Toma General Hospital
Fukushima — Frefektur Miyagi
19/08/2018
08:12 AM
.
.
.
"Silakan."
Ujar Nanase sambil memberikan sebuah permen lollipop pada seorang anak berusia sekitar lima tahun yang dia temui di koridor. Bocah itu adalah pasiennya yang datang dua hari lalu karena radang lambung dan tekanan darah yang cukup rendah, setelah memberinya penanganan dan beberapa kantung cairan infus, hari ini dia sudah bisa berjalan-jalan di sekitar koridor, mungkin karena bosan terus tidur di ranjangnya seharian, akhirnya bocah itu bisa melangkah ke luar, padahal sehari sebelum ini, bocah itu selalu menolak bicara dengan siapapun bahkan setiap Nanase bertanya bagaimana keadaannya pun, bocah itu hanya akan diam.
Ditemani ibunya yang dengan setia terus memegang kantung infus yang sisa setengah, bocah itu berjalan merayap, berpegang pada dinding di sekitarnya, seperti anak kepiting yang baru keluar dari dalam lubang dan mulai bisa menerima sapaannya.
"Terima kasih, Sensei." Ujar ibunya menggantikan si bocah yang masih terlihat takut itu.
"Tidak masalah, tidak masalah, nah, anak manis," panggil Nanase mencoba seramah mungkin, dia tidak mau apa yang dikatakan oleh suster kemarin kalau dia itu seperti monster yang selalu membawa jarum suntik raksasa, melekat sebagai imej permanen di dirinya, ayolah, bagaimanapun Nanase ingin disukai oleh anak-anak terlepas dari itu adalah pekerjaannya, "apa perutmu masih sakit? Kalau masih, katakan padaku, agar sakitnya cepat hilang."
Anak itu hanya diam dengan tangan yang terus menggenggam erat lollipop yang dia terima dari Nanase. Awalnya Nanase pikir kalau anak itu tidak akan menjawab pertanyaannya, namun setelah beberapa detik dan beberapa kali dibujuk ibunya untuk menjawab, akhirnya dia menggeleng. Meski hanya sebuah gelengan kepala ringan, tapi Nanase sudah mendapatkan lebih dari cukup apa yang dia inginkan, "Baiklah, karena sudah tidak ada yang terasa sakit, kalau malam ini kau tidak muntah lagi dan makan obat dengan benar, besok aku akan membujuk suster untuk membantumu berkemas."
Nanase menepuk pucuk kepala bocah itu sebelum berdiri. Si ibu terlihat sangat malu untuk sikap anaknya yang hanya diam dan mengabaikan semua pertanyaan dokter yang sudah sangat baik padanya beberapa hari ini, namun Nanase hanya bisa maklum karena bagaimanapun dia hanya anak-anak yang jika digertak atau ditakuti sedikit saja, ketakutannya akan berubah sebesar gunung. Lagipula, ini bukan pertama kalinya Nanase diperlakukan demikian.
Tapi, baru saja dia berniat meninggalkan mereka, ujung cenalanya ditarik tiba-tiba, nyaris saja dia terjatuh kalau Nanase tidak berpegangan pada tepi dinding di sebelahnya. "A—ada apa?" Tanya Nanase panik.
"A — aku, apa aku benal-benal boleh pulang?" Tanya bocah itu cadel penuh gugup, masih terus menggenggam erat permen yang dia pegang.
Sepasang mata Nanase berbinar. "Tentu saja, kau harus sekolah, kau harus bermain dan makan masakan ibumu dengan benar. Lain kali, jangan makan terlambat lagi atau kau akan bertemu denganku lagi di sini." Jawab Nanase antusias. Ini pertama kalinya bocah itu bertanya padanya, Nanase yakin kalau anak itu memang sudah sangat tidak betah berada di rumah sakit.
"Paman doktel!" Panggil bocah itu sangat keras, "telima kasih pelmen' na!" Lanjutnya sambil mengacungkan permen yang Nanase berikan tinggi-tinggi.
Melihat anak itu tersenyum ke arahnya, Nanase membalas dengan senyum lebih lebar dan sebuah lambaian tangan saat seseorang berjalan mendekatinya.
"Oi, Nanase!" Panggil seorang dokter bedah yang cukup tidak biasa berada di bagian anak-anak seperti ini. Itu Yuruizawa.
"Yoro? Tidak biasanya kau datang? Ada sesuatu?"
Ujung bibir Yuruizawa berkedut. Entah dia harus bahagia atau kecewa melihat bagaimana tenangnya sikap yang ditunjukkan Nanase hari ini? Pria yang biasanya sangat berisik, sangat rewel dan akan langsung terbang memeluknya saat mereka bertemu di mana pun, tapi ... entah kenapa kali itu berbeda? Nanase terlihat sangat tenang bahkan dia seperti sedang berpura menjadi orang dewasa.
Awalnya mungkin Yuruizawa mengira kalau kepala Nanase terbentur dinding atau dia salah minum obat hari ini? Tapi saat dia melihat seorang bocah dan ibunya yang masih di sana, Yuruizawa tidak bisa menahan sakit kepala yang tiba-tiba datang. Tentu, berharap apa dia? Sikap autis Nanase hanya bisa disembuhkan disaat-saat seperti ini saja. Di depan pasiennya atau di atas meja operasi. Di luar itu, Nanase akan kembali jadi Nanase yang menyebalkan.
"Ingatkan aku untuk mencarimu di saat-saat seperti ini lagi." Ucap Yuruizawa dengan suara sangat pelan, lebih seperti mendesis dan tentu saja tidak berharap didengar siapapun.
"Apa?" Nanase bertanya penasaran.
"Tidak! Bukan apa-apa!" Beruntung sekali Nanase tidak mendengar ocehannya, bukan berarti dia ingin Nanase mendenga,r tapi dia benar-benar bersyukur Nanase tidak mendengar suaranya dan menganggap itu seperti angin, "hari ini, ada seminar kesehatan yang diadakan di Tohokudai kau mau ke sana?"
"Seminar dasar tentang Kardiologi dasar yang kau bilang minggu lalu?" ingat Nanase kalau seminggu lalu Yuruizawa pernah mengatakan kalau di Universitas Tohoku atau Tohokudai akan diadakan seminar tentang seminar kardiologi dasar untuk mahasiswa tingkat satu atau junior tingkat SMA yang akan melanjutkan kuliah ke fakultas kedokteran.
"Iya, salah satu pengisi seminar itu adalah Profesor Asanami, kau mungkin harus bertemu dengannya dan sekedar menyapa?"
Dia memang sudah diberitahu soal seminar yang akan diadakan di gedung aula Tohokudai hari ini, tapi hari ini juga dia punya setumpuk laporan yang harus dia selesaikan, lagipula, Yuruizawa datang tanpa jas kebanggaannya dan hanya memakai setelan kasual biasa, "Hari ini kau off?" Tanya Nanase lalu dijawab anggukan cepat oleh Yuruizawa.
"Kalau aku punya sisa waktu, aku akan menyusul ke sana."
"Kau masih punya jadwal pemeriksaan hari ini?"
"Tidak, tidak, aku punya banyak laporan yang belum kuselesaikan bulan ini, meski aku ingin sekali pergi, aku tidak bisa."
Yuruizawa bisa sangat maklum soal ini. Bagaimanapun mereka bekerja di institusi yang sama, mengerjakan laporan rekap tiap-tiap pasien yang mereka tangani dan menyusunnya menjadi satu tabel panjang sebelum diberikan pada kepala bagian yang akan terus tembus ke bagian pembukuan untuk diarsipkan. Itu sangat merepotkan, karena bukan saja mereka yang berbagi pasien, tapi pasien itu juga berbagi dokter dengan dokter jaga malam setiap harinya, karena itulah mereka lebih kerepotan karena harus berkonsultasi dan bertanya tiap-tiap perkembangan dan ketidakmungkinan yang akan mereka hadapi di masa depan.
Setelah tahu situasi mereka, Yuruizawa memilih untuk tidak menarik Nanase bersamanya, dan membiarkan pria itu untuk menyelesaikan pekerjaan, "Oh, baiklah. Telepon aku kalau sudah selesai." Ujarnya singkat.
Melihat perubahan sikap Yuruizawa yang diam setelah dia mengatakan kalau dia punya banyak laporan yang harus dia selesaikan, Nanase merogoh saku kanan jas putihnya yang sedikit menggembung, di dalam sana dia selalu membawa lollipop. Tanpa tahu malu, Nanase langsung membuka bungkus permen itu dan menyodorkannya langsung ke mulut Yuruizawa "Jangan murung! Makan permen ini dan kau akan kembali bersemangat!"
"Ka— "
Karena kaget dan marah, Yuruizawa hampir saja memaki Nanase, tapi sekali lagi dia menelan kalimatnya karena di sana masih ada pasangan ibu dan anak yang barusan, si ibu masih terus menemani bocah tadi berjalan merayap, karena itu saat melihat adegan sialan tadi, ibu anak itu sedikit tersenyum saat melihat bagaimana Nanase memasukan lollipop ke dalam mulutnya tiba-tiba, tapi si b******k itu, malah tertawa melihatnya tidak bisa berbuat banyak.
"Hahaha ... permen rasa melon itu sangat enak, anak-anak menyukainya! Kau harus mencoba agar tidak menangis seperti mereka!"
Ujung telinga Yuruizawa terlihat sangat merah, tangannya mengepal marah namun dia tidak bisa memaki kelakuan Nanase sekarang. Lagipula, kenapa bisa-bisanya Nanase membawa permen-permen itu di saku jasnya? Tidak jelaskah setelah dia selalu memarahinya untuk menghentikan kebiasaan itu?
"Nanase!!" Geram Yuruizawa sambil menarik kembali permen yang sudah masuk ke mulutnya.
Sungguh, dia sangat marah sekarang. Tidak peduli di manapun orang itu berada, sikap autis yang menempel padanya tidak pernah bisa dihilangkan! Percuma saja Yuruizawa berpikir kalau dia akan menemui Nanase lagi setiap pria itu punya seorang pasien di dekatnya atau tidak, Nanase tetap akan bertingkah konyol.
"Hahaha ... aku hanya menyelesaikan laporan, jam kerjaku tetap akan berakhir seperti biasa. Tidak perlu sesedih itu."
"Terserah! Lakukan sesukamu!" Yuruizawa berbalik dan berjalan sangat cepat meninggalkannya, namun tiba-tiba Nanase berteriak menghentikan langkah Yuruizawa, baru saja Yuruizawa membuka mulutnya untuk mengumpat kelakuan temannya itu, Nanase sudah kembali bicara,
"Ayo pergi minum nanti malam!"
"Baiklah! Akan kutunggu kau di tempat biasa!" Jawabnya ketus. Meski begitu, Nanase hanya menanggapi dengan senyum lebar seperti biasanya.
"Baiklah Ichiharada Nanase, sudah cukup bermain-mainnya! Waktunya bekerja setelah itu kau bisa pergi minum-minum dengan tenang!" Nanase menyemangati dirinya sendiri.
Setelah melambaikan tangan pada bocah dan ibunya yang masih berada tak jauh dari tempat Nanase berdiri, dan meminta pada perawat untuk menelepon ke ruangannya jika tiba-tiba ada pasien gawat atau masalah lainnya yang tidak bisa mereka tangani. Baru setelah itu Nanase meninggalkan pos jaga dan masuk ke dalam ruangan untuk mengerjakan sisa laporannya yang belum selesai.
Meski Nanase menyebut itu ruang kerja, tapi di sana tidak hanya ada meja kerja miliknya. Di sana masih ada sekitar empat meja lagi dengan tumpukan-tumpukan kertas yang berbeda. Di divisi anak memang tidak terlalu banyak dokter yang bertanggung jawab, di sana hanya ada Nanase, dan dokter Kanae Itou, Fujiwara, Hitouka dan sebagai penaggung jawabnya adalah Minato. Tapi pagi ini, karena dua dari lima dokter termasuk Nanase sedang libur, hanya ada ada dia yang bertanggung jawab sampai dokter selanjutnya datang untuk mengisi shift selanjutnya.
Jadi, setelah memastikan para perawat bisa melakukan tugas mereka dan memberi arahan untuk segera menghubunginya jika ada sesuatu yang tidak bisa mereka tangani usai Nanase malukan pemeriksaan rutin hari ini, dia bisa mulai menyelesaikan laporannya sesegera mungkin.
.
.
.
Nanase menguap beberapa kali setelah entah sudah berapa lembar laporan yang dia salin dan diperbaiki, memasukan beberapa data penting ke file miliknya, lalu sisanya dia tumpuk menjadi satu untuk dia serahkan ke divisi pengarsipan. Jam sudah menunjukan pukul tujuh malam, artinya sudah dua jam berlalu sejak jam kerjanya habis dan dia masih berada di ruangan ini.
Di luar sana tidak ada satupun perawat yang menelepon ataupun memanggilnya, artinya tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi di luar sana, di samping itu, shift kedua juga sudah berjalan, dokter yang menggantikannya juga pasti sudah di sana menggantikan Nanase, Lalu apa yang harus dia khawatirkan?
Setelah merapikan semua lembar-lembar kertas yang tumpang tindih di atas mejanya dan mematikan komputer yang sejak siang tadi menyala, Nanase mengambil ponsel yang entah sejak kapan dia abaikan dari dalam saku celananya. Awalnya dia berniat menghubungi Yuruizawa karena mungkin di akan terlambat karena dia harus menyerahkan pekerjaannya itu pada divisi kearsipan lebih dulu, tapi saat dia melihat emailnya, Yuruizawa bilang kalau dia juga akan terlambat karena dia masih di gedung aula Tohokudai, mengobrol dengan senior dan beberapa pengisi seminar tadi.
Melihat isi pesan Yuruizawa, Nanase seperti mendapat ide konyol. Sambil tersenyum lebar, Nanase mengetik pesan;
[ { "bagaimana kalau ajak
mereka pergi minum dengan kita?"} ]
Saat membaca pesan, Yuruizawa yang biasanya akan langsung menelepon dan memaki Nanase untuk ide gilanya, kali itu terlihat biasa saja. Dia bahkan mengiyakan ide itu dan mengirimi alamat restoran tempat mereka akan minum.
Nanase tidak membalas pesan Yuruizawa lagi, dia takut temannya itu akan berubah pikiran dan mengganti restoran mereka tanpa memberitahunya karena kesal. Nanase hanya bisa tertawa mengingat bagaimana wajah Yuruizawa yang selalu terlihat seperti ingin memakan dagingnya mentah-mentah setiap kali dia bertingkah konyol. Tapi bagaimanapun, di rumah sakit ini hanya Yuruizawa yang tidak mengucilkannya setelah semua yang sudah terjadi.
"Baik! Ayo pergi minum!" Ujar Nanase kemudian bangkit dan membawa hasil pekerjaannya.
Usai hand over pekerjaan pada dokter shift, Nanase bergegas menuju ruang kearsipan, menyerahkan laporan yang dia buat seharian pada salah satu petugas yang masih berada di sana lalu berjalan ke luar dari rumah sakit. Alamat restoran yang diberikan Yuruizawa cukup jauh dari rumah sakit, dan butuh sekitar lima belas menit jalan kaki juga satu kali naik bus. Meski begitu tidak sedikitpun menyurutkan niat Nanase untuk pergi. "Tidak masalah! Demi makan daging dan seteguk sake! Akan kulakukan!"
Tekad Nanase seperti terbakar. Dia tidak peduli kalau besok dia masih punya jam jaga, dia akan tetap pergi minum dan bersenang-senang malam ini.
Setelah naik satu kali bus dan berjalan sekitar lima belas menit, akhirnya Nanase tiba di sebuah restoran bertuliskan 'Daging Tebal Berminyak' di atas pintu masuk yang juga sebagai penanda nama restoran tersebut.
Itu hanya restoran barbeque biasa, tapi di sana menyediakan layanan 'all you can eat' untuk semua jenis daging dan potongan 10% untuk pemesanan tiap botol sake dalam sebuah rombongan. Mungkin jarak dari tempat ini ke rumah sakit cukup jauh, tapi Nanase benar-benar ingin memuji temannya itu karena Yuruizawa tahu di mana dia harus menempatkan dompetnya. Hahaha ....
Nanase hanya terkekeh mengingat bagaimana Yuruizawa harus kerepotan mentraktir senior dan orang-orang yang mengisi seminar itu di dalam sana, walau hanya untuk sekedar minum-minum, Nanase yakin kalau mereka yang ada di sana tidak akan berhenti sampai mereka semua mabuk dan puas makan daging
Saat masuk, Nanase di hampiri oleh seorang karyawan yang mengatakan kalau restoran penuh, tapi saat dia mengatakan kalau dia ada dalam rombongan Yuruizawa, karyawan itu langsung membawa Nanase ke sebuah meja yang berada di ujung.
Tiap meja di restoran itu menyerupai sebuah ruangan pribadi, dengan sekat yang memberi privasi penuh pada penyewanya, selain dapat menampung sekitar tujuh hingga delapan orang, ruangan-ruangan itu juga dilengkapi dua tungku kompor untuk memanggang daging dan menaruh hot pot. Bahkan tidak ada larangan untuk tidak merokok di sana. Namun bukan berarti restoran itu tidak ramah untuk orang yang bukan perokok, mereka tetap menyediakan ruang untuk mereka yang bebas asap rokok di lantai dua, hanya saja tempat itu tidak seramai di lantai satu.
Saat karyawan itu membawa Nanase ke meja Yuruizawa, di sana ada sekitar lima orang termasuk Nanase.
"Yoro!" Panggil Nanase sesaat setelah karyawan itu membawanya. Mendengar namanya dipanggil oleh suaranya terdengar sangat familiar, Yuruizawa yang sedang sibuk menuangkan sake ke gelas seorang pria yang duduk di seberangnya langsung berhenti.
"Kau lama sekali?"
"Maaf, aku sedikit kerepotan tadi."
"Dasar...," Desis Yuruizawa, "kenalkan. Mereka seniorku waktu di universitas, dan ini ... Tomoyoshi- sensei, dia yang menggantikan Profesor Asanami dalam seminar barus— "
Saat Yuruizawa mencoba memperkenalkan Nanase, Tomoyoshi tidak sengaja menumpahkan sake yang dituangkan Yuruizawa padanya ke tungku pemanggang, sampai tanpa sadar api berkobar dan hampir membuat daging yang sedang coba mereka panggang hangus.
_