Hening sebentar, Dean sedang mencerna kalimat Kana barusan.
"Gue cuma menyampaikan kekhawatiran gue aja Kan. Mungkin cuma gue yang ngasih tahu lo ini karena yang lain nggak tahu soal kedekatan lo sama dokter Ariana. Terus terang gue kaget banget kemaren itu, waktu nyokap nanya apa dokter Ariana pacar lo, jelas aja gue belain lo, gue bilang sama nyokap kalo lo sudah punya pacar dan dokter Ana itu sahabat kita semua, bahkan kita sering nongkrong bareng."
Kana menarik bibirnya sedikit, senyum ala kadarnya.
"Yakin lo cuma temenan?"
"Ckk .. lo tanya aja sama dia apa gue pacarnya? Yang ada kena tampol lo sembarangan nanya, orang gue cuma temenan kok."
"Ngomong sama dokter Ariana aja gue mikir Kan, dia cuma ngomong yang penting aja. Eh tunggu, lo dekat dia bukan karena nyari nilai bagus kan?" Dean mulai curiga, jelas saja Kana kesal dibuatnya.
"Kenapa sih kalo gue berteman sama dia lo harus nuduh gitu? Nggak bakal juga dia mengasihani gue dan kasih nilai bagus kalau ternyata gue nggak kompeten. Ana bukan dokter yang begitu, dia tuh menjunjung tinggi profesionalitas."
"Ana?" Dean tidak mendengar kalimat panjang Kana, dia cuma penasaran dengan nama Ana.
"Apa Ana?" Sialan! ini mulut kenapa lemes banget sih, maki Kana dalam hati setelah sadar salah ucap.
"Tadi lo bilang Ana."
"Masa sih?"
Kana boleh berakting memasang muka heran, tapi Dean tidak tuli.
"Gue dengar dengan jelas lo bilang Ana."
"Ariana kali, kok Ana sih ... mungkin otak sama mulut gue nggak konek, kurang air putih pas bangun tadi," Kana membela diri, mukanya disetel santai sekarang.
"Udaaah ... jangan mikir yang berat - berat, kesian otak lo ntar. Masa gara - gara lo lihat gue jalan sama dia aja udah bikin lo kalang kabut. Gue aja santuy."
Dean melihat ke arah depan, sedikit helaan nafasnya masih bisa didengar Kana.
"Gue peduli sama lo Kan, lo teman baik gue. lo ganteng, lo pintar, calon dokter idola juga kayaknya. Jangan sampe lo salah pilih perempuan. Kalau mau bercanda doang ... banyak yang sepantaran kita yang bisa lo deketin Kan... ada Loli tuh yang ketahuan ngebet sama lo, atau siapa kek anak kampus dulu, jangan dokter Ariana lah, dia wanita dewasa Kan. Gue rasa orang tua lo juga bakal keberatan kalau lo sampai ada hubungan sama dokter Ariana, mungkin dia lebih cocok jadi tante lo, sorry kalau gue lancang, jangan marah sama gue ... gue cuma peduli."
Hening.
Kana tidak menanggapi. Dia tidak marah sama Dean, dia cuma tidak ingin menanggapi saja.
Siangnya menjelang makan siang....
Obrolan singkat dengan Dean tadi pagi cukup membuat Kana berpikir. Apa benar pertemanannya dengan Ana akan berujung dengan baper? Kenapa sih harus ada prasangka seperti itu, dia tulus kok berteman dengan Ana, tidak ada embel - embel ...
Sialan, pagi - pagi Dean benar - benar merusak mood!
Kana tidak pernah berpikir seperti ucapan Dean tadi. Dia hanya terlalu senang punya teman ngobrol yang asyik, merasa happy juga karena untuk bisa menjadi teman Ana itu penuh tantangan sekali, rasanya seperti dapat doorprize waktu Ana mengiyakan ajakan nonton konser bareng, sumpah Kana tidak berekspektasi dia akan mau waktu itu. Ana itu juga teman yang banyak memujinya. Eh bukan dia semurah itu ya ... dia bukan cowok yang gila pujian, pokoknya bukan. Kana hanya merasa berharga saja waktu Ana memberi apresiasi setiap yang dia lakukan, padahal menurutnya kadang hasilnya agak payah lho, tapi Ana bilang 'ok kok'.
Jadi dia tidak salah kan berteman dengan Ana?
Kana juga merasa punya banyak teman dekat selain Ana, ada Dean, Lutfi, Emir, Denny Farhan ... teman - teman koas sudah setahun lebih ini, kadang dia main basket juga sama Roni, Axel dan Dion, teman sma yang satu club dulu, tapi akhir - akhir ini memang tidak pernah menghabiskan waktu bersama lagi karena kesibukan masing -masing, ralat, bukan tidak pernah tapi agak jarang. Tidak seperti pertemuan dia sama Ana sekarang. Dulu sering saat dia masih banyak waktu dan masih gila basket. Sekarang dia juga masih suka basket tapi masalahnya tidak punya waktu yang cukup. Eh benar nggak sih? Tapi kok dia bisa selalu menghabiskan waktu bersama Ana ya, ini salahnya di mana?
Apa itu artinya dia mulai nyaman dengan Ana? Tapi dia tidak baper seperti yang dibilang Dean tadi, Ana juga kelihatan santai - santai saja.
Tadi Dean juga bilang bisa saja dia jatuh kagum pada Ana. Ya kenapa tidak, dia kan wanita cantik, pintar, menyenangkan ...bukannya wajar ya kalau kagum? Siapapun akan kagum kalau tahu bagaimana Ana.
Memang dia wanita dewasa yang jaraknya lumayan jauh, Kana sadar kok ... memangnya pria dewasa yang hampir seperempat abad akan menjadi berondong kalau berteman dengan wanita berbeda hampir sepuluh tahun lebih tua? Rasanya tidak fair ya, dia sudah dewasa lho.
Sumpah pikiran Kana jadi berputar - putar kayak baling - baling helikopter, gara - gara Dean, benar - benar sialan bacotnya Dean!
"Makan yuk," ajak Dean yang seketika menghentikan pikiran Kana yang hampir dibawa terbang. Tersangkanya datang.
Kana menghela nafas, lalu melihat jam tangannya, ternyata sudah waktunya makan siang.
Kana berdiri mengikuti langkah Dean ke Cafetaria, seolah - olah Dean jadi google maps-nya.
Ana sudah makan nggak ya?
Kana malah kepikiran Ana.
Suasana Cafetaria lumayan ramai, teman - temannya seperti biasa sudah membuat grup sendiri di pojokan, tentu saja Dean ikut gabung dengan mereka, mau tidak mau Kana juga walaupun ada keengganan, dia sedang tidak mood dengan keramaian.
Kana ikut memesan makanan ketika Dean memanggil pelayan.
"Lo sakit Kan?" tanya Lutfi yang dari tadi pagi melihat Kana lebih banyak diam.
"Nggak, kenapa emangnya?" Kana mendongak ke arah Lutfi disaat dia selesai mengetikkan pesan untuk menanyakan apa Ana sudah makan siang.
"Diam aja dari pagi kayak kurang sehat."
Kana hanya tersenyum kecil menanggapinya, lalu melihat ke layar ponselnya lagi, sudah ada jawaban dari Ana.
dr.Ariana
Sudah dari tadi, aku lagi otw OKA, persiapan SC.
Kana membalas dengan memberi info ke Ana bahwa dia sedang makan siang di Cafetaria bersama teman - temannya. Ana membalas dengan tanda jempol.
Makanan pesanan Dean dan Kana datang. Teman - teman yang lain sudah lebih dulu menikmati makanan mereka, disaat Dean dan Kana baru mulai, mereka sudah hampir selesai.
"Kan, minggu depan kita sudah sama dr.Atmo, tadi gue udah lapor grup kita ... kebetulan gue tadi ketemu dr.Atmo pas selesai Poli," ucap Fina yang juga teman satu grup dengan Kana.
"Mulai Senin ya?" tanya Kana. Padahal dia juga tahu semuanya akan dimulai hari Senin.
"Ya iyalah." See ... jawaban Fina agak naik dua tangga nada, salah Kana yang bertanya.
"Rabu, Kamis, Jumat kita jaga malam di bangsal ya."
Kana melihat ke arah Fina, sepertinya cuma dia yang tidak tahu jadwal.
"Masih dokter Timoty?"
"Iya."
"Owh, oke."
Fina, wanita cindo dengan poni rapi dan kaca mata tebalnya memang sering jadi corong dan informan grup mereka, ada ambis - ambis nya juga tuh anak. Tapi Kana merasa bersyukur juga, semua info sudah tersedia, kalau butuh apa - apa tinggal panggil Fina di wa grup mereka, pasti semua akan ada jawabannya.
Makan siang mereka sebenarnya cukup berkualitas, karena selain makan dan beristirahat, sebenarnya mereka juga banyak membahas pekerjaan, mulai dari jadwal, bertukar informasi soal stase mereka yang memang berbeda dengan grup Loli cs, dan juga membahas kasus pasien.
"Habis Koas, bisa kali kita liburan kemana gitu," usul Denny tiba - tiba. Usulnya bagus, setidaknya dia mengajak teman - temannya untuk memberikan kebebasan dan kesenangan pada diri sendiri setelah diikat masa koas yang melelahkan, tapi sepertinya Denny salah waktu, soalnya dia mengusulkan itu disaat Fina baru selesai membahas rencana pelajaran tambahan menyambut ukmppd.
"Kok lo mikirin liburan sih Den?"
Denny yang the other Cindo's tentu saja menjawab dengan senang hati," Hidup butuh refereshing Fin, udah setahun lebih gue melewati masa liburan keluarga gue ke luar Negri dan malah sudah ke luar planet tuh nenek gue dan nggak balik lagi, masa gue nggak boleh senang - senang dulu sih? Ujian itu kan masih dua bulan setelah kita lulus, bisa kali seminggu healing dulu, gue takut sel - sel otak gue terkikis selama koas."
"Gue nggak bisa."
"Tapi bener juga Fin, Bali oke lah buat kita party - party di sana ... seminggu liburan nggak akan menggagalkan lo jadi dokter." sahut Emir.
"Gue setuju, Kana ... lo setuju juga kan?" tanya Loli ke Kana, setidaknya dia nurut sudah mengganti Ar menjadi Kana.
Kana hanya mengangkat kedua bahunya.
"Mau dia ... cuma lagi pro ke Fina aja, ya kan?" tuduh Dean.
"Kenapa harus pro gue?" Fina sok bertanya, padahal dia mungkin senang ada yang sepemikiran sama dia, atau mungkin cuma memastikan kebenaran ucapan Dean?
"Kalo bisa ikut ya gue ikut, kalo nggak bisa ya nggak."
Jawaban Kana hanya se-simpel itu.
"Ya jangan gitu dong, kalo semua setuju kita kan bisa mulai hunting tiket, penginapan, transportasi disana dan juga kegiatannya apa, bukan cuma numpang pindah tidur doang," sahut Denny.
"Yaudah, beli aja tiketnya, atur semua rencananya, gue transfer ke siapa?" tantang Kana, padahal dia tidak terlalu berminat.
"Bendaharanya lo aja ya Lol," Dean langsung menunjuk Loli.
"Okeeh, nanti gue share nomor rekening gue. Transfer tiga juta - tiga juta dulu kali ya, setidaknya gue bisa booking ticket dan penginapan dulu."
"Budget berapa?" tanya Lutfi.
"Jangan lebih dari lima juta bisa nggak?"tanya Farhan.
"Gue banyak pengeluaran soalnya," tambahnya lagi.
"Kurang kayaknya," jawab Loli.
"Bikin aja maksimal lima juta, nanti kurangnya gue tambahin," sahut Kana.
"Beeuuh, banyak duit lo Kan?" sahut Denny.
"Habis jual sawah bokap gue," jawab Kana santai.
"Yaudah deal ya, nanti gue cari jadwal satu minggu setelah kita selesai koas ya, takutnya ada kegiatan lain.."
"Cari tiket yang fleksibel aja, bisa re-schedule atau yang mudah r****d kalo tiba - tiba kita mau batalin," jawab Kana.
"Ya, nanti gue cari. Lo setuju kan Fin?" Loli butuh kepastian, jangan sampai ada yang tidak ikut.
"Ya oke, terserah kalian aja," jawab Fina pasrah.
"Oke ...beres ya, cabs yuk, gue mau sholat dulu," ucap Kana dan semua pun membubarkan diri, ada yang ikut Kana, ada yang kembali ke ruangan mereka.