Aku memutuskan untuk tidur di kamar, tidak di bathup seperti sebelumnya. Karena aku sudah memiliki perjanjian yang jelas di tempat ini. Bukankah Brandy menginginkan tubuhku ?
Aku seperti p*****r yang sedang menunggu pelanggannya di atas kasur. Kegilaanku bertambah ketika sore tadi aku meminta gaun malam pada Martini.
Perempuan itu dengan wajah datar, dan sedikit senyum menghina memandangi tubuhku "Sudah ku katakan sebaiknya payudaramu diimplan, supaya sedikit besar"
Sungguh aku merasa tidak ada yang salah dengan payudaraku. Ketika kembali ke kamar, aku melihat tampilan diriku. Benar kata Martini, payudaraku mungkil sekali. Hanya setangkupan tangan. Aku pasti tidak akan membuatnya puas.
Kalau dipikir-pikir, ada ribuan perempuan yang bisa dibawa ke tempat ini dan dijadikan teman tidur. Kenapa aku ? mungkin, karena dia tahu kelemahanku, jadi dia bisa seenaknya padaku.
Aku duduk di ujung ranjang menoleh ke arah pintu. Seandainya dia tidak mendapatkan apapun dariku lalu bagaimana dengan mamaku ? Aku memejamkna mata terbayang wajah dan senyumnya. Dia selalu mengingatku, dan bilang aku bayinya, tapi dilain waktu dia kadang berteriak mengatai aku haram. Aku tetap mencintai mama
Mama adalah satu-satunya yang ku miliki. Kalau tidak ada dia, aku tidak punya alasan lagu untuk bertahan.
Lama sekali aku menunggu di ujung ranjang, sampai mengantuk rasanya. Ya sudah aku memilih untuk tidur.
Lalu aku terbangun oleh suara shower di kamar mandi. Pintu kamarku terbuka. Aku bangkit dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi. Aku berusaha tidak menyisaakn suara langkah. Pintu kamar mandi tidak di tutup. Aku menoleh dan melihat Brandy sedang membersihkan luka goresan sepanjang tiga puluh cm di sepanjang tulang keringnya.
"Apa yang terjadi ?"
"Jatuh dari motor"
Luka itu tidak dalam memang hanya berbentuk goresan tipis, tapi bahaya kalau dibiarkan begitu saja "Tunggu aku ambilkan kotak obat"
Aku menuruni tangga, box obat kulihat ada di sebuah laci di dapur. Mendadak aku ingat, Brandy menelpon anak buahnya dan berencana melakukan misi malam itu. Oh, inikah maksudnya ? Dengan pulang luka-luka seperti ini ?
Pulang ? aku menertawai diriku sendiri. Aku bukan rumahnya...
Biar gitu, aku tetap memutuskan membantunya mengobatai luka goresan itu. Aku kembali dengan membawa kotak obat. Aku terdiam di depan pintu, kerena setibaku kembali di kamar mandi, dia sudah menanggalkan celananya. Hanya mengenakan kolor pendek, bajunyapun di lepaskan. Otot-otot tubuhnya yang keras dan kaku dipertontonkan di hadapanku.
Aku menelan ludah. Pasti aku sudah gila !
Dia berdiri memunggungiku, di depan cermin kamar mandi, dan rupanya masih ada beberapa goresan di bahunya. Dia berusaha membasahi lukanya itu dan kesulitan menggapai bahunya.
Aku membuka kotak obat. Kuambil alkohol dan povidone iodine untuk anti septik.
"Biarku bantu" ujarku, sambil membasahi lukanya dengan alkohol
Dia tidak bereaksi apa-apa ketika ku sentuh lukanya. Setelah ku oleskan antiseptik. Ku tiup lukanya tanpa alasan yang jelas. Kepalanya meneling mempertanyakan tindakanku yang tidak seharusnya itu.
"Maaf, aku pikir..."
Dia berbalik tiba-tiba
Aku belum siap ketika dia merengkuhku dan menyudutkanku di salah satu space kosong, hingga punggungku membentur dinding marmer. Dia menciumku.
Kapas di tanganku jatuh. Bibirnya terasa hangat dan membakar. Aku nyaris kehilangan keseimbangan ketika ciuman itu semakin menuntut. Apalagi ketika bibirnya menyentuh leherku.
Aku menepuk dadanya, kulit hangatnya di atas kulitku menambah kesan intens dalam ciumannya kami. Lidahnya menjulur, membelit dan melepas "Hah" aku berdecak ketika dia melepaskan ciumannya.
Lalu mata kami saling bertemu, ketika menatap mata itu, aku sesak, hatiku sakit, mendapati raut lelaki yang kucintai. Kenyataannya dia adalah skenario, kenyataannya peria itu tidak pernah ada. Aku mengusir bayang-bayang lembut seorang Adam. Ku kalungkan tanganku dileher Brandy dan ku cium rahangnya sambil menjinjingkan kaki.
Dia menarik rambutku hingga mendongak, lalu kembali memberikanku ciuman panas. Seluruh wajahku tanpa tertinggal diciumnya dengan kasar. Lalu aku di gendong ke ranjang. Menidurkanku dengan tergesa-gesa.
Dia mengangkat gaunku, tangannya yang besar berjalan di pahaku. Bermain di bagian sana. Tubuhku tersentak gelisah akibat perbuatannya aku mengusir tangannya tapi dia bersikeras. Aku menggapai bantal dan apa saja "Oh" pekikku menerima sensasi yang ditimbulkannya.
"Panggil pacarmu"
Aku hampir kehabisan oksigen, aku sudah menggeliat menarik-narik seprai
"Panggil..." suaranya parau dan serak
"Hmmpt...Adddd..ahm"
"Good"
Dia tertawa merangkak naik menutupi tubuhku. Tubuhnya di atasku, tersangga pada lengan yang bearada di antara wajahku. Dia menatapku, kami saling pandang. AKu mengenal kabut apa yang ada di matanya "Kau mainanku Kinar" jarinya mengelus wajahku membuat sekujur tubuhku yang sudah lemas kembali meremang
Dia menyentuh bibirku, memasukkan jempolnya di bibirku. Aku menyesapnya, ujung bibirnya terangkat, merasa sukses membakar gairahku.
Wajahnya turun, hidungnya menyentuh hidungku. Dia mencium pipiku, sedikit menyesap pipiku, lalu turun kembali ke bibirku. Aku semakin tidak tenang ketika kedua tangannya bermain dengan payudaraku.
"Brandy oh tidak, jangan"
Mendengarku, lantas tangan besarnya naik keleherku. Dia sedikit mencekikku. Wajahnya mengeras di atas wajahku "Dengar, aku tidak menerima penolakan !" ancamnya menyebar rasa takut di dalam diriku
Mataku berkaca-kaca dan dia kembali melakukannya. Aku menarik tanganku ke atas kepala. Ya sudah, lakukan apapun yang membuatnya merasa senang. Silahkan.
Dia mendorong tubuhnya membelahku, ritme nya hampir-hampir membuatku meledak dan hancur. Kupikir aku sudah tidak bersisa ketika dia menarikku memposisikan dirinya di belakangku lalu melajutkan hal itu.
Aku tidak bisa menolaknya, tenagaku telah habis, aku tidak bisa mengandalikan tubuhku lagi.
Akhirnya, aku terkapar lemah di lantai yang dingin, setelah kesekian kelinya dia menikmatiku. Aku meringkuk seperti kuncung, dengan tubuh polos. Kini wangiku sama sepertinya. Bau kenikmatan mengaur di seluruh ruangan. Kami sudah melakukannya berjam-jam.
Setelah selesai berurusan dengan ku, dia memakai kolor dan keluar begitu saja.
Iblis !