Tokyodai Hospital -- Tokyo
12/08/2018
15.28 PM
Di ruang operasi itu ada sekitar enam orang sedang mengelilingi meja. Sementara di atas ranjang ada seorang pasien yang tertutup rapi oleh sehelai kain berwarna hijau, setelah mendapat anestesi sempurna hingga dia tidak akan bisa mendengar, merasakan bahkan mengingat apa yang dilakukan para dokter di ruangan itu pada tubuhnya.
Wajah semua orang tertutup masker, bahkan rambut mereka pun tertutup oleh cap berwarna senada. semuanya terlihat sibuk.
Sementara mereka semua sibuk memperhatikan, ada Tomoyoshi yang kali itu tengah menjelaskan tentang operasi pada dokter magang di rumah sakit tersebut. kalau kau tidak menemukannya di dekat uterus, kau bisa mencarinya di sekitar area di Douglas Pouch. Barusan itu, hampir saja usus buntunya pecah, lain kali kau harus lebih berhati-hati saat mengangkatnya. Jangan lagi bertindak ceroboh."
"Baik! Tomoyoshi-sensei!"
[{ Douglas Pouch: Adalah area rendah, terletak antara uterus dan rektum }]
Setelah berbincang sedikit dengan dokter muda itu, Tomoyoshi Katou membuang masker juga cap bekas miliknya ke tempat sampah. Masih mengenakan seragam RO, pria dengan tinggi seratus delapan puluh tiga sentimeter itu berjalan di sepanjang koridor menuju ke UGD. Sepanjang jalan, Tomoyoshi berpapasan dengan banyak perawat yang berlari ke sana ke mari, membawa botol-botol infus menuju ke UGD, atau yang berlari mengejar waktu shift menuju ke kamar perawatan di lantai lain.
Sama seperti di koridor, di UGD Tomoyoshi melihat lebih banyak perawat dan dokter yang sibuk memeriksa pasien, gerakan mereka juga jauh lebih cepat dan gesit dari perawat yang bekerja di kamar inap lantai atas. Selain karena mereka dikejar waktu, jumlah pasien yang datang dan keluar di UGD juga tidak sedikit,oleh karena itu mereka dituntut untuk bekerja lebih cepat dan sigap dari orang lain.
Beberapa dari perawat itu terlihat sedang mengambil sampel darah dan urine, beberapa lainnya sedang mengobati luka korban kecelakaan atau semacamnya, dan beberapa lagi terlihat sedang membantu pasien lainnya untuk berjalan menggunakan tongkat. Meski sangat ramai, namun setiap perawat dan dokter di sana bekerja seperti tidak mengenal lelah, bahkan mereka selalu tersenyum dan bersikap sangat ramah untuk setiap pasien yang mereka rawat padahal Tomoyoshi tahu kalau semua dari orang-orang itu sangat lelah. Tidak hanya pada pasien, mereka juga tetap bersikap ramah pada keluarga pasien yang selalu saja panik menanyakan kabar sanak saudara mereka.
Sementara mereka sibuk dengan pekerjaan mereka, Tomoyoshi berjalan mendekati salah satu meja dokter yang kosong, mengambil beberapa lembar kertas berisi daftar nama dalam tabel di atas meja itu, membacanya seksama sampai dia tidak sadar seorang dokter menyapanya tanpa jawaban, hingga dia harus menepuk pinggang Tomoyoshi untuk mendapat perhatiannya.
Tomoyoshi terperanjat karena kaget saat dia merasakan tepukan kuat itu, "Dokter Riyuji?"
"Ada apa denganmu? Melamun seperti itu bukan kebiasaan bagus." Ujar pria bertubuh sedikit cebol itu padanya, kemudian menggeser Tomoyoshi yang menghalangi meja untuk mengambil sebuah clip board yang juga berada di meja yang sama.
Riyuji Kimimoto, dokter yang bertanggung jawab untuk UGD di rumah sakit tersebut hanya memiliki tinggi seratus lima puluh dan sedikit bungkuk sejak kecil itu sudah berusia hampir lima puluh tahun. Dokter Riyuji menderita Congenital kyphosis sejak masih balita dan itu sedikit sulit untuk disembuhkan sekarang.
[ Congenital kyphosis; kelainan pada tulang punggung hingga membuat bungkuk ]
"Dokter magang tahun ini semakin banyak, ya?" Dia berkomentar setelah melihat daftar nama dari kertas yang dia pegang.
"Begitulah, bukan hanya karena rumah sakit kita ini jadi bahan pertimbangan karena reputasinya, tapi sejak tiga tahun terakhir, ada seorang dokter ahli bedah luar biasa yang akan dengan sukareka membiarkan anak-anak magang itu untuk melakukan pembedahan di atas meja operasi mengabaikan prosedur tidak tertulis yang dibuat para senior."
"Wah, kalau begitu, dokter itu harus diberi sangsi untuk tindakan seperti itu, bukan? Bukan hanya resikonya terlalu tinggi, bukankah dokter magang itu hanya dapat teori di atas meja kampus, bisa-bisa kesalahan prosedur sekecil apapun bisa membunuh pasien? Apalagi aturan tidak tertulis dari senior akan membuatnya dikucilkan atau bahkan kehilangan pekerjaannya? Merepotkan, harusnya orang seperti itu sudah jadi pengangguran sejak lama?" Tomoyoshi memprotes.
"Kau benar, harusnya dokter itu sudah ditendang sangat lama dari rumah sakit ini, tapi sialnya dia adalah asisten Profesor Asanami dan jadi salah satu dokter yang diperhitungkan di sini." Mendengar itu, Tomoyoshi sedikit mengangkat sebelah alisnya, entah dia harus mengkategorikan ucapan itu sebagai pujian atau ejekan? Tapi yang jelas, di akhir kalimat, dokter Riyuji menambahkan senyum sebelum mengambil kembali lembaran kertas yang diambil pria itu di atas mejanya.
"Bagaimana oprasi tadi?" Tanyanya mengalihkan pembicaraan mereka.
"Umn, bagaimana ya? Meski anak itu datang dari institusi yang sama tapi kemampuan mereka masih kalah dari anak-anak Dokkyodai. Sepertinya Profesor harus mencari asisten yang bisa lebih banyak mengajari mereka di ruang praktek anatomi sebelum dikirim untuk magang."
"Kalau begitu, sebaiknya kau mendaftar."
"Apa?"
"Karena kudengar, setelah kau berhenti jadi asisten profesor tiga tahun lalu dan terus berkutat di sini, Profesor Asanami kesulitan mencari orang yang bisa melakukan seperti yang kau lakukan di meja operasi setiap hari."
Tomoyoshi tersenyum sambil menggaruk pelipisnya yang sama sekali tidak terasa gatal. Dia akui kalau dia memang sudah berhenti jadi asisten Profesor Asanami untuk mengajar di fakultas kedokteran—Tokyodai, meski begitu dia tidak pernah absen kalau tiba-tiba Profesor yang bertanggung jawab di departemen bedah di rumah sakit ini membutuhkannya, dia masih akan tetap membantu.
"Dokter-dokter magang itu butuh pengalaman lebih sebelum mereka melakukan operasi besar mereka sendiri, aku hanya membantu saat mereka tidak bisa melakukan semuanya dengan benar." Jawab Tomoyoshi sedikit tersenyum.
"Benarkah? Kau juga harusnya sudah tahu Tomoyoshi-sensei, kalau kau dokter pertama yang lebih sering memberikan kesempatan pada dokter magang untuk melakukan operasi mereka sendiri di sana. Karena dokter yang ada di departemen itu sangat banyak, jadi sangat jarang ada dokter magang yang dapat kesempatan untuk operasi mereka sendiri, dan noda hitam itu sudah bukan hal tabu lagi di dunia kedokteran kita, karena itu aku sudah sering mendengar kalau banyak sekali anak-anak magang yang terobsesi untuk bisa mendapatkan jadwal masuk ke sana bersamamu."
"Aku hanya mempraktekan apa yang sudah kupelajari dari Profesor Asanami."
"Hahaha ... kau memang ahlinya. Kau harus lebih berusaha agar bisa melampaui orang itu." Dokter Riyuji kembali menepuk pinggang Tomoyoshi sangat keras beberapa kali karena senang. Beberapa kali juga pria tinggi itu mengaduh dan memprotes namun gagal, dokter Riyuji segera berjalan pergi saat seorang dokter magang memanggilnya.
Melihat dokter itu meninggalkannya sendirian di depan meja yang sudah kembali kosong, Tomoyoshi hanya bisa tersenyum. Dia kembali memikirkan ucapan dokter itu barusan. Tentang melampaui orang itu. "Huh, tidak mungkin aku bisa melampaui kemampuan orang itu...?" gumamnya.
Dia melihat kanan dan kirinya, semua orang sedang sibuk di sana. Tidak ada satupun orang yang dia kenal, meski begitu ada beberapa dokter dan perawat magang yang memberinya salam. Merasa dia tidak dibutuhkan di sana, Tomoyoshi kembali berjalan pergi. Baru saja beberapa langkah meninggalkan UGD, seorang perawat berlari panik sambil memanggil namanya berkali-kali. "Tomoyoshi-sensei?"
"Iya?"
"Profesor Asanami mencari anda, sekarang beliau menunggu anda di ruangannya."
"Profesor mencariku? Ada apa?"
"Tidak tahu, beliau tadi hanya menelepon dan mengatakan kalau anda ada di UGD, anda diminta untuk menemuinya."
"Baiklah, terima kasih sudah memberitahuku."
Ini agak tidak biasa, mengingat Profesornya sangat jarang datang ke rumah sakit, kalaupun dia datang mungkin ada sesuatu yang penting seperti pertemuan atau hal-hal lain yang membahas tentang kebijakan-kebijakan baru di rumah sakit ini, atau entah hal lain yang lebih penting. Tapi untuk memanggilnya ke ruangan, Tomoyoshi sedikit bingung, selain karena dia tidak pernah diundang ke ruangannya, Profesor
Asanami juga lebih sering memintanya menemui dia di kampus.
Ruangan Profesor Asanami ada di lantai empat, dekat ruang Kardiologi. Ruangan itu sedikit tertutup dan berada di ujung lorong. Sangat jarang orang tahu kalau di sana ada sebuah ruangan kerja milik seseorang, karena selain pemiliknya lebih sering menghabiskan waktu di kampus tempat dia mengajar, ruangan tersebut juga dilarang untuk sebagian orang yang tidak benar-benar berkepentingan dengannya untuk datang.
Tiba di depan pintu yang bertuliskan nama Asanami Tadaichi, Tomoyoshi mengetuk pintu kayu itu beberapa kali sampai seseorang dengan suara sedikit serak menyuruhnya masuk dari dalam.
"Selamat sore, anda memanggil saya Profesor?" Tanya Tomoyoshi setelah membuka pintu itu dan menemukan seorang pria paruh baya dengan kacamata tebal yang menggantung di pangkal hidungnya, kacamata itu sedikit turun karena lensa yang terpasang cukup berat, rambut pria itu hampir sepenuhnya sudah berubah putih, bahkan keriput tua sudah menjiplak jelas di beberapa area wajahnya, meski demikian aura ramah sama sekali tidak menghilang dari sana. Bahkan saat Tomoyoshi datang, senyum lebar sudah terlihat mengembang di wajah tua sang profesor.
"Katou-kun, masuklah...."
"Kenapa Profesor memanggilku?" Tanyanya seolah tidak berpikir kalau seharusnya dia sedikit berbasa-basi dulu.
"Kau ingat tentang seminar yang akan diadakan di Tohokudai?"
"Maksud anda, seminar tentang Kardiologi dasar?"
Profesor Asanami mengangguk, "Itu hanya seminar ringan untuk mahasiswa tahun pertama, tapi aku ingin memberitahumu kalau akhir-akhir ini tekanan darahku sedikit tinggi dan aku dilarang pergi ke luar kota oleh cucuku."
Tomoyoshi mengerutkan alisnya, sejauh percakapan mereka yang sedikit berputar-putar, dia paham kalau intinya Profesornya itu ingin dia yang menggantikannya pergi ke Sendai — Prefektur Miyagi untuk seminar tersebut.
"Tapi pengetahuan yang kumiliki hanya 1% dari apa yang Profesor punya. Aku sedikit tidak yakin kalau aku bisa mengantikan anda untuk seminar itu."
"Hei, kau sedang bercanda denganku? Kau itu jenis pria yang selalu merendah untuk semua hal, kalau kau berniat mengungguli orang itu, sebaiknya kau mulai melangkah ke luar dari zona ini dan berhenti menilai dirimu sendiri hanya dengan satu persen."
"Anda, selalu mengatakan kalau aku ingin mengungguli orang itu, tapi kenyataannya, orang itu tidak akan pernah bisa digapai siapapun. Kemampuanku yang hanya satu persen ini tidak bisa dibandingkan dengan jenius sepertinya."
"Benarkah?" Profesor Asanami kembali tersenyum. Dia membuka laci mejanya dan mengeluarkan sebuah undangan dan sebuah pin akses dari dalam sana sebelum kemudian menyerahkan keduanya pada Tomoyoshi, "pergilah ke seminar itu dan kita lihat, apakah kemampuan yang hanya satu persen milikmu bisa membawanya kembali."
_