Tujuh

2180 Kata
Semenjak Vino mendengar jawaban dari Gynta, semenjak itupula dirinya hanya diam saja membuat Gynta bingung. Merekapun kembali ke hotel sekitar jam lima sore. Walaupun Vino selalu diam, dia tidak lupa kembali menggendong Gynta kekamarnya dan pergi begitu saja.   "Vino..." Panggil Gynta saat Vino keluar dari kamarnya begitu saja.   "Ada apa dengannya? Aneh sekali. Tidak biasanya dia selalu diam seperti itu." Gumam Gynta lalu membaringkan tubuhnya diatas ranjang dan berkutik dengan ponselnya.   Dirinya sedikit terkejut saat melihat ada banyak panggilan tak terjawab dan pesan masuk. Saat dicek semuanya dari Maria. Diapun menghubungi ibu mertuanya untuk menanyakan kepentingannya sehingga menghubungi dirinya sampai beberapa kali.   "Halo." Sapa Gynta.   "Gynta? Bagaimana keadaanmu? Apa kau baik-baik saja? Ya tuhan, kau sekarang dimana? Kalau kau masih sakit lebih baik pulang saja. Vino tidak bisa mengurus orang sakit dan aku tahu kalau Vino pasti mengabaikanmu, apa kau baik-baik saja? Aku sangat khawatir denganmu." Maria tak henti-hentinya bertanya padahal satu pertanyaan pun belum dijawab Gynta membuat gadis itu tersenyum bahagia karena Maria sangat baik padanya.   "Aku baik-baik saja Maria. Bagaimana denganmu disana?"   "Gynta,,, kau ini." Gumam Maria dan tersenyum. "Vino sekarang sedang apa? Apa dia sedang bersamamu?"   Pandangan Gynta mengitari ruangannya. Tidak mungkin kan dirinya harus jawab kalau mereka berdua tinggal dikamar yang berbeda. "Vino sedang mandi." Jawab Gynta bohong. Padahal dikenyataannya Gynta tak tahu sedang apa suaminya.   "Lalu apa kalian jadi pulang besok?"   "Entahlah. Aku tidak tahu Maria."   "Jangan panggil Maria lagi sayang, kau bisa panggil aku Mommy kalau kau mau."   Gynta tersenyum. "Baiklah. Mommy..."   Maria bernapas lega mendengar akhirnya Gynta memanggilnya Mommy. Impiannya dari dulu akhirnya terwujud juga. "Aku sangat senang kau memanggilku Mommy sayang. Ya sudah jaga kesehatanmu yah. Katakan pada Vino suruh dia merawatmu dengan baik, kalau Vino macam-macam katakan saja padaku, mengerti?"   "Iya Mom.."   Mereka tertawa bersama sebelum Maria memutuskan sambungan teleponnya.   Setelah menerima telepon tersebut Gynta langsung memesan makan malam dan menikmatinya sembari menonton acara televisi.   -   Gynta terbangun tepat satu jam setelah dirinya tertidur. Dia merasa ada sebuah lengan yang memeluknya dari belakang. Dengan malas dirinya membuka matanya dan menyalakan lampu diatas nakas dan menoleh kebelakang. Tubuhnya tersentak seketika saat melihat suaminya tertidur disampingnya. Sejak kapan Vino masuk kekamarnya? Karena mencium aroma alkohol yang sangat kuat, Gynta mendekatkan wajahnya kearah Vino dan sedetik kemudian aroma alkohol menyeruak dan sangat kuat dari Vino.   "Ya Tuhan. Ada apa dengannya? Seenaknya saja datang kekamar orang lain saat mabuk." Desah Gynta dan mencoba bangkit dari ranjang.   Saat Gynta mendudukkan tubuhnya, lelaki itu kembali memeluk perutnya dan menahan Gynta turun dari ranjang. "Ta... jangan pergi. Aku sangat merindukanmu." Gumam Vino yang sudah kehilangan kesadaran beberapa jam yang lalu.   Gynta tidak mempedulikan gumaman Vino dan melepaskan pelukan Vino pada perutnya. "Tata... jangan pergi. Tata..."   Gynta terdiam mendengar gumaman Vino yang semakin menjadi. Bahkan suara isak tangis Vino terdengar diakhir kalimatnya. Gynta menoleh dan menatap wajah Vino yang terlihat rapuh. Dirinya kembali mendesah pelan dan mengelus wajah Vino untuk menghapus air matanya. Saat Gynta menyentuh wajah lelaki itu, kegusaran dan kecemasan Vino sedikit berkurang dan sudah tidak bergumam lagi. Gadis itu merasa iba melihat suaminya serapuh dan selemah ini. Siapa Tata yang dimaksudnya? Apa dia mantan kekasihnya? Beruntung sekali Tata itu bisa dicintai manusia searogan suaminya sampai suaminya terlihat berantakan seperti itu. Pikiran-pikiran itu berkelebat didalam kepala Gynta.   Setelah Vino merasa tenang, Gynta pun bangkit dari ranjang dan menyelimutinya. Dengan sedikit susah Gynta berjalan menuju sofa panjang yang berada tak jauh dari ranjangnya. Setelah merasa nyaman berbaring diatas sofa dengan selimut tebal akhirnya Gynta kembali tertidur tepat ditengah malam.   Dua jam yang lalu   Vino sudah terbaring menyender pada meja didepan sofanya. Dirinya sudah hilang kesadaran setelah menghabiskan botol wine yang kesekian kali. Dirinya terbaring begitu saja karena merasa ngilu dibagian pinggulnya. Entahlah, setelah mengantar Gynta kembali kekamarnya, Vino seperti sudah kehilangan kesadarannya. Dia tidak tsrima dengan jawaban yan diberikan Gynta atas pertanyaannya. Dia ingin Gynta menjawab kalau dia adalah teman kecilnya. Tapi justru jawaban konyol yang keluar dari bibir gadis itu.   Tanpa sadar tepat jam sebelas malam dirinya keluar dari kamar dengan gontai. Meskipun masih dalam keadaan mabuk Vino masih ingat password kamar hotel istrinya. Dirinya masuk tanpa menyalakan lampu yang sudah padam dan tidur begitu saja diatas ranjang disamping Gynta yang tertidur membelakanginya menatap jendela kamar.   -   "Hei... bangun!!!" Teriak Gynta putus asa. Sudah hampir jam sembilan pagi suaminya belum bangun.   Gynta sudah siap dengan dress saleem dan rambutnya dikuncir kuda. Semua pakaiannya juga sudah dimasukkan kedalam koper karena Gynta berniat ingin langsung keparis hari ini juga. Sarapan, mandi dan merapikan dirinya sendiri sudah dilakukannya satu jam yang lalu.   Vino menggeram kesal dan membelakangi Gynta.   "Bangun Vino!!! Kau ini... sudah tidur dikamar orang dan susah dibangunin. Ayo bangun bodoh!!!" Sentak Gynta masih menggoyang-goyangkan punggung Vino.   "Aku masih mengantuk! Pergi dari kamarku!" Jawab Vino tak kalah kencangnya dan langsung tengkurap menyembunyikan wajahnya pada bantal.   Gynta membuang napas kasar dan bangkit dari ranjang lalu memutari ranjang dan duduk kembali disisi ranjang tepat disamping Vino. "Hei bangun! Buka matamu dan lihat kau dimana sekarang!" Gertak Gynta.   Dengan malas Vino berbalik dan membuka matanya melihat Gynta yang menatapnya kesal. Mata Vino terbuka lebar meskipun masih merasa pusing saat melihat Gynta sudah rapi dan berada dikamarnya. Kamarnya? Vino memperhatikan pemandangan jendela yang terasa asing. Setelah sadar dimana tempatnya saat ini, Vino langsung duduk dan malu.   "Kenapa? Sudah sadar kau tidur dikamar siapa? Cepat bangun dan aku ingin ke Paris sekarang!"   "Apa? Sekarang? Kau kan masih sakit." Jawab Vino dan kembali menundukkan wajahnya karena malu menatap Gynta.   "Ck. Kau sudah janji padaku, cepat bangun dan kembali kekamarmu."   "Iya. Iya. Dasar cerewet." Gumam Vino dan langsung bangkit dari ranjang.   "Apa?! Vino!" Gynta kembali menggertak Vino karena mengatainya cerewet sedangkan Vino hanya mengabaikannya begitu saja.   Vino kembali kekamarnya dan meruntuki dirinya sendiri karena tanpa sadar tidur dikamar orang lain, terlebih tidur dikamar Gynta. Sampai didalam kamar Vino kembali tertidur karena masih merasa pusing.   -   "ALVINO!!!!"   Sontak Vino langsung membuka matanya lebar-lebar karena Gynta berteriak tepat ditelinganya.   "Hei, Ada apa sih? Kau ini mengganggu saja!!" Gertak Vino dan melemparkan bantalnya kearah Gynta yang menatapnya dengan penuh kekesalan.   "Kau tidak tahu sudah jam berapa sekarang, hah? Kau mau tidur sampai tengah malam lagi?! Ini sudah tengah hari, cepet bangun!!! Pokoknya aku tidak mau tahu kau harus bangun kalau tidak ingin gendang telingamu itu pecah!!" Bentak Gynta dan melemparkan bantal yang tadi dilemparkan Vino kearahnya. "Bangun! Dasar!"   Gynta merasa kesal, bahkan sangat kesal pada suaminya. Seenaknya saja suaminya tidur dikamarnya dan menangisi wanita lain dan sekarang justru semakin menyebalkan karena tidak menepati janjinya. Gynta keluar kekamar Vino dengan kekesalan yang sudah memuncak. "Awas saja nanti kalau tidur lagi." Gumam Gynta.   Gynta berniat ingin menunggu Vino sembari berjalan-jalan ditaman hotel tersebut yang disuguhi keindahan pemandangan pantai secara dekat. Tak lama ponselnya berbunyi yang ternyata Vinolah yang menghubunginya.   "Apa?!" Jawab Gynta sedikit menaikkan suaranya.   "Kita langsung pulang saja. Ke Parisnya nanti kapan-kapan saja. Aku harus mendadak pulang sekarang. Kalau kau mau ikut aku tunggu didepan hotel tapi kalau kau ingin ke Paris sendiri terserah kau saja."   Gynta menoleh kearah halaman depan hotel. Dia sudah melihat Vino berdiri didepan hotel dengan satu tangan memegang ponsel dan satu tangannya lagi dimasukkan kedalam saku celananya.   "Sejak kapan kau sudah serapi itu? Perasaan belum ada setengah jam aku meninggalkanmu."   "Itulah aku." Jawab Vino angkuh dan tidak tahu kalau Gynta memperhatikannya dari arah taman samping hotel tersebut.   "Kau pasti mandi bebek, bener bukan? Hah sudah bisa ditebak." Gumam Gynta dan tersenyum jail.   "Apa?! Heh bocah kerdil jaga ucapanmu ya!" Vino merasa kesal pada Gynta. Hmm gadis itu memang selalu memutar perasaannya setiap waktu.   Gynta mematikan sambungan teleponnya dan berjalan menghampiri Vino. Saat Gynta hampir mendekat, Vino menoleh kearah Gynta dan menatapnya dengan kesal. "Kau ini." Geram Vino membuat langkah Gynta terhenti.   "Apa?!" Tantang Gynta dan menaikkan dagunya kearah suaminya.   Vino mendengus kesal dan tiba-tiba berlari kearah Gynta membuat gadis itu ikut berlari sebisanya untuk menghindar. Meskipun kakinya belum sembuh total dan berlari dengan sedikit menjijit, Tuhan masih memberinya jalan. Vino terlihat susah menangkap istrinya karena Gynta berlari dengan cara zig zag. Tangan Vino selalu menjulur kedepan berusaha untuk meraihnya hingga Gynta pun tertangkap. Kaki Gynta yang terluka menginjak sebuah batu kecil membuatnya meringis saat Vino menangkap tangannya.   "Aaakkhhh..." Gynta menundukkan badannya karena satu tangannya yang bebas dari cengkeraman Vino memegang satu kakinya.   "Gynta?" Vino ikut menundukkan tubuhnya didepan Gynta. "Kenapa?" Tanyanya khawatir.   "Sakit." Ringis Gynta.   "Kau ini! Makanya jangan suka lari kalau kakimu belum sembuh." Omel Vino dan masih menatap Gynta kesal meskipun dirinya sangat khawatir padanya.   "Kenapa kau justru mengomel pada istrimu yang sedang sakit? Dasar suami tidak bertanggung jawab. Bukannya menjaga istrinya malah memarahinya. Ini semua karena kau tahu!" Gerutu Gynta dan menyentakkan lengannya yang dicengkeram Vino.   "Hei memangnya apa salahku?" Tanya Vino yang tidak terima disalahkan begitu saja.   "Kalau kau tidak mengejarku aku pasti tidak akan berlari. Dasar bodoh!" Gynta berbalik dan dengan sedikit susah kembali berjalan pelan menuju kamar hotelnya.   Sesekali Gynta menghentikan langkahnya dan mendengus saat melanjutkan langkahnya sedangkan Vino masih berdiri dibelakangnya sembari memperhatikannya. Melihat Gynta selalu meringis kesakitan membuat Vino menghampirinya dan tanpa persetujuan apapun dari Gynta, dirinya meraih tubuh Gynta dan menggendongnya ala bridal style membuat gadis itu memekik karena terkejut saat tubuhnya melayang diudara.   "Hei. Lepaskan! Turunkam aku!" Gertak Gynta dan memukul d**a Vino serta punggung Vino.   "Kakimu sedang sakit. Aku tidak bisa membiarkannya begitu saja." Gumam Vino tanpa sadar membuat Gynta menatapnya dalam diam.   Gynta menundukkan wajahnya yang sudah semerah tomat dan mengalungkan kedua lengannya dileher suaminya. Mereka berjalan dalam diam hingga Vino berjalan menjauh dari hotel. Langkah Vino tertuju kearah lapangan kecil dan Gynta mengerutkan kening saat melihat ada sebuah helikopter disana. "Kita..."   "Iya. Waktu kita kemari menggunakan helikopter." Sambung Vino membuat Gynta terkejut setengah mati.   "A-apa?" Pekik Gynta.   "Ck. Kau bisa tidak kalau tidak menjerit seperti itu? Suaramu itu sangat menggangguku." Gertak Vino.   "Maaf." Ucap Gynta cepat dan kembali seperti semula. "Ya Tuhan,Vino. Kau tidak bisa menjalankan helikopter dengan baik, aku tahu itu! Aku tidak mau pakai helikopter. Cepat turunkan aku, bodoh. Cita-citamu yang menjadi pilot itu tidak akan pernah terwujud, kau tahu itu?!"   Ucapan Gynta membuat Vino mematung dan menghentikan langkahnya. Pandangannya berubah kosong memandang kearah depan. Pikirannya kembali mengulang saat kenangannya dengan sahabat kecilnya. Hanya Tata yang tahu cita-cita lelaki itu yang ingin menjadi pilot meskipun tidak baik dan tidak bisa sama sekali menerbangkan pesawat. Dan karena itu, Vino menyempatkan waktunya hampir lima tahun untuk belajar menerbangkan pesawat ataupun helikopter disela-sela waktunya untuk membuktikan pada Tatanya nanti kalau dirinya bisa menerbangkan pesawat dengan baik.   Gynta berusaha membuat Vino menurunkan tubuhnya dari gendongannya hingga kedua lengan lelaki itu melemah dan Gynta berhasil turun dari gendongan lelaki itu.   "Ah menyebalkan sekali. Kau ingin membunuhku, hah?!" Gerutu Gynta dan pergi meninggalkan Vino.   Saat Gynta berjalan menjauh dari Vino, Vino meraih lengan Gynta dan menariknya kearahnya. Pandangannya mengintimidasi pada gadis didepannya. Cengkeramannya menguat membuat Gynta meringis dan mencoba melepaskan cengkeraman itu. Sebenarnya Gynta tanpa sadar mengucapkan kata-kata tentang cita-cita lelaki didepannya. Kata-kata itu muncul begitu saja didalam kepala tanpa bisa dikontrol oleh Gynta.   "Siapa kau?!" Desis Vino.   "Kau ini kenapa, hah? Lepaskan aku bodoh! Dasar orang aneh!" Maki Gynta.   Cengkeraman itu semakin mengencang saat Vino tidak mendapatkan jawaban dari gadis didepannya. Tentu saja itu adalah hal yang aneh baginya karena hanya Tatanya yang tahu hal itu. Bahkan ibunya dan Amy pun tak tahu cita-cita Vino saat masih kecil.   "Katakan siapa kau?" Vino masih saja menuntut jawaban dari Gynta membuat gadis itu mengernyitkan keningnya mendapat pertanyaan yang baginya sangat aneh.   'Ada apa dengan lelaki ini? Apa dia amnesia sehingga tidak ingat kalau aku adalah istrinya? Atau dia hanya main-main saja? Ya Tuhan. Dia memang menyebalkan." Batin Gynta.   "Kau tidak mengingatku? Ya Tuhan. Jangan berpura-pura amnesia bodoh!"   "Bukan aku yang tidak mengingatmu, tapi kau yang melupakanku." Gumam Vino.   Gynta membuang napasnya kasar dan menatap Vino dengan kesal. "Apa kau bilang? Aku melupakanmu? Justru kau yang tanya padaku siapa diriku, apa itu namanya kalau aku yang melupakanmu? Bahkan aku masih ingat saat pertama kali bertemu denganmu dan semenjak itu hariku dipenuhi dengan kesialan seperti sekarang ini!"   "Kau tidak menjawabnya dengan benar."   "Kau yang tidak dengan baik mendengarkannya! Ah... aku sudah muak dengan semua sikap anehmu! Apa ini karena mantan kekasihmu itu? Ta Ta siapa aku tidak tahu, apa karena dia kau bersikap aneh? Ya Tuhan, aku mulai merasa tidak ingin tinggal serumah denganmu setelah ini." Desah Gynta.   "Katakan saja bagaimana kau tahu aku ingin menjadi pilot waktu kecil."   "Aku tidak tahu. Cepat lepaskan tanganmu, bodoh! Lenganku bisa patah kalau kau mencengkeran lenganku seperti ini!" Jerit Gynta yang sudah kehilangan kesabarannya.   "Tentu saja kau tahu, Gynta. Apa kau mengenal Tataku? Dimana dia? Katakan dimana dia sekarang!" Vino menaikkan suaranya diakhir kalimat membuat gadis itu menunduk dan menutup matanya karena terkejut.   "Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan. Lepaskan lenganku. Itu sangat menyakitkan." Lirih Gynta masih menunduk dan suaranyapun terdengar bergetar.   Vino mengingatkannya pada masa kecilnya saat dirinya dibentak-bentak oleh pengasuhnya, terlebih saat ini mereka juga ada di Itali. Meskipun Gynta selalu berdebat dan berkata dengan nada tinggi pada lelaki didepannya tapi saat Vino menaikkan nada bicaranya yang tiba-tiba itu membuatnya ingat dengan kenangan kecilnya di Itali.   "Aku... Aku membencimu." Gumam Gynta dan isak tangisnya pecah meskipun tak terdengar jelas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN