Keesokan harinya. 07.15 PM.
Caroline menggeliatkan, mengerjapkan matanya—menyesuaikan cahaya yang masuk pada retinanya, kemudian bangkit dari rebahan lalu meregangkan otot tubuhnya yang aga kaku sambil menguap. Tapi kemudian rasa terkejut menyerang wanita itu.
“Ini di mana?!” gumam Caroline menatap sekeliling yang terasa asing di penglihatannya, tapi tak lama dari itu sebuah ingatan semalam mampir di kepala membuat Caroline menghela napas lega.
“Pasti lelaki itu, siapa lagi.”
Caroline beranjak dari ranjang, ada yang menarik pandangan matanya. Perempuan itu melangkah pelan menuju kaca transparan yang menampakan pemandangan pagi dari kota Los Angeles.
Selesai menikmati pemandangan kota di pagi hari itu Caroline teringat Nicholas. Di mana lelaki itu sekarang?
"Nic!"
''Nicholas?!"
Dua kali panggilan yang bisa dikatakan keras itu, tidak ada yang menyahut membuat Caroline mengerutkan keningnya. Dirinya tidak di tinggalkan kan?
Dan saat langkahnya kembali mendekati ranjang, ada yang menarik perhatiannya.
Segera saja tangannya terulur pada nakas mini untuk mengambil benda yang menjadi pusat perhatiannya itu.
Sebuah surat.
yea, benda itu adalah selembar surat.
Segera Caroline membacanya.
Selamat pagi.
Maaf aku tidak ada di sampingmu saat bangun, jangan cari aku karena aku tidak ada di sana. Ohya, sebelum pulang, mandi dan sarapanlah
"Sarapan, bagaimana bisa ada sarapan sekarang dan di sini?" Gumamnya heran. Caroline kembali membaca tulisan di kertas itu.
Sarapan sudah tersedia sejak jam 6 pagi. Setelah sarapan kau bisa pulang. Kita pasti akan bertemu kembali. Caroline William.
From : Nicholas Matthew
Caroline tersenyum setelah selesai membaca isi dari kertas itu, Pria itu seperti seorang kekasih saja. Menyuruhnya mandi dan kemudian memberitahukan bahwa sarapan sudah tersedia.
"Tapi apa benar sarapannya sudah ada?'' Caroline melangkah ke meja pantry, dan benar saja di sana sudah terdapat berjenis-jenis makanan yang sudah jadi dan tentunya menggugah selera, bahkan Caroline yang melihatnya saja menegak air liurnya sendiri.
Caroline akhirnya lebih memilih mandi terlebih dulu dan ternyata sepasang pakaian sudah tersedia untuknya di kamar mandi. Pakaiannya simple, celana jeans biru telur asin dengan atasan kemeja serupa membuat Caroline yang memakainya terlihat cantik apa lagi dengan rambut coklatnya yang tergerai Indah.
Setelahnya Caroline mencicip makanan yang sudah terhidang di hadapannya.
"Enak sekali." Pekiknya takjub.
"Aku seperti mendapat gratisan mewah. Pria itu, from the meeting both of them, put him here even ended alone and food is, you really makes me look special. Nicholas."
Di tengah acara makannya, Caroline merasa telinganya menajam—yea, wanita itu mendengar suara samar-samar, sebuah lagu yang terasa familiar.
"Suara dering ponselku?" gumamnya dengan kerut menghiasi kening.
"Ah semalam ku taruh—tapi aku bahkan tak ingat bisa sampai di sini,"
Wanita itu kemudian beranjak, mulai mencari kearah mana dering lagu itu dan ternyata menuju kamar.
"Pasti pria itu yang menaruhnya, ya pasti." tebaknya di antara langkahnya, dan seingat Caroline tadi malam ponselnya itu berada di saku celananya, tentu tidak dalam tas selempeng karena ia tak membawanya.
"Ouhh ternyata di nakas satunya." gumamnya saat suara dering itu mengarahkannya kemana, dan ternyata ponsel itu memang tergeletak manis di nakas samping kanan bersama sebotol aqua yang masih tersegel.
Caroline tak menyadarinya tadi, karena terpukau terlebih dulu pada pemandangan pagi Las Anggeles dan selembar surat romantis ala Nicholas.
Dan ternyata yang meneleponnya adalah Nasya, segera Ia menggeser ke layar hijau untuk mengangkat panggilan.
"Halo," sapanya terlebih dulu.
"Ada apa Nas?"
"Kau sudah melihat beritanya?"
"Berita, berita apa maksudmu?" tanya Caroline bingung.
"Itu, pria yang selalu bersama Rachel."
"Yang jelas kalau bicara!" sahut Caroline akan ucapan sahabatnya itu yang bertele-tele.
"Aku bicara jelas kali!" balas Nasya dari seberang terdengar sewot.
Mendengar itu Caroline malah tergoda untuk semakin menjahili sahabatnya itu. "Ya, bicaramu jelas sekali, tapi kenapa aku sampai geram ya. Apa papa Reo juga seperti aku saat berbicara denganmu–"
"Carrrrr!" Pekikan kesal terdengar dari seberang membuat Caroline tertawa.
"Ishh aku ingin memberi tahumu, pria itu— yang selalu bersama Rachel, siapa itu aku lupa namanya, Alat, Alad, Alar—"
"Alardo." Caroline membenarkan ucapan sahabatnya itu.
"Kau belum melihat tayangannya ya?"
"Tayangan apa?" tanya Caroline untuk kesekian kalinya.
"Pernikahan Alardo dengan wanita—eh model terkenal itu, Crystal Liu."
"APA?!" mata Caroline kontan melotot kala mendengar itu. What the—! Apa telinganya yang salah dengar?!
Pria itu tengah melangsungkan pernikahannya saat ini? DIPAGI HARI INI?! sedangkan kemarin Caroline melihat b******n itu masih anteng-anteng saja dengan sahabatnya.
Berengsek! Geramnya.
Dan tanpa melihat dari Chanel TV, Caroline percaya dengan ucapan sahabatnya itu.
"Bagaimana dengan Rachel, dia sudah melihatnya?" tanya Caroline mengkhawatirkan wanita beranak satu itu.
"Ya itu aku menanyakan padamu, karena wanita itu tidak mengangkat teleponnya!"
"Oke, aku akan menghubunginya."
"Bagaimana dengan Raquel?" tanya Nasya. Karena kemarin setelah ikut mengantarkan Raquel ke RS. Dia harus pergi lagi karena ada urusan.
"Tadi malam saat menjenguk. Kondisinya masih sama.” Jawab Caroline.
"Memang kau tidak di sana?”
"Hm, aku ada tugas dari Rachel. Jadi aku mengurusnya." ucap Caroline.
"Oh, kalau begitu aku tutup, nanti sore aku akan datang menjenguk."
Sambungan pun terputus. Dan juga karena tampilannya sudah rapi jadi Caroline langsung akan pergi menemui Rachel di rumah sakit.
Sampai di ruang tamu yang terhubung dengan pantry, pandangan Caroline terlempar pada hidangan-hidangan yang tinggal setengah itu, sayang sekali dia tidak bisa menghabiskannya, tapi untung saja dia sudah makan banyak. Well dia sebenarnya tidak suka buang-buang makanan tapi bagaimana lagi dia harus pergi sekarang.
Caroline lalu melangkah pergi dari sana. Sesampainya di luar, wanita itu berjalan ke arah lift yang akan membawanya ke lantai bawah. Sesampainya di bawah Caroline bergegas keluar. Di pinggir jalan Caroline menghentikan taksi.
Sesampainya di RS. Didepan meja administrasi, yang terdapat televisi dengan letaknya yang tinggi, Caroline melihat Rachel tengah menonton acara yang sialnya acara yang menggelar pernikahan seorang CEO muda yang tidak lain Alardo Stefano dengan wanita yang merupakan seorang model terkenal bernama Crystal Liu.
Caroline menghela napas. Kemudian mulai bergerak mendekati Rachel.
“Aku tahu kau tidak baik-baik saja Rachel.” Katanya menatap prihatin wajah Rachel yang sendu kemudian wanita itu membawa sahabatnya keluar meninggalkan acara televisi berita dari lelaki berengsek itu.
Di taman rumah sakit. Caroline menepuk-nepuk pelan punggung Rachel yang berada dalam pelukannya. Tubuh sahabatnya itu bergetar menahan tangis.
"Di-dia bilang–akan kembali, dia tidak akan meninggalkanku." lirih Rachel dengan suara bergetar. Sedangkan Caroline hanya bisa menepuk-nepuk lembut punggung Rachel mencoba menenangkan.