Ceklek>>>>
Yumi membuka pintu rumahnya dengan Yogi yang mengekor di belakangnya. Berdiri berjarak beberapa langkah darinya. Pria itu rak pernah mau berdiri berdekatan dengannya. Entah kenapa, Yumi sendiri tidak tahu, dan dia tidak mau bertanya padanya.
Rumah Yumi akan menjadi rumah yang akan ditinggalinya bersama dengan Yogi. Tadinya Yogi tidak mau, namun ayah Yumi memaksanya dengan alasan rumahnya tak mungkin kosong, karena dia harus pergi kembali ke California untuk membereskan perusahaannya yang ada di sana.
Rumahnya nampak begitu rapih seperti ketika ia meninggalkannya tadi pagi untuk menikah. Ayahnya sangat handal untuk membersihkan rumah. Yumi menoleh ke arah belakang, dimana Yogi berdiri dan sedang memperhatikan rumahnya. Hyumi ikut mengedarkan pandangannya hingga suara Yogi memanggilnya membuatnya kembali memusatkan perhatiannya padanya.
"Bisa kita bicara sebentar."pintanya. Yumi menyerngit, lantas mengangguk menyetujuinya. Ia berjalan menuju sofa yang berada di ruang keluarga.
Langkah kakinya terlihat sangat terganggu, dengan gaun pernikahan yang panjang dan menutupi kakinya, padahal kedua tangannya sudah mencoba untuk menarik gaun itu agar tak menganggunya berjalan.
"Apa yang mau kau bicarakan?"tanya Yumi, ketika keduanya telah berada di ruang keluarga, duduk di sofa yang saling berhadapan.
Yogi terdiam untuk beberapa saat dan hal itu membuat Yumi nampak penasaran. Matanya menatap lekat wanita yang berada di hadapannya saat ini, yang sukses membuat detak jantung Yumi berdegup kencang.
Yumi berharap Yogi tak dapat mendengarnya, menyebalkan ketika kau harus bisa terdiam dan menahan kegugupan yang kau rasakan. Yumi merasa Yogi dapat melihat kegugupannya, dan hal itu membuatnya merasa tidak nyaman.
"Jujur saja, sebenarnya aku tidak suka dengan pernikahan ini."
DEG!!
Yumi pov.
Aku duduk berhadapan dengannya saat ini, dia terus menatapku dan hal ini membuat jantungku berada di kata abnormal.
Mata itu... Kyaaa~ aku takut kena serangan jantung saat ini.
Dad... tolong putrimu saat ini.
Putrimu tidak mau mati muda.
"Jujur saja!! Aku tidak suka dengan pernikahan ini?."Lanjutnya.
Deg!
Aku terkejut mendengarnya.
apa maksudnya ini.
Jadi!! Hanya aku yang sangat bahagia atas pernikahan ini.
"Kau tahu menikah di usia muda adalah hal yang mengerikan!."
Dan ini, apa katanya?
Well.. Aku malah berpikir menikah muda adalah hal yang menyenangkan. Dan semua teman-teman wanita ku di California membicarakannya, hal itu adalah hal yang menyenangkan.
"Dan aku tidak suka padamu!."
JLEBB>>
Seperti tertusuk sebuah sebilah pedang.
Huaaa~~~ aku bahkan belum menyatakan perasaanku, tapi sudah ditolak lebih dahulu.
Ini tidak adilll.
"Kalau bukan karena paksaan dari orang tuaku, aku tidak akan pernah mau menikah denganmu."
Karena paksaan katanya?!!
Aku bahkan langsung mengatakan iya tanpa berpikir. Aku mungkin bodoh, tapi aku tidak menyesalinya.
"Pertama, kau tidak cantik. Kedua, kau bahkan tidak sexy. Dan ketiga dadamu rata."
APAAAAAAAAAA!!
Aku menyilang kedua tanganku di depan dadaku. Mataku menatap tajam pria di hadapanku ini dengan ekspresi kesal dan tidak terima, bagaimana bisa. Sialan.
"HEI."protesku.
Menyebalkan, menyebalkan, menyebalkan.
Kalian tahu, ini benar-benar memalukan.
Seperti harga diriku yang baru saja dijatuhkan olehnya.
"Jadi, kau benar-benar bukan tipeku."
Aku menghirup udara dengan sekali tarikan dan menghela nafasku kasar. Lalu menahan ekspresiku agar tidak terlihat begitu kecewa. Kesal mengetahui jika hanya aku yang merasa begitu sakit hati di sini, padahal kami memerankan hal ini berdua.
"Lalu, kau kira kau itu typeku. Kau sendiri. Punya wajah datar tanpa ekspresi."
"Typeku"batinku.
"Mata sipit"
"Tajam dan begitu tegas."Batinku.
"Terlalu putih, seperti mayat."
"Kulit yang sangat bersinar."batinku.
"Siapa yang suka pria seperti mu."
“Akuuuuuuuuuuuuuuu.”Jerit batinku memalukan.
Dia menatapku datar, selalu datar.
"Baguslah, kalau begitu kita buat perjanjian."
Aku menyerngit.
Masih menatapnya dengan segudang tanda tanya dalam benakku. Hal ini membuatku, bingung.
"Perjanjian apa?."tanyaku, seraya melipat kedua tanganku di depan d**a. Menatapnya dengan dahi menyerngit.
"Pertama. Kita jalankan hidup kita masing-masing, pernikahan ini hanya status. Aku di hidupku, dan kau berada di hidupmu."
"Kedua. Kita rahasiakan ini dari siapapun, tidak boleh mengatakannya pada siapapun."
"Ketiga, jangan pernah ikut campur. Urusanku -urusanku. Urusanmu –urusanmu."
"Keempat, jangan membawa siapapun ke rumah."
"Kelima, kita berbeda kamar."
"Keenam. Tidak ada kontak fisik."
"Apa ada yang mau kau tambahkan nyonya?."
Dia mengatakan semua itu secara gamblang. Dan aku hanya bisa menatapnya tanpa protes, walaupun sebenanya aku tidak terima itu semua.
Kita sudah menikah, dan apa itu tadi.
Apa dia kira kami sedang berakting dalam sebuah drama. Yang benar saja.
Aku benar-benar kehilangan kata-kata, semua rentetan kalimatnya membuatku sakit kepala. Dan aku merasa pusing. Kenapa semuanya terdengar sangat aneh. Apa itu artinya aku berharap lebih.
"Kenapa aku harus melakukannya?"
"Ohh jadi kau benar-benar mau menikah denganku ya. Apa kau menyukaiku?."
"ARGHHHH."batinku berteriak.
"Dasar pria tidak peka."batinku frustasi.
"Tidak, siapa yang mau menikah denganmu. Aku hanya bertanya. Jangan terlalu percaya diri. Aku hanya ingin tahu, apa keuntunganku menjalankan perjanjian ini."
"Hah! Kau tahu aku tidak suka pernikahan ini, kau juga tidak suka pernikahan ini bukan!."ucapnya, aku sangat menahan ekspresiku, kenapa semuanya terasa sulit. Bersikap acuh memang bukanlah gayaku.
"Tidak, aku suka. Aku sukaaaaa sekali."batinku.
"Jadi kita bisa menjalankan kehidupan kita seperti biasa, tanpa terbebani dengan pernikahan yang tidak kita sukai."
"Aku suka pernikahan ini"batinku.
"Jadi, ada yang mau kau tambahkan?."tanyanya lagi. Dan aku mulai berpikir. Dan betapa menyedihkannya aku tidak bisa menemukan apapun yang bisa ku katakan untuk membela diri. Menyedihkan.
"Tidak ada, apa yang harus aku tambahkan. Kau bahkan sudah mengatakan semuanya."
Dia terdiam menatapku, dengan wajah datar nya.
“Dimana kamar tamu?.”tanyanya.
“Di lantai 2 sebelah kanan ada kamar kosong yang bisa kau gunakan.”ucapku dan mengalihkan wajahku darinya.
"Kalau begitu, aku mau pergi ke kamarku."
Dia bangkit berdiri, menjauh dariku.
Menaiki anak tangga dan meninggalkanku sendirian.
"Akhhhh.. "teriakku frustasi, seraya mengacak rambutku kesal.
***
Aku melangkahkan kakiku menaiki anak tangga. Sedikit terkejut saat mendapatinya yang sedang berdiri memandang foto ku dan ayah. Aku memperhatikannya sebentar sebelum memutuskan untuk berjalan menghampirinya dengan kedua tangan yang terlipa di depan d**a.
"Apa yang kau lihat?."
"Apa kau melihat fotoku karena merasa terpesona denganku."batinku.
Dia menoleh padaku, sebelum kembali menatap foto itu. Hal itu membuatku ikut menatap foto itu dan menelitinya, berusaha mencari-cari hal aneh yang ada di foto itu. Namun aku tak menemukan apapun, tidak ada yang aneh dengan hal itu.
"Lubang hidungmu ada dua."ucapnya yang membuat mataku menatapnya sinis. Apa dia baru saja melakukan lelucon, karena itu tidak lucu.
"Tentu saja, aku manusia normal. Lubang hidungku pasti ada dua."
Apa dia sedang melucu barusan?!!.
"Apa itu kamarmu?."
Aku mengikuti arah tunjuk tangannya, yang mengarah pada sebuah kamar di sebelah kiriku. AKu mengangguk dan kembali menatapnya.
"Ya, Kenapa?."
"Dan itu kamar tamu?."tanyanya lagi, pada sebuah kamar di sebelah kananku. Dan kepalaku kembali mengangguk, untuk menjawab pertanyaannya.
"Ya. Kenapa?.”Tanyaku lagi, mulai merasa jengkel.
"Kalau begitu, itu jadi kamarku sekarang. Kau tetap di kamarmu."ucapnya seraya berjalan menuju kamarnya. Kenapa dia bertanya dan mengatakan tentang hal gila.
Aku terus menatapnya dalam diam, sedikit terpesona.
Hanya tampak dari belakang, tapi sudah membuatku tersihir olehnya.
"Oh ya."ucapnya tiba-tiba. Yang berdiri di ambang pintu kamarnya.
"Kamarmu bau, bersihkanlah kau kan wanita. Sangat tercium dari arah depan."
Spontan aku menoleh padanya cepat, apa dia baru saja menghinaku. Menyebalkan mendengarnya berkata begitu.
"Apa kau bilang! Hei. “protesku, namun pria itu sudah lenyap di balik pintu.
"Kyaaa~ pria menyebalkan"umpat ku kesal. Aku menendang-nendang kaki ku kesal ke arah pintunya.
Pria menyebalkan.
***
Pessss.......
Peesssss.........
Aku menyemprot sebuah parfum ruangan ke segala arah di kamarku.
Mulai dari, kolong tempat tidur, Rak buku, Belakang lemari, dll.
Bukk>>>>
Setelah selesai. Kubanting diriku tepat di atas tempat tidurku, setelah acara semprot menyemprotku selesai.
Sebenarnya aku sedikit terganggu, bau ruangan ini sangat menyengat. Tapi tidak apa, aku tidak mau dia meledek kamarku bau lagi.
"Pria itu tidak akan mengatakan kamarku bau, aku jamin itu."
Yumi pov end.
***
Yumi membuka bilik kamarnya, sedikit menguap dan menyisir rambutnya dengan jari-jari tangannya. Begitu jelas ia masih belum sepenuhnya sadar dari tidurnya.
Matanya terpejam, dengan langkah sedikit gontai, kakinya menuruni setiap anak tangga menuju kamar ayahnya yang berada di lantai satu.
Sudah pukul 6 pagi, terbangun dengan suara alarm miliknya.
jam segini adalah kebiasaan Yumi untuk bangun dengan terkantuk-kantuk, hanya untuk membangunkan ayahnya yang harus pergi ke kantor.
Tokk....
Tokk..
Tokk...
"Ayah, sudah jam 6. Kau harus bangun dan berangkat ke kantor."
"Hoammmm."
Setelah berteriak, Yumi kembali melangkah kan kakinya menuju sofa dan membanting tubuhnya di sana, terlihat jelas dirinya yang belum sepenuhnya sadar.
Yumi meringkuk di atas sofa.
Yogi melihat semuanya, vampir sepertinya yang tidak bisa tidur, mencoba untuk berjalan-jalan disekitar rumah, dan memutuskan untuk duduk di salah satu bangku meja makan.
Dan pagi ini, pemandangan aneh yang berhasil dilihatnya.
Seorang wanita pengigau, yang saat ini terlihat sedang meringkuk di atas sofa dengan piyama yang masih melekat ditubuhnya.
Ini baru hari pertama mereka tinggal dalam satu atap, dan Yogi sudah melihat kelakuan aneh dari wanita itu, entah keanehan apa dihari kedepannya nanti, mungkin akan sangat merepotkan bagi Yogi.
Apa dia benar-benar tertidur, Yogi merasa aneh dan bingung. Ini adalah kejadian yang pertama kali baru ia lihat seumur hidupnya. Entah karena baru pertama kali hidup dengan manusia, atau ia tak pernah memperhatikan sebelumnya.
"Wanita bodoh."gumamnya.
Yogi bangkit dari duduknya, kakinya melangkah ke arah wanita itu yang masih setia meringkuk di tempatnya berbaring. Ketika ia hampir mendekati Yumi, tubuhnya seketika membatu. Terdiam di tempatnya berdiri saat ini.
"Emmm...."
Yogi langsung menjauh secepat kilat.
Aromanya begitu menyengat saat ini.
Aroma segar yang sukses membuat kornea matanya berubah warna menjadi merah gelap.
Matanya yang tak sengaja menatap sebuah leher Yumi yang terekspos karena rambutnya yang tersibak.
"AKHH."
Tbc.
Vomenya, bantu support buat kelanjutannya