mobil itu terus melaju dengan kencang seakan tengah menghindari sesuatu. Detik berikutnya di belokan jalan, mungkin karena panik mobil kehilangan kendali arah dan menabrak pohon besar di depannya dengan keras, menimbulkan bunyi tabrakan yang kentara. Di dalam mobil yang sudah benar-benar rusak itu, dua orang dewasa dengan dua balita di pangkuan sang ibu terlihat kondisinya memprihatinkan, si pria yang mengemudikan mobil terluka di bagian kepala, dan luka itu cukup parah sampai darah keluar banyak dari wajahnya sedangkan si wanita hanya mendapat luka kecil di kening akibat benturan, sedangkan dua balita yang terus menangis di gendongannya terus di peluknya dengan erat. Kesadaran si pria ternyata belum sepenuhnya hilang, pria itu berkata. "Pergilah, se-selamatkan mereka uhuk-" ucapnya terbatuk kemudian. Si wanita menoleh dengan mata berkaca-kaca. "Tapi kau-" pria itu menyela perkataannya. "Jangan pedulikan aku, pergilah sebelum mereka datang!" ucapnya dengan suara yang tersendat, akibat darah yang terus merambah keluar dari mulutnya. Dengan berat hati, akhirnya si wanita keluar meninggalkan si pria yang perlahan hilang kesadaran, tapi masih sempat dia melihat senyum tulus pria itu sebelum dirinya benar-benar pergi menjauhi area kecelakaan. Dengan isak tangis yang ditahannya wanita itu mencoba menenangkan dua malaikat kecil di gendongannya yang terus menangis. Sedangkan beberapa meter jauh dari lokasi kecelakaan, langkah kaki seorang pria mendekat tanpa disadari si wanita yang tengah menenangkan dua malaikat kecilnya. Pria itu dengan tiba-tiba membekap wanita itu dari belakang dan berakhir si wanita pingsan, pria itu lalu membawa wanita itu ke dekapannya sebelum tubuh itu terjatuh dengan dua bayi di gendongannya. *** Di lain tempat, London Inggris. 'The Residence Of Matthew' Dor Sebuah tembakan melesat dari seorang bocah berumur 6 tahun. "Dapat." ucapnya dengan seringai puas menghiasi bibirnya. "Good, you will actually be successor me later that would be very respected," seorang pria paruh baya menyahut setelah tembakan yang dilayangkan sang cucu mengenai dahi seorang pria, yang seketika tewas di tempat. Bocah 6 tahun itu hanya merespons dengan deheman saja lalu berkata. "I don't like traitors!" desisnya tidak suka. Bocah itu baru berusia 6 tahun, tapi sepertinya tahu akan kehidupan di sekelilingnya, bahkan tahu arti pengkhianatan. "Alviano, Alviano!" teriakan seorang wanita terdengar membuat si bocah panik seketika. "Damn, my mom!" pekik bocah itu segera menyerahkan pistol di tangannya pada sang kakek. "Pergilah." ucap sang kakek. Tapi baru juga keluar dari pintu rahasia itu, seorang wanita cantik berumur dua puluh delapan tahun berdiri sembari berkacak pinggang menatap tajam putra pertamanya itu. "Apa yang kau lakukan malam-malam buta di ruangan itu, kau melakukan sesuatu seperti tempo hari?" tanya wanita itu dengan tatapan memicingnya pada sang putra, Nicholas Alviano Matthew. "Sudah Mom bilang jangan turuti perintah tidak masuk akal kakekmu itu, Alviano!" desah wanita itu frustasi. "Ayolah Mom, aku hanya menembak seorang penghianat!" sahut sang bocoh dengan entengnya membuat sang Mommy melotot tidak percaya. sang Mommy melotot tak percaya. "Me-menembak?" ulang sang Mommy dengan terbata-bata. Astaga Tuhan, Matthew benar-benar—keluarga ini memang penjahat kejam, tapi dirinya malah menikahi putra dari keluarga ini dan memiliki anak yang masih berusia 6 tahun bernama Nicholas Alviano Matthew, dan parahnya sudah bisa membuat orang di sekitarnya segan dan ketakutan. *** Sedangkan di Newyork City. Wanita dengan dua malaikat kecilnya terlihat bersandar di pohon yang lumayan besar, seorang pria yang telah membuat si wanita pingsan terlihat mendekati dua bayi mungil itu, berjongkok dan mengulurkan tangannya ke pipi mungil itu, mengelusnya dengan lembut. Pria itu tak mengeluarkan sepatah kata pun, dan sang bayi yang akan kembali mengeluarkan tangisannya terhenti dan terlihat nyaman dengan sentuhan yang diberikan pria itu, sedangkan pria itu sedikit terenyak saat melihat bayi mungil itu nyaman dengan sentuhannya dan tak mengeluarkan tangisnya. Pria itu lalu bergantian mengelus bayi satunya yang berselimut merah muda. Dari tatapan si pria kepada dua balita itu, terlihat menunjukkan sesuatu yang terpendam entah apa itu? Beberapa menit kemudian. Wanita itu perlahan mengerjapkan kedua matanya dan melihat pria yang sangat dikenalnya yang merupakan suaminya sendiri tengah bersama dua bayinya. Albert. Batinnya. Dia harus menjauhkan bayinya dari b******n itu. Berat dan egois memang harus memisahkan anak dari ayahnya, tapi apa boleh buat ia tak ingin anaknya dalam bahaya karena ayahnya sendiri. Pria bernama Albert itu perlahan bangkit dari aktivitas memandang kedua bayinya, salah satu bayi dia angkat dan dicium kening mungilnya dengan lembut kemudian diserahkan pada seorang anak buahnya. Oh tidak jangan sampai b******n itu mengambil anakku! Wanita itu menoleh dan mendapati satu anak buah suaminya berada di belakang dengan tangan menggenggam sebuah pistol. Dan saat keadaan berpihak padanya, dengan secepat kilat merebut pistolnya dan berhasil. Langsung saja moncong pistol ia arahkan pada Albert-Suaminya sendiri. Maaf sayang, Mommy terpaksa melakukan ini pada Daddymu. Batinnya. "Elina?!" Sedangkan Albert sendiri terkejut dengan tindakan istrinya dan pria itu mencoba bersikap tenang. "Jangan mendekat atau aku akan menembakmu!" pekik Elina waspada saat Albert mulai berjalan mendekatinya. Saat situasi memungkinkan, Elina berjalan mendekati bayinya yang masih berada di tanah. Setelah mengambil bayinya Elina bangkit dengan satu tangan menggendong bayinya, dan satu tangan tetap menodongkan pistol. "Elina!" "Tidak Albert, kau sudah menghancurkan semuanya, aku tak mau berbagi dan kenapa kau tega sekali ingin memisahkanku dari kedua malaikatku," pekik Elina dengan napas memburu. "Kau salah paham, sayang," ucap Albert menggeleng. "Semua itu hanya omong kosong." "Omong kosong katamu, aku mendengarnya sendiri, terlebih dari mulutmu sendiri, kau ingin membuangku dan memisahkan aku dengan kedua anakku. Dan jalangmu itu, aku sudah muak Albert!!" "Elina, aku tidak mungkin melakukan hal itu-" "Aku tidak membutuhkan penjelasanmu, jangan mendekat atau aku akan benar-benar menembakmu, aku tak main-main," teriak Elina karena suaminya itu terlihat santai dan malah terus mendekatinya meski dengan langkah pelan. Dor Bunyi tembakkan terdengar, ternyata bukan Albert yang ditembaknya melainkan anak buah di samping suaminya yang berniat melepaskan pelatuknya sebelum Elina dengan cepat membunuhnya. "Maafkan aku." gumam Elina, dan untuk kedua kalinya bunyi tembakan kembali terdengar. Dengan gemetar Elina menatap Albert yang menatapnya tidak percaya, tangan lelaki itu menyentuh perutnya yang tertembak. Hanya tembakan yang meleset tapi mampu membuatnya meringis kesakitan. Elina langsung pergi saat perhatian teralihkan pada suaminya. "Sial! Kenapa kalian menatapku, kejar istriku dasar bodoh!" teriak Albert, dan langsung berlari meski tertatih-tatih, sambil tangan kirinya Ia tekankan pada area perutnya yang terkena tembak. Sedangkan Elina terus berlari, sekali-kali menoleh ke belakang—masih ada yang mengikutinya sampai akhirnya ia bisa lolos, orang-orang suruhan suaminya jauh tertinggal di belakang. Kemudian Elina melihat seorang pria dari kejauhan lalu mendekatinya, karena ia yakin pria itu bukan salah satu anak buah suaminya. "Tolong saya." Ucapnya dengan napas memburu, karena panik. "Nona? Ada yang bisa saya tolong, Anda terlihat ketakutan," kata pria itu. "Aku hanya ingin menitipkan bayiku nanti aku akan mengambilnya kembali." ucap Elina. "Tapi kenapa nona?" tanya Pria itu tidak mengerti. "Turuti saja perkataanku, sekarang Anda harus pergi, tolong jaga Caroline, aku mohon padamu." setelah itu Elina pergi meninggalkan pria itu. Saat Elina tengah berlari dengan waspada, malah pemandangan di depannya membuatnya terkejut dan ketakutan secara bersamaan. Elina melangkah mundur sampai akhirnya punggungnya menabrak d**a seorang pria yang wajahnya terlihat menyeramkan. "Akhirnya kami menemukan Anda, Mrs. Albert." *** Sedangkan di tempat lain, pria yang dititipkan bayi Elina, terlihat memasuki rumah dengan tergesa dan wajahnya pucat kentara. "Kenapa dengan wajahmu dan bayi siapa ini?" tanya Marta William, istri Jhonny William. "Seorang wanita menitipkan bayi ini padaku, dan wanita itu tertembak. Marta!" Jhonny terlihat panik wajahnya pucat, bahkan tangannya yang tengah menggendong bayi tersebut gemetar. "Tenanglah Jhonny, tadi apa yang kau bilang? Menembak? Aku tidak mengerti? Duduklah dulu, lalu kau ceritakan semuanya." ucap Marta menyuruh suaminya untuk duduk. Marta lalu mengambil segelas air di meja yang sudah tersedia di meja. "Sekarang ceritakan," ucap Marta saat suaminya itu sudah sedikit tenang. Mengalirlah cerita dari mulut Jhonny, dari pertemuannya dengan seorang wanita yang menitipkan bayinya dan karena penasaran akhirnya Jhonny mengikuti Elina, sampai akhirnya lelaki itu melihat Elina di hadang oleh beberapa orang pria berbadan besar. Niat hati ingin menolong tapi Jhonny malah di buat terkejut dengan peluru yang di layangkan pada wanita itu, dan demi keselamatan bayi di gendongannya juga dirinya sendiri, Jhonny akhirnya memilih untuk melarikan diri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN