Playboy Kena Batunya

1041 Kata
“Dapat salam noh dari Fadli!” Riani cekikikan. Ia memainkan matanya memberitahu bahwa ada Fadli di ujung koridor sana. Tapi seperti biasanya, sahabat jutek mampusnya itu malah membuang muka telak-telak. Hal yang membuat Regan tak tahan untuk tak terbahak. “Gue bilang juga apa! Dulu banyak cewek yang ngejar-ngejar lo sampai mampus, sekarang giliran lo yang ngejar cewek sampai mampus! Hahaha kena batunya lo, Li!” sumpal Regan dengan tega. Sementara tangan Fadli terkepal erat, dalam hati ia berdoa jika Tuhan segera membalikan keadaan. Tapi hingga hari ke tujuh sejak pertama kali bertemu gadis itu, ia tak pernah bisa mendekatinya. Boro-boro mendekat, dari radius sekian meter saat ia muncul saja, gadis itu seolah tahu dan langsung menyingkir terang-terangan. Menolak Fadli mati-matian. Hal yang justru malah membuat Fadli makin penasaran pada gadis itu. Egonya terluka dan rasa angkuh karena tak pernah ditolak cewek sebelumnya, membuatnya semakin bersemangat mengejar gadis itu. Namun entah kenapa, setiap akan mendekat, kakinya selalu lemas. Tak hanya kaki, jantung menggila, bibirnya mendadak kaku dan rasanya ingin pergi sejauh-jauhnya. Malu. Baru kali ini ia merasakan hal yang berbeda dengan gadis itu. Sebelumnya tak pernah, terlebih pada gadis lain. “Udah nyerah aja,” Regan terkikik. Tangannya sibuk merapikan baju. Perjalanan dinas ke Singapura berakhir hari ini. Namun tampaknya, Fadli masih ingin tetap tinggal karena penasaran setengah mati. “Cewek banyak kale. Lo jangan nyari yang nolak lo lah. Nyari tuh yang nerima elo!” nasehatnya. Sementara Wira yang berbaring lemah, terkikik pelan. Lelaki itu baru tahu kalau ada cewek yang berani-beraninya menolak Fadli. “Iya sih,” Fadli menggumam. Egonya terluka parah jika ingat wajah jutek mampus milik gadis itu. Apalagi cercaannya tadi sore. Uuurrgghhhh..... “Apaan? Kalo ngomong tuh yang jelas!” Sensi. Gadis berkerudung itu berkata tanpa menatap Fadli sekali pun. Bahkan tangannya dengan santainya membolak-balikan kertas. Sejujurnya ia kesal karena lelaki ini terus menguntitnya sejak seminggu lalu. Sebab sejak awal melihat saja, ia sudah tidak suka. Apalagi didekati. “Mi-minta nomer lo boleh gak?” Fadli bertanya sambil garuk-garuk kepala. Baru kali ini ia grogi di depan perempuan. Sementara Riani yang menyimak sampai terpingkal-pingkal. “Gak!” ketusnya yang membuat Fadli menahan nafas sementara Riani makin memerah. Lalu Fadli menoleh padanya tapi Riani hanya terbahak tak berniat menolong sedikit pun. “Udah kan? Cuma itu doang? Udah gue jawab. Sekarang bisa tinggalin kita kan? Bangku kosong kan masih banyak, gak cuma disini aja,” tutur gadis itu yang masih sama sensi dan juteknya. “Lo jangan begitu ah, Ca. Kasian tahu!” Riani mencoba menasehati. Tapi sekaligus bersyukur juga karena sahabatnya ini tak mempan oleh pesona Fadli. Hal yang justru mem-buatnya ingin selalu tertawa. Ingatannya tentang Fadli selalu mengingatkannya ketika SMA dulu. Lelaki itu memang playboy. Pacarnya gonta ganti walau tak pernah selingkuh. Bahkan salah satu sahabatnya adalah mantan lelaki itu. Berawal dari candaan dengan saling memendam mesra lalu jadian yang dikira pura-pura. Sialnya, Fadli tak pernah serius. Sahabatnya yang diam-diam menyimpan rasa harus menahan sakit hati saat ditinggalkan begitu saja. “Bodo!” Caca menyahut sebal. “Siapa suruh deketin gue!” Riani terkikik lagi. Kali ini sambil geleng-geleng kepala. “Hati-hati loh. Ntar malah suka lagi sama dia!” “Amit-amit! Amit-amit!” Caca mengibas-ibas tubuhnya. Hal yang justru membuat Riani makin terpingkal-pingkal. “Besok-besok gue gak mau dandan lagi ah! Sekalinya dandan malah dapet yang playboy kusut gitu!” gerutunya. “Hahahaha parah lo, Ca!” Sebenarnya, Fadli bukannya jelek tapi bukan tipenya Caca saja. Gadis itu bukannya pemilih juga. Ia memang lebih menyukai lelaki yang lebih dewasa dan berwibawa bukan yang seperti Fadli dengan tampang slengekannya. Tampilan boleh rapi dengan jas atau kemeja tapi bukan selera Caca. “Hai!” Fadli muncul lagi. Ia sampai bersujud semalam menahan Regan agar tetap di Singapura hingga sore nanti—janjinya. Hal yang tentu saja sangat menghibur Regan. Kapan lagi merendahkan harga diri Fadli kalau bukan disaat seperti ini? Namun tetap saja mereka akan pulang ke Jakarta malam nanti. Tentunya setelah men-dapat nomor ponsel Caca dari orangnya langsung. Minta ke Riani bisa saja, tapi Riani juga bersekongkol dengan gadis itu. s**l sekali nasib Fadli kali ini. “Gue duluan ya, Ca!” pamit Riani sambil menahan tawa. “Ih! Apaan! Kok gue ditinggal sih?!” Caca mendumel. Ia turut mengejar langkah Riani. Sementara gadis itu sudah berlari terbirit-b***t sambil terkikik. “Yah! Yah! Ca! Bentar doang dong. Ngobrol sama gue bentaaaar aja yah?” rayu Fadli sambil menarik tangan gadis itu tapi langsung ditepis kasar. Lelaki itu mendesis. “Sekali lagi pegang-pegang, gue tabok lo!” ancam gadis itu yang membuat Fadli kaget namun juga lucu. Anehnya, wajah marah gadis itu selalu membuatnya tentram. Alih-alih sakit hati, ia malah senyum-senyum. Hal yang justru membuat Caca mendumel. Lain kali ia harus minum jamu tolak bala setiap keluar dari apartemen. Karena kalau tidak, hidupnya terancam gara-gara bertemu lelaki ini. “Sorry deh sorry.” Fadli menghela nafas. “Tapi beneran, mau ya ngobrol sama gue sebentar? Gue mau balik soalnya,” pintanya memelas. “Ya udah mending lo balik aja. Kan enak kalo lo balik. Gue gak capek marah-marah ke elo dan elo gak capek dengerin gue marah. Nah...satu lagi, lo juga gak capek ngejar-ngejar gue jadinya....,” ucap Caca dengan enteng lalu berjalan pergi. Sialnya lagi, sepertinya Caca salah kata-kata. Karena alih-alih patah hati, Fadli malah terpesona akan keterusterangannya. Biasanya cewek-cewek yang ia dekati itu pada jaim alias jaga imej. Tapi Caca? Malah cool dan apa adanya! “I love you too!” usil Fadli dengan teriakan yang paling keras. Hal yang membuat riuh seketika dan Caca mendadak ingin membunuhnya saat ini. “Koplak lo, Li!” Regan, Fadlan dan Fahri sampai terpingkal-pingkal mendengar ceritanya. Yeah, cerita heboh itu tentu saja diceritakan oleh Regan tanpa seizin orangnya. Tapi Fadli sudah tahu pasti akan begini ceritanya. Fadlan sih masih tak percaya. Ia hapal betul tingkah laku kembarannya yang tidak lurus ini. Paling juga hanya sebentar ia mengejar cewek itu. Gak bakal lama, itu sih feeling Fadlan. “Siapa suruh nolak gue..,” gumam Fadli dengan mata menerawang jauh ke depan. Ia masih sakit hati. Iya lah! Gegara ucapan cintanya saat itu, Caca jadi malu karena viral di media sosial. Kejadian itu tentu saja tak sengaja terekam oleh turis yang kebetulan melintas dan akhirnya jadi begini. Apalagi hal itu membuat Caca jadi trendsetter di kalangan anak-anak PPI di Singapura. Tapi ah jangan memandang Fadli sebelah mata. Karena playboy bagi Fadli bukan tak setia. Jiwanya hanya ingin berkelana mencari cinta yang sesungguhnya. Perjalanannya panjang. Namun yang selalu ia yakini adalah ia akan menemukannya. Sejauh manapun. Pada akhirnya, tulang rusuknya tak kan pernah pergi jauh. Sebab ia selalu terletak dihati yang paling dekat. Iya kan?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN