Aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi di hidupku saat ini, saat aku merasa sangat bahagia atas kelahiran malaikat kecilku. Saat itu juga, datang kabar yang sama sekali tidak pernah aku bayangkan. Bahkan, aku tidak tau ini akhir atau awal dari kehidupanku.
Malam itu Grizelle dan Tante Dean datang kembali ke rumah sakit, Aku bingung kenapa mereka bisa kembali lagi padahal tadi sudah pamit. Katanya ada keperluan penting.
Setelah mereka masuk ke dalam ruang perawatanku, Tante Dean langsung memelukku dan menangis histeris.
“Tante kenapa? Ada apa Tan?”
Perasaanku saat ini sudah tidak menentu, ketika aku berpikir telah terjadi sesuatu dengan Mas Agam. Karena sampai saat ini dia belum juga ada kabar.
“Mi, Mami jangan kayak gini. Mami tadi udah janji gak bakal nangis lagi!”
“Ada apa sih, Zelle?” Aku bertanya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Grizelle sekarang ikut memelukku dan juga Tante Dean.
“Kamu yang sabar ya Han, kita semua akan terus ada buat kamu.” Seketika tangisku pecah, entah apa yang sedang terjadi. Yang pasti ini bukan kabar yang baik.
“Mas Agam kecelakaan, mobilnya jatuh ke sungai,” ucap Grizelle.
Nafasku tercekat seketika itu juga, aku tidak percaya dengan apa yang dikatakan Grizelle.
“Kamu bohong 'kan, Zelle? Tante, bilang sama aku kalo Grizelle hanya bercanda! Gak mungkin Mas Agam ninggalin aku ... Gak mungkin!”
Aku menangis histeris, badanku mulai lemas semakin lama aku tidak bisa merasakan apa-apa. Hanya sayup-sayup terdengar suara Grizelle, Tante Dean dan Bunda Aisyah sedang memanggil namaku.
***
"Nak, kamu tau kan kita ini milik Allah? Begitupun Mas Agam," ucap Bunda Aisyah.
Bunda Aisyah adalah Bunda panti asuhan tempat Aku dan Mas Agam dibesarkan. Bunda juga pasti merasa kehilangan sama sepertiku, anak laki-laki yang sudah dirawat nya sejak bayi dengan penuh kasih sayang kini sudah tiada.
Aku masih terus saja menangis di dekat peti jenazah Mas Agam. Dia sudah tidak lagi dapat berbicara kepadaku, bahkan untuk melihat dan memeluk putri kecilnya yang baru lahir saja. Dia sudah tidak mampu.
“Kenapa Mas Agam ninggalin Hani Bun? anaknya baru saja lahir. Dia bilang akan selalu mendampingi Hani sampai Hani melahirkan.”
Bunda Aisyah memelukku dan mengusap punggungku. “Nak, ikhlas ya. Meskipun sulit buat kamu tapi masih ada si kecil yang membutuhkanmu.”
“Hani nanti gimana bun? Gak ada Mas Agam Hani nanti gimana?" gumamku, sambil mempererat pelukanku kepada Bunda Aisyah.
Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nanti hidupku tanpa Mas Agam? aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan setelah ini. Aku bingung, bagaimana aku membesarkan anakku tanpa dirinya?
Siang hari, kediamanku makin lama makin dipenuhi para pelayat. Mulai dari tetangga dan teman-teman kantor Mas Agam. Sampai tiba waktunya, Mas Agam akan dibawa ke peristirahatan terakhirnya. Aku menangis histeris, di pelukan Bunda Aisyah.
Karena Aku dan Mas Agam adalah yatim piatu, kami dibesarkan di panti asuhan yang sama. Jadi tidak ada saudara yang membantu mengurus pemakaman Mas Agam. Semua proses pemakaman di urus oleh kedua orang tua Grizelle.
Saat semua orang tengah bersiap-siap menuju ke pemakaman, Grizelle sempat memintaku untuk beristirahat dirumah saja, saat melihat wajahku yang makin pucat. Bahkan di tanganku saja masih terpasang infus.
Semalam setelah aku sadar, aku memaksa untuk pulang ke rumah. Meskipun aku tau kondisiku sangat lemah pasca melahirkan, ditambah dengan kabar kepergian Mas Agam.
“Aku mau ikut mengantar Mas Agam untuk yang terakhir kalinya, Zelle. Setelah ini aku sudah tidak bisa melihatnya lagi,” jawabku serak karena terlalu lama menangis.
***
“Nak, makan ya. Meskipun sedikit,” ucap Bunda Aisyah sambil menyuapiku bubur. Kami sedang diperjalanan menuju tempat pemakaman Mas Agam.
“Udah Bun, aku udah kenyang!”
“Tambahin lagi Han, baru juga lima suap!” Protes Grizelle, yang sedang duduk di depan sebelah pak supir.
“Udah tidak apa-apa, bagus udah ada yang masuk ke perut Hani. Ingat ya Nak, kamu sekarang Ibu menyusui, jadi harus perhatikan pola makan dan kesehatan. Kamu gak mau 'kan si kecil kekurangan ASI kalau ibunya malas makan?”
Aku mengangguk sebagai jawaban, kemudian beringsut dan membenamkan diri di pelukan Bunda Aisyah. “Makasih ya Bunda!”
Bunda Aisyah mengelus kepalaku dengan penuh kasih sayang. “Hani jangan khawatir atau merasa sendirian ya, apapun yang terjadi Bunda akan selalu ada disamping kamu Nak.”
Aku hanya mengangguk setelah itu mobil kembali senyap, satupun dari kami tidak ada yang berbicara karena sudah hampir sampai di area pemakaman.
begitu tiba, jenazah Mas Agam langsung dikebumikan, beberapa orang mulai menimbun jenazah Mas Agam dengan tanah. Nafasku mulai sesak dan kepalaku mulai pusing melihat tanah yang semakin tinggi menutupi peti jenazah Mas Agam.
Proses pemakaman Mas Agam belum selesai, aku sudah tidak bisa merasakan apa-apa, pandangan mulai gelap lalu tubuhku limbung tak sadarkan diri lagi.
Sejak aku bangun dari pingsan, aku tak mampu berjalan sejengkal pun dari tempat tidur. bahkan untuk sekedar berjalan ke kamar mandi aku tidak mampu.
“Nak makan ya, kasihan anakmu kalau kamu tidak mau makan,” bujuk Bunda Aisyah.
Aku menggeleng. “Nanti aja bun, masih kenyang!”
Ini sudah hari ketujuh Mas Agam pergi meninggalkanku, setiap malam diadakan acara tahlilan untuk mendoakan Mas Agam.
Malam ini aku tidak bisa ikut menyalami para tamu diluar, karena anakku sejak tadi sore agak rewel. Dia tidak mau diam, terus saja menangis meskipun aku sudah menyusuinya.
Apa mungkin Dia merasakan apa yang Ibunya rasakan? Sedih karena dia belum sempat bertemu dengan ayahnya.
Pagi harinya, anakku sudah mulai tenang. Dia hanya mau diam saat digendong, dan menangis lagi saat ditidurkan di box bayi.
“Sini, aku gantiin gendong Han. Kamu makan dulu. Biar kamu punya tenaga dan baby kenyang saat minum ASI.”
Aku mengangguk dan menyerahkan anakku kepada Grizelle, kemudian mengambil makanan yang sudah dibawakannya.
“Sayang ... Sayang, anak cantik kenapa dari semalam nangis terus? Laper ya? Utuuu ... utuuu kasian ponakan Aunty,” ucap Grizelle sambil terus mengayun-ayunkan anakku dalam gendongannya.
Saat aku melihat ke arah mereka, kemudian Grizelle berkata. “Nanti kita marahin Ibuk ya, kalau mogok makan lagi. Soalnya kalo Ibuk mogok makan ponakan aunty yang cantik jadi gak kenyang kalo minum susu.”
Aku mendengus kearahnya, namun begitu aku merasa sangat bersyukur memiliki sahabat baik seperti Grizelle.
***
Grizelle terlahir dari keluarga kaya dan orang tua yang lengkap, Dia tidak pernah merasa kekurangan apapun dalam hidupnya.
Kedua orang tuanya memberikan semua apa yang dibutuhkannya, mulai dari materi sampai limpahan kasih sayang.
Aku dan Grizelle menjadi sahabat sejak duduk di bangku smp, kita selalu satu kelas dan satu tempat duduk. Meskipun terlahir dari keluarga berkecukupan dia tidak pernah membeda bedakan teman.
Sementara umur Mas Agam berbeda 5 tahun dengan kami, mulai dari bayi aku dan Mas Agam tinggal di panti asuhan yang sama.
Saat lulus SMA Mas Agam mendapatkan beasiswa di Universitas Negeri terbaik di Yogyakarta, saat itulah pertama kali kami berpisah karena Mas Agam pindah tempat tinggal yang lebih dekat dengan kampusnya.
Sementara aku tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan, meskipun Grizelle dan orang tuanya terus memaksaku untuk melanjutkan kuliah. Mereka bersedia membiayai kuliahku sampai lulus.
Bukannya aku tidak bersyukur sudah ada orang baik yang mau membantuku, tapi aku punya keinginan sendiri. Aku suka memasak, dan membuat berbagai macam kue yang lucu-lucu. Karena itu aku bercita-cita membuka toko kue ketimbang harus melanjutkan kuliah.
Saat aku mengatakan keinginanku kepada Grizelle, Dia malah memberitahukan hal itu pada orang tuanya. kemudian Tante Dean memintaku membantunya mengurus toko kuenya.
“Tapi Tan, Hani gak bisa kalo disuruh pegang cabang toko kue Tante Dean. Aku kan cuman bisa bikin kue Tan, nanti kalo ada apa-apa gimana?”
“Gak papa, Nak. Nanti sambil Tante ajari gimana caranya ya, kamu 'kan anak pinter Tante yakin pasti cepat belajarnya.”
Semenjak saat itu, Aku mulai bekerja membantu Tante Dean mengurus salah satu cabang toko kuenya. Beliau mengeluh keteteran mengurus toko-toko kuenya yang semakin hari semakin ramai.
Saat umurku menginjak 19 tahun Mas Agam mengajakku menikah, Dia sudah lulus kuliah dan bekerja di perusahaan Digital yang sangat terkenal di Yogyakarta.
Aku langsung saja mengiyakan ajakan Mas Agam, karena memang aku sudah merasa cocok dan yakin Mas Agam mampu memberiku keluarga yang utuh.
Keluarga yang hangat dan penuh kebahagian seperti yang aku inginkan selama ini.
Setelah menikah Mas Agam memboyong ku ke rumah yang baru dibeli, dia berkata rumah ini sebagai kado pernikahan untukku.
“Ini rumah siapa mas?” tanyaku sambil mengamati sekeliling rumah.
Rumah minimalis berlantai 2 ini, memiliki pekarangan yang sangat luas dan penuh dengan tanaman hias.
“Rumah kita sayang, rumah yang akan menjadi saksi cinta kita. Rumah yang akan kita tempati bersama anak-anak kita nanti,” jawabnya sambil memelukku dari belakang.
Aku tersenyum, dan membalas memeluk tangan Mas Agam yang melingkar di perutku. Aku sangat bahagia, akhirnya keinginanku memiliki keluarga dapat terwujud.
***
Aku merasa baru kemarin Mas Agam menemaniku sarapan, mengajakku bercanda kemudian pamit berangkat kerja.
“Sayang nanti mas pulang kantor mau nitip apa?” ucap Mas Agam, seperti biasa dia akan dengan senang hati membelikan makanan yang aku mau.
“Hani lagi gak pengen apa-apa, cukup Mas pulang cepet aja,” pintaku dengan bergelayut manja di lengan Mas Agam.
Dia tersenyum lalu membawaku dalam dekapannya. “Siap Ibuk! Bapak janji akan segera pulang,” jawabnya sambil mengecup keningku.
Setelah itu Mas Agam mencium perutku yang semakin hari semakin membuncit.
“Anak ayah, titip jaga Ibu ya. Anak pinter, gak boleh nakal! Ayah sayang sama kamu Nak.”
Aku tidak pernah berfikir saat itu adalah hari terakhir kami bersama Mas Agam. Sebelum dia meninggalkan kami untuk selamanya.
Meskipun sangat singkat kebersamaan kami sebagai pasangan suami istri. Namun, aku sangat bersyukur setidaknya aku pernah merasakan memiliki seseorang yang sangat tulus mencintaiku.
Aku berjanji pada diriku sendiri, Aku akan selalu melindungi dan menjaga buah cinta kami. Apapun akan aku lakukan untuk kebahagiaan malaikat kecilku. Anakku, Dia adalah peninggalan Mas Agam yang sangat berharga.