Angin dari luar rumah itu masuk ke dalam rumah itu, dengan semilirnya. Yang membuat suasana sejuk tercipta di dalam ruang tamu itu. Seakan ingin membuat hati Rudy yang sedang panas menjadi adem.
Rudy dan Zulian tetap saling terdiam. Seolah kakak dan adik itu sudah kehabisan topik pembicaraan. Ya, memang selama ini. Mereka berdua jarang berbicara satu dengan yang lainnya. Sejak mereka kecil. Apalagi saat Rudy tinggal di Jakarta, mereka berdua sudah seperti orang asing saja, yang tak mengenal satu dengan lainnya. Tetapi tetap saja hubungan darah di antara mereka. Menjadikan mereka cepat akrab kembali. Seakan tembok yang menghalangi mereka berdua untuk akrab selama ini, menjadi runtuh mendadak.
Tiba-tiba saja gagang pintu rumah itu bergerak, dari luar rumah itu. Yang membuat mereka berdua melihat ke arah pintu rumah itu. Sesaat kemudian terbukalah pintu rumah itu. Ternyata pintu itu dibuka oleh Lastri, Nyonya Besar di rumah itu. Wajahnya mirip Sri, tetapi dengan kulit lebih gelap dari Sri dan rambutnya pun berponi se alis dengan panjang rambut sebahu. Kedua tangannya dipenuhi oleh gelang-gelang emas, begitu juga dengan lehernya. Yang mengenakan kalung besar. Pakaiannya bergaya ABG, dengan warna merah menyala. Ia tatap kehadiran suaminya, lalu ia alihkan pandangannya ke arah Zulian. Yang baru pertama kali ia lihat. Lastri pun lalu tersenyum ke arah Zulian dan suaminya itu.Dengan senyum yang hanya diketahui oleh istri dari Rudy itu.
"Aa, sudah pulang?" tanya Lastri, dengan penuh basa-basi nya, yang telah dipahami oleh Rudy.
"Sudah Tri, Aa tidak betah di kampung. Nih Aa bawa adik, Aa. Namanya Zulian," jawab Rudy, menunjukan jari telunjuk kanannya ke arah Zulian. Yang segera ia turunkan kembali.
Lastri lalu masuk ke dalam rumahnya, dan duduk di hadapan Zulian dan Rudy. Dengan terlebih dahulu menutup pintu rumahnya dengan lembut. Tak seperti biasanya, yang selalu ia tutup dengan keras. Seperti sifatnya yang keras kepala selama ini.
"Oh, ini toh yang namanya Zulian?" tanya Lastri. Lalu tersenyum manis ke arah Zulian. Sambil memperhatikan dengan teliti wajah Zulian, yang tampak kikuk diperhatikan seperti itu. Apalagi oleh istri kakaknya. Zulian takut, Rudy akan cemburu terhadap dirinya.
"Tapi A, ko mukanya beda sama muka Aa. Dia lebih mirip Orang Korea. Dari pada Orang Indonesia. Apa ayah kalian berbeda?" tanya Lastri dengan segala keingintahuannya, yang membuat keadaan menjadi hening untuk sejenak. Karena Lastri mengangkat topik yang sangat sensitif bagi Zulian, pemuda berwajah Korea itu.
"Lagi-lagi wajahku menjadi masalah. Apakah aku salah mempunyai wajah seperti ini?. Tapi mudah-mudahan saja, A Rudy tidak menceritakan tentang rumor tak sedap. Yang berkembang di desa. Kalau aku ini adalah anak Orang Korea. Aku rasa A Rudy tidak mungkin tega untuk menceritakan rumor itu kepada Mba Lastri," ucap Zulian di dalam hatinya. Dengan penuh harapannya, agar Rudy tak bercerita aneh-aneh kepada istrinya itu.
Rudy menarik napasnya dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan dari istrinya itu. Dan keheningan pun buyar, ketika Rudy membuka mulutnya. Dan menjawab pertanyaan itu dengan sebijak mungkin. Berusaha untuk tidak menyinggung perasaan adiknya, dengan rumor yang berkembang di desanya sejak mereka kecil.
"Tri, ayah kami sama. Soal masalah wajah kami yang berbeda. Itu adalah hal yang wajar di dalam keluarga besar kami. Selain Zulian yang mirip Orang Korea, masih banyak di dalam keluarga besar Aa. Yang punya wajah mirip Orang Jepang, China, Arab bahkan Bule," tutur Rudy berusaha menyakini istrinya. Yang tampak melongo, seakan tak percaya dengan penjelasan Rudy. Yang akhirnya berbicara kembali.
"Makanya kamu sekali-kali ke kampung Aa, biar kamu tahu saudara-saudara Aa seperti apa. Jangan hanya Aa yang kamu kenalkan ke keluarga besar kamu, di Jawa," ucap Rudy, dengan memprotes secara halus sikap istrinya selama ini. Yang tidak pernah ingin pulang kampung bersama dirinya ke Desa Cikoneng.
"Malas ah A, lagian keluarga besar Aa. Sepertinya enggak pernah setuju dengan pernikahan kita. Apa Aa sudah lupa, saat kita menikah di Jawa, dulu. Engga ada satu pun keluarga Aa yang datang untuk menyaksikan dan menghadiri pernikahan kita. Bahkan yang jadi saksi nikah Aa saudara-saudaraku," ujar Lastri, mengenang pernikahannya dulu yang tak dihadiri oleh pihak keluarga Rudy. Mengungkit-ungkit masa lalu mereka.
"Mereka beranggapan bahwa kita enggak cocok, karena aku dari Jawa sedangkan Aa dari Sunda. Kata mereka sih, Aa akan kalah atau tunduk dengan diriku. Mitos macam apa itu, nyatanya enggak seperti itukan A?" ucap Lastri. Dengan ketusnya dan egonya yang besar itu.
Rudy pun hanya tersenyum kecut mendengar ucapan Lastri kali ini. Hanya hatinya yang berbicara atas ucapan istrinya. Yang tak berani ia ungkapkan. Karena ia takut, malah akan menjadi pemicu keributan di antara mereka berdua. Yang bisa saja menjadi masalah besar di pernikahan mereka.
"Itu bukan hanya sekedar mitos Tri, apa kau tidak sadar. Kalau selama ini dirimu telah menjajah diriku. Pria dijajah wanita ..., dasar pecundang diriku ini!" keluh Rudy di dalam hatinya. Dengan tatapan sayu ke depan.
Zulian tampak jenuh mendengar perbincangan yang didominasi oleh Lastri. Ia pun lalu sengaja menguap, agar mendapat dari perhatian mereka berdua.
"Aku benar-benar bosan mendengar perbincangan mereka berdua. Lebih baik aku pura-pura mengantuk saja," kata Zulian di dalam hatinya. Lalu melaksanakan niatnya itu.
"Hoa ...h!" mendengar uapan Zulian itu, Lastri lalu mengalihkan pandangannya ke arah Zulian.
"Kamu mengantuk Lian?" tanya Lastri lembut.
Zulian pun tersenyum, lalu menjawab pertanyaan itu.
"Iya, Mba ...," jawab Zulian singkat, sambil memejamkan sepasang mata kecilnya itu. Lalu membuka kedua matanya kembali.
Melihat Zulian mengantuk Lastri lalu memandang ke arah Rudy.
"A, antar adikmu ke kamar kosong, yang sudah kita sediakan tempo hari. Kasihan dia, sepertinya ia mengantuk sekali," mendengar perkataan Lastri, tanpa sepatah kata pun. Rudy lalu bangkit dari duduknya dan menghampiri Zulian.
Rudy pun sebenar sudah jenuh berbincang-bincang dengan istrinya yang selalu menguasai topik pembicaraan di antara mereka.
"Lian, ayo ikut Aa," ujar Rudy, lalu melangkahkan kakinya, yang diikuti oleh langkah kaki Zulian, dengan membawa tasnya. Yang diperhatikan oleh Lastri dari arah belakang. Yang tampak sangat terpesona kepada Zulian, sejak pertama kali mereka bertemu.
"Sepertinya, Joko selingkuhan ku. Harus aku tinggalkan. Karena aku ingin mengejar dan mendapatkan yang baru, yaitu Zulian. Yang jauh lebih tampan dan muda dari pada si Joko, Wong Deso itu. Dan itu harus aku lakukan secepat mungkin, tidak peduli ia adik kandung suamiku," ucap Lastri berbicara di dalam hatinya, membulatkan tekad gilanya itu. Tekad yang dibisikkan oleh setan di dalam hatinya.
Lastri lalu tersenyum dan terus tersenyum sendiri. Bermain dengan angannya sendiri, bermain dengan bayang Zulian. Yang telah membuat dirinya jatuh cinta lagi untuk yang kesekian kalinya. Cinta yang seharusnya, tak tumbuh di hatinya itu. Karena ia telah dimiliki secara resmi oleh Rudy.