Bab 35

1711 Kata
Walter memandangi kerumunan orang yang berlalu lalang di jalur itu. Ia telah berdiri di sana selama lebih dari dua puluh menit dengan mengenakan mantel hijau tebal dan sebuah penutup kepala yang menyembunyikan rambut keemasannya, penampilannya juga dilengkapi dengan sebuah jeans lusuh berwarna biru pudar dan sepatu bot kasar yang mengalami kerusakan di bagian sampingnya. Penampilan itu sudah cukup sempurna untuk Walter. Sore itu jalur di sekitar tampak padat. Lebih dari ratusan orang berkeliaran di sekitar sana. Kebanyakan dari mereka berjalan untuk sekadar menikmati udara sejuk di sore hari, sebagian yang lain sibuk dengan urusannya, dan sisanya adalah pejalan kaki yang sering dijumpai Walter di jalur yang sama. Setelah menunggu dua puluh menit tanpa hasil, Walter mulai bergerak-gerak dengan gelisah. Matanya mencari ke setiap sudut jalan. Palang besi yang terpasang dalam jarak beberapa meter jauhnya dari lampu jalanan, juga sebuah kolam yang melingkar membentuk jalur taman. Semua itu menggambarkan lingkaran kota sibuk yang dipadati oleh manusia. Itu berarti baik, keberadaannya tidak akan diperhatikan. Sembari menyembunyikan kedua tangannya di balik saku mantel, Walter menengadah saat mendapati sosok familier berjalan ke arahnya. Matanya langsung menyorot pada sosok pria tinggi, besar, dibalut oleh jaket hitam dan sebuah kupluk yang melingkar di seputar kepalanya. Pria itu berjalan dengan menundukkan wajahnya, tapi dari tempatnya, Walter masih sanggup mengenali wajah pucat Javier Mascherano, rahangnya yang bercambang juga rambut dan sepasang mata gelapnya yang menyorot dari kejauhan. Pria itu tampak mengerikan seperti Guy Hormer. Kecuali karena Javier beberapa senti lebih pendek dari kakaknya. Javier telah menjanjikan pertemuan mereka pada pukul lima sore, tapi saat itu bahkan baru pukul empat. Walter sangat bersemangat untuk pertemuannya kali ini. Terutama karena ia akan segera mendapat bayarannya. Begitu Javier berjalan mendekat, Walter membalikkan tubuhnya kemudian mengikuti pria itu sampai di belakang bangunan di mana lebih sedikit orang yang berkeliaran di sana. "Aku ingin kau menambah setengah dari bayaran utamaku untuk biaya tutup mulut seperti yang kau janjikan." Javier membuka penutup kepalanya sehingga memperlihatkan ekspresinya yang mengeras. Untuk suatu alasan, laki-laki itu tampak marah. "Apa saja yang kau katakan pada polisi itu?" "Mereka bukan polisi," tegas Walter. "Hanya detektif swasta. Dan percayalah aku tidak mengatakan sesuatu yang akan merugikanmu." "Apa Maggie Russell ikut terlibat?" "Ya. Detektif itu datang bersama Miss Russell." Javier berdecak. "Bagus. Mereka telah mencurigaiku." "Aku sudah meyakini mereka kalau itu ulah Kerry." "Cepat atau lambat mereka akan tahu." "Apa yang akan kau lakukan?" Javier menyelipkan satu tangannya ke dalam saku mantel kemudian mengeluarkan amplop coklat yang membungkus sejumlah uang di dalamnya. Ia menyerahkan amplop itu ke tangan Walter kemudian mengecamnya dengan keras. "Tidak ada yang perlu tahu hal ini. Apa kau bisa memegang ucapanmu?" Wajah Walter langsung memerah karena takut. "Ya." "Bagus." Setelah menepuk bahu Walter, Javier berbalik dan pergi meninggalkan kawasan itu dengan cepat. Walter masih memandanginya ketika Javier memasang kembali penutup kepala sembari berlari ke sebuah Jeep hitam yang menantinya di ujung jalan. Jeep itu berlalu dengan cepat hingga hanya menyisakan dua titik keemasan dari lampu sen belakangnya yang menyala sebelum hilang saat berbelok di tikungan. Peter dan Jeese menghabiskan waktu makan siang mereka bersama Scott Joplin, seorang agen lapangan sekaligus informan yang bertugas membantu mereka menyelidiki wanita bernama Jane Darlene Holly. Scott telah bergabung dengan kepolisian selama tiga belas tahun. Laki-laki itu menyukai kegiatannya untuk terjun di lapangan ketimbang menghabiskan masa kerjanya di kantor pusat. Dalam riwayatnya, Scott tercatat pernah menangani kasus KDRT yang terjadi pada Jane Darlene kala itu. Tapi peran Scott tidak lebih dari tenaga penyelidik bantuan yang sedang menjalani masa training sejak kepindahannya dari Brookline. Setelah menjelaskan detail laporan terkait pembunuhan peti mayat, Scott mencerna informasi itu dan menanggapinya dengan cepat. "Aku memang pernah menangani kasus KDRT yang dialami oleh seseorang bernama Jane Darlene Holly," aku Scott. "Jack Monroe, mantan suami J.D. Holly terbukti sebagai pelaku KDRT. Tapi Jack menyanggah tuduhan itu dengan pengakuan kalau J.D. Holly telah berselingkuh dengan seorang laki-laki bernama John Rawls, dan karena alasan yang sama, ia bertindak kasar pada Holly." "Apa Jack mendapat hukuman atas tindakannya?" Scott menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Ia melakukannya sebagai tindakan impulsif. "Dia dibebaskan secara bersyarat. Pengacara yang membelanya saat itu memenangkan Jack dalam persidangan. Dia hanya dikenakan denda. Tapi seseorang yang cukup kaya seperti Jack tidak akan merasa terbebani dengan denda yang harus ditanggung. Kasus itu berakhir dengan cepat." "Apa ada catatan tindak kriminal lain yang dilakukan Monroe selain KDRT?" "Tidak," jawab Scott dengan yakin. "Monroe terlahir dalam keluarga yang kaya raya. Nama baiknya sangat dilindungi. Mereka membayar mahal untuk membersihkan nama Monroe dari kejahatan kriminal apa saja yang dilakukannya." "Bagaimana dengan J.D. Holly?" tanya Jeese. "Apa yang terjadi padanya pasca persidangan itu?" "Tidak ada informasi khusus yang menyebutkan keberadaan Holly saat ini. Tapi yang kutahu, wanita itu telah menikah lagi dengan pria bernama John Rawls." "Apa yang kau tahu tentang pria ini? John Rawls." "Dia pernah bekerja sebagai kru panggung. Tetapi itu sudah bertahun-tahun lamanya. Aku tidak tahu pasti di mana John Rawls berada saat ini." Scott melambai pada seorang pelayan yang segera datang menemuinya. Pria itu memesan kopi panas kemudian membiarkan pelayan itu pergi untuk menyiapkan pesanannya. "Apa John Rawls memiliki catatan kriminal?" "Tidak. Dia hanya seorang peminum berat. Jiwanya tidak stabil." "Di mana terkahir kali dia tinggal?" "Sebuah penginapan. Dia menyewa penginapan itu, tapi kurasa dia sudah pindah ke tempat lain. Entah dimana,” jawab Scott. "Jane Darlene pasti memiliki keluarga yang mengetahui hal ini." Scott bergeser di kursinya saat menjawab, "aku mengingat seseorang yang hadir dalam persidangan itu. Adik dari ayah kandung Hillary Clinton ikut hadir di sana. Namanya Clara Clinton. Dia masih sangat muda. Seorang wanita berusia sekitar dua puluh empat tahun. Hanya beberapa tahun lebih muda dari Hillary saat itu. Clara anak bungsu dalam silsilah keluarga Clinton." "Clara Clinton?" ulang Jeese sembari mengingat nama itu. "Ya." "Apa lagi yang kau ingat tentang Clara? Apa kau tahu dimana dia tinggal?" "Tidak. Aku tidak banyak bicara padanya. Dia hanya hadir sebagai saksi mata." "Apa Clara memiliki seorang suami, anak atau.." "Tidak." "Dia belum menikah saat itu." "Bagaimana dengan orangtua Hillary?" "Dia dikabarkan sudah meninggal saat Hillary maju ke persidangan. Clara satu-satunya keluarga Hillary yang ikut hadir di sana." Peter mengangguk. Ia berhenti sebentar saat seorang pelayan datang dan membawakan pesanan Scott. Pelayan itu meletakkan segelas kopi panas di meja kemudian tersenyum dan mengangguk ke arah Scott sebelum pergi meninggalkan mereka. Tatapan Scott kini tertuju pada punggung pelayan itu hingga Peter harus berdeham keras untuk mendapatkan kembali perhatiannya. "Apa Jack Monroe menghadirkan seseorang pembela selain pengacaranya di sana?" "Jack mengalami perdebatan dengan orangtuanya sejak menikahi Hillary. Tidak ada keluarga atau seseorang yang terlibat secara khusus dengan Jack yang ikut hadir untuk membelanya di persidangan. Tapi pengacaranya.. Charles Sanders Pierce adalah seorang penjilat kelas kakap. Dia membebaskan Monroe dari hukuman.” “Charles Sanders Pierce,” gumam Jeese. “Rasanya aku mengingat nama itu. Dia seorang pengacara kriminal, kan?” “Benar.” “Kenapa dia maju untuk membela Monroe?” “Uang. Semuanya karena uang. Monroe membayar Sanders dengan uang yang tidak sedikit.” “Siapa yang menjadi pengacara Hillary saat itu?” Scott mengeryitkan dahinya saat berusaha mengingat sejumlah nama yang terlibat dalam persidangan itu. “Aku tidak ingat kalau Hillary membawa pengacaranya.” “Siapa lagi yang hadir di sana? Clara Clinton, Sanders Pierce..” “Hanya ada beberapa saksi dalam persidangan,” sahut Scott. “Di antara semua saksi itu, hanya Clara yang kutahu memiliki hubungan kekerabatan dengan Hillary.” Peter mencerna informasi itu dengan cepat kemudian memandang ke bagian luar kaca yang transparan. Jalanan tanpak di padati oleh orang yang berlalu lalang. Beberapa gedung dan pusat perbelanjaan berjejer dan trotoar sebagai pembatasnya dengan jalanan lepas. Ia memerhatikan ketika seorang wanita memasuki toko yang menjual perabotan antik. Tampilannya tampak nyentrik dengan sweter kuning berbulu tebal, sepatu hak setinggi sepuluh senti dan rambut yang dicat menjadi warna merah. Wanita itu tampak seperti seseorang yang berusia akhir dua puluhan dengan tubuh ramping dan sepasang kaki yang jenjang, tapi tampilannya jelas sangat menipu. Wanita itu tersenyum ke arah pelayan toko yang menyambutnya di pintu depan kemudian melangkah masuk ke dalam toko. Perhatian Peter kembali teralih ketika Scott mengatakan, “cincin dengan inisial J & R itu tidak pernah kulihat sebelumnya. Hillary Clinton tidak menggunakan cincin itu di persidangan.” Jeese langsung menanggapi dengan membuka kembali tumpukan berkas di hadapannya kemudian menunjukkan sebuah gambar cincin yang dibuat oleh ahli sketsa mereka. “Di cincin ini juga tertulis tahun 1994. Persidangan itu terjadi pada tahun 1992, kemungkinan cincin itu memang belum ada. Tapi aku yakin sekali kalau perhiasan ini milik Hillary.” Scott mendekatkan sketsa itu dan mengamatinya dengan detail. Sketsa yang menggambarkan sebuah lingkaran sempurna dari cincin perak dengan sebuah inisial 1994 J & R yang tertulis di lingkaran dalam cincin, telah menarik perhatian Scott. “Cincin ini tidak mungkin dijual di toko perhiasan manapun,” “Itu dugaan kami,” Peter menyetujui. “Cincin ini dibuat secara khusus.” “Apa kedua korban yang ditemukan mengenakan cincin yang sama?” “Ya.” “Kalau begitu siapapun pelakunya, dia pasti seorang ahli tempa.” “Cincin ini tiruan,” sambung Jeese. “Dia pasti membuatnya dalam jumlah yang banyak.” “Bagaimana dengan barang bukti lain yang kalian punya?” “Gaun pengantin dan sebuket bunga. Gaun itu juga tampak seperti gaun yang dirancang khusus. Polanya tidak rumit, bahkan terlihat asal dan sederhana. Sebuah gaun yang bisa dibuat oleh siapapun.” "Mengapa pembunuh itu memilih gaun pengantin?" tanya Scott saat memikirkan hal itu. "Entahlah," Jeese tertegun. "Tapi itu berarti sebuah simbol. Sebuah pernikahan. Dan cincin itu mungkin mengatakan detailnya. Pernikahan yang terjadi pada 1994 J & R. Jane dan Rawls." "Itu meyakinkan," aku Scott. "Aku akan mencoba membantu kalian dan melacak keberadaan John Rawls. Tidak mungkin pria itu benar-benar hilang. Dia tidak punya alasan apapun untuk mengubah namanya dan pindah ke negara bagian lain. Rawls tidak memiliki catatan kriminal apapun. Dia bersih." Setelah beberapa detik, ponsel Jeese tiba-tiba berdering. Jeese mengangkat ponselnya itu dan melihat nama penelepon yang terpampang di layar. Ia mengangkat ponselnya itu, berbicara dengan seseorang di seberang untuk kemudian mematikan panggilan dengan cepat. "Apa kau akan datang ke kantor sore ini?" tanya Jeese pada Scott. "Mungkin besok," jawab Scott. "O'Neill ingin bicara denganmu. Besok dia akan menunggumu jam sepuluh pagi." Scott mengangguk. Ia masih duduk di tempatnya ketika Peter dan Jeese bangkit berdiri dan pamit meninggalkan kafe itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN