Krietttt>>>
Yogi membuka lemari pendingin yang berada di dalam kamarnya. Ia mengambil sebuah plastik kemasan, dengan cairan berwarna merah di dalamnya. Yogi menenggaknya hingga habis dan membuangnya ke tong sampah. Yogi harus selalu minum darah dan tidak membuat perutnya kosong, menghindari lepasnya kontrol dirinya untuk memangsa.
Tubuhnya berbaring di atas tempat tidur empuknya, satu tangannya dibuat untuk menutup wajahnya. Matanya terpejam, kepalanya di penuhi dengan kejadian beberapa menit yang lalu. Gadis itu, terlalu dekat dengannya. Walaupun itu yang seharusnya terjadi. Terkadang Yogi takut, takut kalau dirinya akan kelewat batas dalam melindungi, takut tubuhnya bereaksi berlebihan dan memaksanya menghisap paksa darah Yumi yang beraroma menyegarkan.
Tapi tidak selalu tentang darah, ada hal aneh yang terjadi pada dirinya, seakan gadis itu memiliki magnet tersendiri yang menariknya untuk mendekat.
"Sialan."
***
Yogi menuruni anak tangga. Dan ..
BINGGO!
Wanita bodoh itu ada di sana, tertidur di sofa. Yogi memutar kedua bola matanya malas.
Wanita itu pasti kembali mengigau dan tertidur di sana seperti kemarin. Yogi melangkahkan kakinya mendekati Yumi. Matanya menatap sang wanita dengan lamat. Tangannya terulur mengambil sapu ruangan.
"Hey, bangun wanita pemalas."ucapnya, dengan gagang sapu yang ditusuk-tusukannya pada lengan Yumi.
"Wanita bodoh, bangunlah cepat.. atau ku tendang kau ke luar."
Yumi yang mendengar perkataan Yogi lantas membuka matanya dengan tatapan kesal. Mata sipitnya menatap Yogi dengan malas.efek bangun tidur yang masih ia rasakan.
"Cepat bangun, kalau sampai belum siap tepat jam 8, aku akan meninggalkanmu dan membiarkanmu jalan kaki ke universitas."
Yumi mengubah posisinya hingga terduduk dengan cepat. Wajahnya terlihat mengerut, sebal
"Apa tidak ada cara yang lebih romantis untuk membangunkan seorang wanita!."gerutu Yumi sebal.Jka di film-film adegan romantis akan berlaku dmana sang pria kan membangunkan sang wanita dengan penuh kasih dan sayang, tapi sepertinya hal tiu tidak berlaku bagi Yogi.
Yogi menaruh sapu nya. Kedua tangannya terlihat di depan d**a. Sebelah alisnya mengernyit, menatap Yumi aneh. "Cepat bangunlah, atau aku akan mendorong sofa beserta dirimu keluar jalan."Ucap Yogi sebelum pergi dari hadapan Yumi. "Dasar pria tak berhati."gerutu Yumi.
***
Yumi melangkahkan kakinya ke sepanjang lorong kampus untuk menuju loker miliknya, hingga akhirnya langkahnya terhenti ketika mendapati Jasen yang tengah berdiri di samping lorong miliknya.Yumi melanjutkan langkahnya menuju loker miliknya, yang ternyata berada tepat di samping kiri Jasen.
"Halo, Kau Yumi?."sapa seorang pria ketika Yumi membuka loker miliknya.
"hallo juga.. ya, kau de..ngan, siapa?."tanya Yumi ketika memandangnya.
"Jasen."Pria itu tersenyum dengan mengulurkan sebelah tangannya untuk dijabat.
"Oh hai Jasen,"jawab Yumi."Senang berkenalan denganmu."
"Aku juga, kau suka sekolah di sini?."Jasen bersandar pada loker, kedua tangannya terlipat di depan d**a, pandangannya bertemu dengan Yumi. Menatap wanita itu penuh minat.
"Ya. Tempat ini luar biasa."Yumi mengangguk dan tersenyum, ia menutup pintu lokernya ketika selesai menaruh bukunya di dalam sana.
"smeoga kau betah di sini, aku harap kau tak berubah pikiran nanti."
"Ha! Kau mengatakan itu seakan, ada hal yang menakutkan dan membuatku tidak suka dan nyaman di sini."Ucap Yumi asal dengan tawa di wajahnya. Namun tawanya terhenti ketika melihat Jasen menatapnya tanpa tawa atau senyum di bibirnya.
Hal itu membuat Yumi tersenyum canggung. Ia melirik ke segala arah sebelum kembali pada Jasen, pria itu tersenyum kecil dan masih terus memperhatikan Yumi.
"Apa universitas ini menakutkan? Ada hantu?."lanjut Yumi berbisik dengan matanya yang menyipit. Namun ekspresinya berubah, Yumi pikir Jasen sedang menakutinya dengan hantu.
Jasen menatap Yumi dengan ekspresi geli, Jasen terkekeh dan membuat Yumi bingung karenanya.Pria itu nampak sedikit aneh.
"Ada apa?."tanya Yumi begitu penasaran. Jasen nampak mencurigakan.
"Kau lucu."ucapan Jasen membuat Hyumi mendengus remeh, dia sudah mencoba untuk serius namun pria itu malah mengucapkan sebuah lelucon padanya.
"Yaa.. mungkin lebih menyeramkan dari hantu, kau harus selalu berhati-hati."Apakah Yumi harus takut dengan itu, kini ia merasa bingung, namun Yumi tak ingin memikirkannya.
"Ohh.. begitu. Kau pasti bercanda."Yumi tersenyum namun ekspresinya sedikit aneh. Ada rasa takut di sana. Namun kemudian Jasen tertawa seolah menangkap rasa takut di wajah wanita itu.
"Aku hanya bercanda. Kenapa kau serius sekali."Ucapan Jasen membuat Yumi memutar kedua bola matanya malas.Benarkan, menyebalkan ketika kau sudah menganggap semua ini benar ternyata hanyalah sebuah kebohongan belaka.
"yang benar saja. Menyebalkan sekali kau tahu."Yumi melangkahkan kakinya, berjalan menjauh dari Jasen, pria itu terkekeh lantas berlari menyusul Yumi dengan langkah cepat.
"Apa pelajaranmu hari ini?."Yumi menoleh ke arah Jasen dengan malas."Ekonomi."
"Benarkah?, wah kita sama. Ayo berangkat bersama."Jasen meraih tangan Yumi dan menyeret wanita itu untuk mengikutinya.
***
Srettt>>>>
Yumi mendudukan dirinya di kantin, diikuti Jasen tepat di sampingnya. Semenjak masuk kelas bersama dan duduk bersama, pria bergigi kelinci ini terus menempel padanya bagaikan sebuah perangko.
"Wah... kalian kelihatan cocok."seru Marin yang membuat Yumi dan Jasen saling memandang.
"Kau berpikir begitu. Mungkin kita jodoh."Ucapan Jasen membuat tawa Yumi meledak. Yumi menggelengkan kepalanya terheran-heran. Ia tak mau menanggapi semua ini serius. Dia sudah menikah itulah kenyataan yang tak bisa di tampiknya, walau mereka semua tak tahu itu.
"Yumi, Jasen itu single. Kaliaan sama-sama single. Kalau jadian tidak masalahkan."Ucapan Marin membuat Yumi terbatuk-batuk. Yumi menatap Marin seolah mengatakan apa yang kau bicarakan bodoh.
Yumi menatap Jasen dengan canggung, hingga akhirnya matanya beralih menatap ke arah lain. Dan mata itu terpaku pada sesosok pria yang sedang menatapnya tajam.
Yogi.
Pria itu sedang melemparkan tatapannya yang begitu tak bersahabat ke arah Yumi, memberikan tatapan lasernya. Ada rasa terkejut dalam hatinya, dengan sejuta pikiran yang bersarang di otaknya.
Apa Yogi cemburu.
Apa Yogi marah padanya.
Apa Yogi mencintainya.
Berlebihan. Tapi Yumi sangat berharap, Yogi sedang cemburu saat ini.Tapi.. entah kenapa. Ada sesuatu dalam dirinya yang menginginkan tidak mau adanya salah paham yang terjadi di antara mereka.
"Aku akan menjelaskan padanya nanti."Batin Yumi.
***
Ketika selesai Yumi dan Yogi kembali ke rumah mereka. Yumi berjalan di belakang Yogi, berjalan menuju rumahnya, dengan melewatii beberapa blok lagi untuk sampai. Hari ini mobil Yogi masuk ke dalam bengkel akibat bannya bocor. Jadi Yumi dan Yogi memutuskan untuk naik bus menuju rumah. Tidak ada percakapan, Yumi sibuk dengan pikirannya seraya menatap punggung pria itu dengan wajah mengerut . Sementara Yogi berjalan di depan wanita itu dalam diam --entah apa yang sedang pria itu pikirkan.
"Apa kau tidak marah padaku?."Yumi menatap punggung Yogi dengan penasaran, pria itu tak juga menoleh padanya, bahkan menjawab pertanyaannya barusan. Apakah dia benar-benar marah atau tidak peduli apapun yang dia lakukan.
"Tidak."jawabnya tanpa berbalik.
"Kau benar-benar tidak marah atau ... Cemburu misalnya."Yogi menghentikan langkahnya, tubuhnya bergerak miring dan menoleh pada Yumi. Hal itu membuat Yumi menghentikan langkahnya, hampir saja ia menabrak Yogi karena pria itu berhenti dengan begitu tiba-tiba.
"Untuk apa aku cemburu."ucapnya acuh.
"Tapi kau harus cemburuuuu."batin Yumi.
"Aku begitu dekat dengan Jasen, kau tidak marah."tanya Yumi lagi. penasaran. Yogi kembali melanjutkan langkahnya dan meninggalkan Yumi begitu saja.
"Mana mungkin aku marah padamu, kau ingat perjanjian kita. Kau atau aku dekat dengan siapaun. Ingat perjanjian kita tentang privasi. Kalau pun kalian berciuman aku tidak akan.... Cemburu. Lagi pula itu tidak ada hubungannya denganku. Tidak penting dan bukanlah urusanku."
"Begitu ya."gumam Yumi. Entah kenapa rasanya menyebalkan. mendengar Yogi mengatakan betapa tidak pedulinya ia. Seolah menjawab semua rasa yang Yumi harapkan darinya.
Hati wanita ini terasa sesak sekali.
"Aku belum mau pulang, kau saja duluan ... aku mau ke suatu tempat."Yumi membauikan tubuhnya. Ia berjalan pergi menjauh dari Yogi. Yogi membalikan tubuh nya dan melihat Yumi yang pergi menjauh darinya.
"Tidak boleh. Kau mau kemana huh!."Yumi terus berjalan tidak menggubris teriakan ataupun panggilan yang Yogi lontarkan padanya. Yumi terus berjalan menjauh, dari jalan menuju rumahnya. Langkahnya terhenti, saat melihat sepasang sepatu yang berhenti di hadapannya.
Yumi tertunduk lantas mendongkak. "Kau sedang apa di sini?."
"Jasen."gumamnya. Air mata gadis itu mulai mengalir, membasahi lekuk wajah cantiknya.
"Kenapa di sini begitu sakit."ucapnya seraya menepuk dadanya, dengan sebelah tangannya.
"YUMI."teriak Yogi yang membuat kedua manusia itu menoleh dan mendapati Yogi, yang berdiri tak jauh dari mereka.Yogi mengeram saat melihat Jasen yang berada di dekat Yumi dengan matanya yang begitu menatap tajam Jasen.Ada kilatan amarah yang tertahan dalam matanya.
KISS!
Jasen terkejut, begitu juga dengan Yogi.Yumi, dengan tanpa permisinya. Yumi mencium bibir milik Jasen begitu saja.Yogi berjalan cepat, bahkan sangat cepat. Sebelah tangannya menarik Yumi hingga tautan bibir itu terlepas.
"Pulang."Yogi menarik paksa tangan Yumi untuk mengikutinya. Yumi menghentakan tangannya, namun cengkraman tangan Yogi begitu kuat.
"AKU BILANG PULANG!."bentaknya keras, Yumi terpanjat mendengar bentakan suara Yogi. Selanjutnya Yumi hanya bisa mengikuti perintah Yogi untuk bergegas pergi dari sana.
"Maaf Jasen, senang bertemu denganmu di sini."ucap Yumi sebelum Yogi kembali menariknya untuk pergi dari sana sekarang juga.
Yogi menarik lengan Yumi secara paksa untuk pergi dari sana. "Aku juga Yumi."balas Jasen, masih terlihat cukup terkejut karena apa yang baru saja Yumi lakukan padanya.
***
Brakk>>>
Yogi membanting kasar pintu rumahnya hingga menyebabkan suara gebrakan yang sangat keras. Yumi bahkan sampai terlonjal karena hal itu. Yumi terus mencoba untuk melepaskan cengkraman tangan Yogi di tangannya, tapi cengkraman tangan pria itu sangat kuat.
Buk//
Yogi membawa Yumi menuju kamar wanita itu, Yumi tidak dapat menahan tubuhnya untuk tidak diseret oleh Yogi. Pria itu begitu kuat dan Yumi merasa kekuatannya tentu tak sebanding dengannya. Yogi kembali membuka pintu kamar dengan keras, lalu membaringkan Yumi dengan paksa di atas temoat tidurnya.
Yogi menindih tubuh Yumi, hal itu membuat Yumi panik dan mencoba untuk mendorong tubuh Yogi agar menjauh dari tubuhnya. Kedua tangannya berada di depan d**a Yogi yang kini menghimpitnya.
"Yogi... YA-- pfft"
Yogi meraih bibir Yumi dan meraupnya dan memberikan lumatan yang membuat Yumi terkejut bukan main. Kedua matanya membesar, ia begitu terkejut. Yumi mencintai Yogi. Ya, dia mengakuinya tapi perlakuan ini begitu mengejutkan untuknya.
"Hentikan Yoon...hmmptt--."
Yogi melepaskan tautan bibirnya, kedua matanya menatap Yumi. Kabut gairah mulai terlihat di matanya yang sedikit menyipit. Yumi merasakan getaran di jantungnya, debaran itu bergemuruh. Yumi merasa malu ketika hal itu jelas bisa ia dengar dengan keras. Semburat merah di pipinya.
Yogi kembali mencium bibir Yumi, melumatnya dan menghisap nya. Sudah lama ia tak merasakan hal ini, hasrat ini bergulung-gulung bagai deburan ombak laut yang menghantam bebatuan karang.
Yumi yang semula terdiam, kini mulai membalas setiap lumatan Yogi pada bibirnya. Walaupun Yumi tidak bisa mengikuti ciuman yang Yogi berikan. Pria itu menciumnya dengan hisapan yang kuat, Yumi tak pernah merasakan hal ini, ia belum pernah benar-benar dekat pada seorang pria dan melakukan hal seintim ini.
Yumi mencengkram pakaian pada area bahu Yogi, tubuhnya terasa sangat lemas. Kepalanya terasa berputar, namun bibirnya tak bisa berhenti untuk merasakan rasa asing itu yang begitu memabukan. Yumi merasakan seolah beribu kupu-kupu seakan menggelitik perutnya. Karena semua ini baru baginya. Yogi terlihat membabi buta dengan ciuman panas yang diberikannya.
Yogi mengelus lembut pinggang Yumi di kedua sisi tubuhnya. Membuat Yumi mengeratkan sentuhannya pada bahu Yogi. Erangan lembut keluar dari bibir nya. Jari-jari kakinya mengerut merasakan sentuhannya.
Yumi mendorong pelan bahu Yogi, saat merasakan pasokan oksigennya yang mulai menipis. Yogi menurunkan ciumannya di leher jenjang milik Yumi. Menjilat leher putih sang gadis, dengan menggebu-gebu. Sebuah hasrat yang tidak pernah Yogi rasakan selama bertahun-tahun.
Yumi mencengkram punggung Yogi, meraih nya untuk mencari pegangan. Sebelah tangannya merambat naik menyentuh helaian rambut hitamnya, mencengkramnya ketika Yogi menghisap kulit lehernya hingga meninggalkan bekas kebiruan di sana.
"AKHH.... .. Yogi."