PertemuanTak Terduga

1300 Kata
Ini bukan pertama kalinya Ana menjemput keluarganya ke bandara, tapi baru pertama kali menjemput ayahnya saja. Pukul setengah lima sore Ana sudah jalan dari apartemen, supaya santai di jalan, itu alasan utamanya. Tahu sendiri Jakarta di waktu sore itu benar - benar membuat lelah. Untuk mencapai pintu tol yang biasanya cuma sepuluh menit dan menjadi satu jam kan itu cobaan yang lumayan berat, walau transmisi automatic cuma gas rem - gas rem, tapi pegal juga, belum lagi motor yang selap selip tidak pake mikir ...ugh, minta ampun atas segala umpatan yang akan keluar. Untung saja keputusannya tepat untuk jalan lebih awal, Jam enam Ana sudah sampai di terminal 3 kedatangan domestik. Masih banyak waktu sambil menyiapkan diri untuk sholat maghrib dulu. Sebelum turun dari mobil dia sempat mengecek ponselnya dulu, dan ... My Ayah An .. Ayah delay satu jam. Nice! Pesan dikirim ayahnya pukul lima tadi, itu berarti saat dia sedang kena macet dalam antrian masuk pintu tol di Pondok Pinang. Tiba - tiba panggilan Kana menutup layar pesan yang sedang dibaca Ana. "Halo." "An ... udah jalan?" "Udah sampe malah." "Lho kok cepat?" "Maksud hati ingin santai ... dan sekarang santai banget, aku harus nunggu dua jam atau mungkin lebih di sini karena ternyata Ayah delay satu jam. Nggak tahu nih udah berangkat atau belum," jawab Ana. "Owh ... cari tempat makan aja, nongkrong di sana. Kamu lagi dimananya sekarang?" "Masih di tempat parkir, aku baru aja sampe. Aku ke Mushola dulu deh. Kamu sudah mau jalan ke rumah sakit ya?" "Sebentar lagi, kamu nggak apa - apa sendiri?" "Siapa bilang aku sendiri? Ini orang rame buangeeet, dapat parkir aja susah." "Ckk ... kamu tahu maksud aku bukan itu." Cengiran Ana habis menggoda Kana hanya bisa di lihatnya sendiri di kaca spion tengah. Kana mana bisa lihat, kan bukan video call. "Iya ...iya, abis dari mushola aku langsung cari tempat makan atau ngopi deh, persiapan begadang sama Ayah nanti malam." "Ayah kamu bukannya acara pagi besok?" "Eh iya, nggak jadi deh ngopi." "Cari makan aja, ayah kamu pasti sudah makan di pesawat." "Oke siap." "Yaudah, nanti kabar - kabari ya." "Oke ...bye." "Bye An .." Ana melihat lagi ke layar ponselnya, tidak ada pesan tambahan dari ayahnya yang mengabarkan apakah sudah boarding atau belum. Ariana Yah ..sudah boarding? Ana melihat pesannya cuma centang satu. Mungkin ayahnya sudah boarding, tapi Ana mau memastikan lagi. Ana menekan gambar telepon di samping tulisan My Ayah. Tapi belum juga ada nada panggil, operator sudah memberitahu bahwa ponsel yang dituju sedang tidak aktif. Fix Ayah sudah boarding, pikir Ana. Mungkin ayahnya tidak mengirim pesan lagi karena apa yang diberitahukan ayahnya tadi tidak ada perubahan, boarding jam enam, lima belas menit yang lalu. Ana masuk bandara, pertama dia akan mencari Mushola dulu, dan ternyata penuh karena Maghrib baru dimulai beberapa menit yang lalu, dia tidak ikut antrian wudhu, karena masih bersuci dari apartemen tadi, tapi tempat sholat yang tidak besar itu masih ramai orang. Setelah menunggu lima menit, Ana mendapat tempat sholat di ujung. Dua jam lebih Ana di bandara, akhirnya penantiannya berakhir, setidaknya layar monitor yang menampilkan informasi penerbangan, ada nomor penerbangan ayahnya dan dinyatakan sudah mendarat. Berarti setengah jam lagi ayahnya akan keluar dari tempat pengambilan bagasi. Kenapa Ana yakin sekali ayahnya membawa bagasi, padahal cuma menginap dua malam? Karena Ibunya sudah memberitahu apa saja yang titipan untuknya yang dibawa ayahnya dan sudah dimasukkan ke dalam kardus. Ana sudah beranjak dari tempatnya duduk selama kurang lebih satu setengah jam. Dia bergabung dengan para penjemput yang lain yang sedang menunggu jemputan mereka yang datang dari seluruh wilayah Indonesia. Ana sudah melihat sosok ayahnya, Pak Yanuar yang sedang mendorong trolley-nya, benar saja kardus ibunya dan koper kabin ayahnya sudah ada di atas trolley itu. Setelah mencium punggung tangan ayahnya, Ana berpelukan dengan ayahnya, sudah enam bulan mereka tidak bertemu fisik begini. "Kamu lagi suka makan kak?" "Ayah mau bilang aku gemuk?" Pak Yanuar malah tertawa, sudah pakai bahasa halus, tetap saja diperjelas oleh Ana. "An .." Ana menoleh ketika mendengar namanya dipanggil seseorang. Kaget! Ana tidak berharap ada pertemuan seperti ini. Sudah hampir sepuluh tahun ...satu dekade! Kenapa justru harus bertemu di sini? Pria yang dulu pernah dia titipkan harapan masa depannya tapi justru orang ini menghancurkannya, kini ada di depannya. Buat apa dia memanggil namaku, pikir Ana. Ingin Ana berlalu begitu saja, tapi mendadak dia ingin meladeni pria b******k ini. "Apa kabar bang?" tanya Ana yang masih ada sopan santunnya. "Baik. Kamu terlihat beda," ucap Reyhan. Mungkin maksudnya memuji, tambah cantik gitu? "Beda, apa iya?" Ana tertawa kecil. Ana melirik ayahnya, hanya diam saja, Reyhan juga tidak menyapa ayahnya ... Ana agak bingung, tapi tidak ingin memfasilitasi percakapan untuk mereka.. "Iya, kamu terlihat sangat matang dan dewasa." O .. pujian tho.. Haduuh .. apa pula ini, jangan berlagak hilang ingatan tentang masa lalu, bisa santai gitu ngomongnya ... nanti hilang beneran pikirannya baru tahu rasa, belum tahu repotnya harus bikin surat kehilangan ingatan di polisi, tidak ada tamplatenya. "Waktu terus berjalan, jelas aja orang berubah. Mari kami duluan." Ana pamit, tidak ingin berlama - lama. Cukup sudah basa basi kesopanan yang dia punya, stoknya sudah mau habis. "An ... ehm, boleh kapan ada waktu abang mau bicara sama kamu?" "Nggak bisa, aku sibuk. Lagian nggak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Kita nggak pernah ada urusan." Suara Ana cukup tegas. Pak Yanuar mulai mendorong trolley-nya, Ana langsung berbalik badan meninggalkan Reyhan yang masih berdiri memandang kepergian bapak dan anak itu. Hatinya bergulat antara ingin mengejar memohon Ana mau bertemu lagi dengannya, tapi tatapan mata pak Yanuar membuatnya mengurungkan niatnya. Ana dan Ayahnya belum bicara dari tadi, kini mereka sedang berada di jalan tol bandara menuju tol Jorr. "Ayah kok nggak kaget ketemu si abang tadi?" Ana biasa memanggil Reyhan dengan panggilan si abang dari dulu, sekarang saja baru berganti sibodat, tapi tidak mungkin di depan ayahnya dia menyebut panggilan itu. "Ayah sudah ketemu sejak di bandara di Medan tadi sore," jawab pak Yanuar yang duduk di sebelah Ana. O pantas tidak ada kaget - kaget nya, rupanya sudah duluan. "Dia sudah cerai sama istrinya." "Masa? Baru beberapa waktu yang lalu aku masih lihat foto dia sama perempuan itu waktu acara reuni kecil di rumah Parlin. Jangan - jangan ayah kena tipu lagi sama si bod ...si abang itu." "Dia sudah pindah ke Jakarta hari ini, perceraiannya diurus sama pengacara katanya. Tadi di airport dia sampe mencium tangan Ayah sambil menangis minta maaf atas hal yang terjadi sepuluh tahun yang lalu." "Prettt." Ana sampai tidak sadar bereaksi tidak sopan, padahal sedang ngobrol sama ayahnya. "Eh ...maaf Yah ...maaf," ucapnya buru - buru. Pak Yanuar tidak melanjutkan ceritanya. "Jadi, ada drama hidayah dan siksa kubur tadi di bandara? Kok lucu kali aku dengarnya yah ... nggak malu ayah?" "Ya Ayah langsung suruh dia duduk di sebelah Ayah, biar nggak dilihat orang ... aneh kayak sungkeman orang jawa gitu dia. Malu juga ayah soalnya ada pak Dippos Hutapea kawan ayah di kampus, dia mau berangkat juga, tapi dia ke Batam. Dia lihat lah adegan itu." Ana tertawa membayangkan wajah ayahnya merah kuning hijau kayak pelangi dibuat si tukang selingkuh itu. "Jadi menurut ayah, apa yang mau diomong kan si bo, ck .. si abang itu rupanya, kok kayak penting kali dia mau ngomong sama aku?" "Mau minta maaf mungkin, kayak sama Ayah tadi." "Bah ... tinggal ngomong aja tadi biar lengkap drama siksa kuburnya. Mampos lah! Ngapain pake mau minta - minta waktu, nggak pingin pun aku ngomong panjang - panjang sama dia. Udah cere orang itu, baru di carinya aku, mau bilang minta maaf, dasar ,..," Ana menggantungkan kalimatnya, walau masih kesal tapi tidak baik juga memaki orang di depan ayahnya, ini saja sudah keceplosan terus dari tadi, bisa - bisa ayahnya akan merasa gagal sudah mendidiknya menjadi pribadi sopan dan panutan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN