My Perfect Stranger 3

1155 Kata
Seorang pria berusia tujuh belas tahun dengan santainya meminum wine nya sambil tersenyum sinis menatap dua wanita yang sedang bersandar manja di kedua lengannya. Salah satu diantaranya meliuk-liukkan tubuhnya menggoda pria itu namun pria itu tak merespon dan hanya tersenyum sambil meneguk wine nya yang harganya sangatlah mahal. Dari antara semua orang yang memenuhi klub malam itu, hanya dirinyalah yang paling muda dan anehnya ia bisa saja masuk ke klub itu walau umurnya belum untuk memasuki dunia malam itu. Hal itu bukan hal yang harus dipusingkannya karena ia bisa menjamin dengan segepok uang kepada pemilik klub hingga akhirnya ia diizinkan kapan saja untuk melepaskan hasrat di klub itu. Arnold French, terlahir dari keluarga terhormat yang kaya raya hingga membuat keluarga mereka tak bisa mendadak miskin dalam tujuh turunan, berkat beberapa perusahaan yang merek kelola dengan sangat baik dan berjaya di dunia bisnis. Arnold adalah salah satu anak dari keluarga French dan ia memiliki segalanya berkat Ayahnya yang sangat kaya itu. Namun semua harta yang berikan ayahnya kepadanya tak ia gunakan dengan sia-sia, ia sudah membeli satu perusahaan dan asistennya lah yang sedang mengelolanya karena ia terbilang belum cukup umur untuk menangani perusahaan itu. Sedikit dari pendapatan yang diterimanya dari tangan kanannya di gunakan untuk bersenang-senang menikmatinya masa mudanya seperti saat ini. Bosan hanya duduk dan meminum wine di ruang VIP, Arnold bergabung ke dance floor dan melepaskan segalanya di sana. Arnold cukup candu pergi ke tempat yang berisikan lautan pria mabuk dan wanita berpakaian minim itu karena menurutnya bersenang-senang di sana cukup menarik dan bisa melepaskan beban di kepalanya. Seorang wanita berusia sekitar dua puluh lima tahun mendekatinya sambil menari meliuk-liukkan tubuhnya hendak menarik perhatiannya, namun Arnold langsung berdecih dan bersuara lantang, "Pergilah, aku tak menyukai tubuhmu!" Arnold kemudian menarik dengan kedua tangan yang ia angkat mengikuti rentak irama musik yang memekakkan telinga. Tidak sengaja ia melihat salah satu gadis yang sedang menari dengan bebasnya di dekat kursi bar, gadis dengan wine di tangannya dan dalam kondisi mabuk berat itu dikelilingi oleh beberapa p****************g. Senyum miring Arnold tercetak karena wanita itu adalah tipe idealnya di klub malam itu, ia langsung mendekati gadis itu dan langsung menarik perhatian dengan kecupan di bahu telanjang wanita itu. "Kau begitu menarik di mataku, mau bermain denganku?" Melihat paras Arnold yang sangat muda di matanya, gadis yang tak dikenali Arnold itu pun langsung mendekap nya dan mengangguk cepat, ingin segera melakukan nya dengan Arnold. Melihat itu Arnold langsung tertawa pelan lalu tersenyum miring, membawa wanita itu ke salah satu ruangan untuk merasakan hastranya. Sejenak ia terdiam, Jika saja Becca lah yang berada di posisi wanita itu mungkin Arnold sudah sanagt bahagia dan tubuhnya akan merasakan kenikmatan yang sebenarnya. Karena setiap kali ia pergi ke klub malam, hanya Becca lah yang memenuhi isi kepalanya. Menyadari dengan perbuatannya yang sudah kelewatan batas, gadis yang kini tengah di bawah rengkuhannya berusaha melucuti pakaiannya, Arnold langsung saja menarik diri dan mengenakan lagi pakaiannya. Ia berteriak frustasi dan mengusap wajahnya kasar. "Sial, gadis itu selalu saja memenuhi pikiranku!" Arnold memijat kepalanya sambil melangkah meninggalkan ruangan itu dimana sang gadis yang baru saja ingin di sentuhnya sudah tertidur sambil meracau tak jelas di kasur. Tiba-tiba saja langkah kaki Arnold terhenti ketika melihat sesosok pria yang sangat dikenalnya tampak sedang b******u dengan seorang wanita di koridor. Arnold tersenyum sinis, dengan langkah arogannya ia mendekati kedua orang tak tahu malu itu dan berdecih. "Hey, sewalah ruangan, kau tampak sangat menyedihkan di mataku," cetus nya namun sama sekali tidak digubris pria itu karena saking nafsunya dengan sang wanita. Melihat itu saja membuat Arnold benar-benar kesal dan seketika memikirkan gadis nya, Becca. *** Arnold susah payah keluar dari mobil bermereknya karena kepalanya sangat sakit akibat alkohol yang diminumnya dan juga kesadarannya juga belum pulih. Ia telah sampai di kediaman megah miliknya, pengawal pria yang dua puluh empat jam mengawasi istananya berlarian ke arahnya ketika ia hendak berjalan memasuki istana dan langsung membantunya untuk memasuki istananya dan membawanya ke kamar. Ketika tubuh Arnold sudah berada di tempat tidur besar dan super empuk miliknya, ia meracau dan menyebutkan nama Becca di setengah kesadarannya. Seorang pria berpakaian formal seperti baru saja pulang dari kantor berdecak kesal melihat keadaan Arnold dari ambang pintu kamar. Pria itu tak lain dan tak bukan adalah Raffles, tangan kanan Arnold yang mengurus perusahaannya. Raffles menarik rambut Arnold dengan kesal. "Berhentilah bermain-main seperti ini, Arnold. Kapan kau ingin memulai perusahaanmu jika kau terus saja seperti ini?" Arnold melepaskan tangan Raffles dari rambutnya dan memukul tanpa tenaga lengan pria itu. "Sampai aku bisa memiliki Rebbeca gadis yang sangat cantik itu," racaunya diringi dengan tawa nyaringnya yang membuat Raffles lelah melihatnya dan langsung saja pergi meninggalkan Arnold. yang sangat terobsesi dengan Becca. *** Arnold sudah siap dengan seragam sekolahnya, ia melangkah keluar kamar sambil memegangi kepalanya yang berdenyut sakit, sesekali Arnold menggeleng pelan menghilangkan rasa sakit di kepalanya. Melihat tuan mudanya kesakitan, pengawal pria yang berdiri di pintu kamar Arnold memegangi lengan pria itu namun langsung di tepis olehnya. "Menjauhkan aku baik-baik saja. Oh iya, apakah Raffles sudah datang?" "Tuan Raffles sudah menunggu Anda di meja makan, tuan muda." "s**t! Pria itu pasti akan memarahiku panjang lebar," umpatnya kesal lalu berjalan menuruni anak tangga dan benar saja ia menemukan Raffles sedang berkutat pada laptopnya di meja makan. Arnold menghela nafas pelan, lalu duduk di kursi yang berada di hadapan Raffles. Beberapa pelayan wanita datang dengan membawakan nampan yang berisikan sup, semangkuk nasi, s**u coklat kesukaannya dan juga buah segar. Arnold mendengus ketika melihat tak ada satupun makanan kesukaannya di sana, ia menggebrak meja hingga membuat pelayan wanita dan Raffles tersentak kaget. "Apakah aku mendadak miskin sehingga kalian hanya memberikan sup dan nasi padaku?!" Raffles mendesah pelan, lalu menutup laptopnya dan menatap Arnold. "Berhentilah merengek! Aku yang memberitahu mereka agar hanya memasak sup untukmu," Raffles kemudian menatap tiga pelayan wanita yang sedang menunduk itu. "kalian pergilah sekarang." Pelayan wanita itu pun pergi, membuat Arnold menatap kesal ke arah Raffles. "Makanlah sup pereda mabuk itu, tak mungkin kau pergi ke sekolah dengan keadaan seperti ini." Arnold mendengus dan akhirnya memakan nasi serta sup, dan benar saja dalam beberapa menit rasa sakit di kepalanya seakan mereda. Arnold menatap Raffles yang entah sedang apa dengan ponselnya sekarang, pria itu benar-benar sibuk. Arnold memegangi kepalanya sambil menghela nafas panjang. "Semalam aku hampir saja melecehkan seorang gadis di klub, untung saja tidak terjadi karena Becca selalu menghiasi pikiranku." "Berhentilah bersikap konyol! Fokuslah kepada sekolah mu, setelah kau lulus SMA aku akan memberangkatkan mu ke London untuk perkuliahanmu nanti." "Urus saja pekerjaanmu, tak usah hiraukan aku. Jika aku sudah lelah, aku akan menghentikan kelakuan konyolku ini, kau tenang saja!" Raffles lantas saja langsung menatap Arnold nyalang. "b******k! Yang ku urus ini adalah pekerjaanmu, sialan!" Arnold hanya terkekeh pelan dan melanjutkan makanannya, ia merindukan Rebecca, pikirannya selalu dihiasi oleh bayang-bayang gadis itu. Setelah selesai makan Arnold langsung menyambar tasnya dan segera berangkat ke sekolah, cepat-cepat ingin melihat sang pujaan hati di pagi hari yang cerah ini. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN