Bab 17. (Kejutan)

1128 Kata
Sementara itu Joko yang berjanji untuk bertemu dengan Lastri terlihat masih tertidur dengan pulas nya. Dirinya benar-benar merasa lelah sekali setelah menarik taksinya hingga nyaris subuh. Ternyata setelah mengantarkan Ketrien pulang ke kostan nya semalam tadi. Joko mendapat penumpang perempuan yang minta di antar kan ke daerah dekat pol taksinya. Baginya sekali mendayung dua-tiga pulau terlewati. Sekalian mengantarkan penumpang perempuan itu ke tujuannya. Joko dapat memulangkan taksinya ke pol nya. Dan sekalian pulang ke tempat kostnya yang jaraknya tak jauh dari pol taksinya itu. Lagu dangdut terus terdengar keluar dari speaker ponsel Joko. Yang merupakan panggilan telepon dari Lastri sang pujaan hatinya, yang sudah menjadi milik lelaki lain itu. Terus berdering dan terus berdering. Hingga akhirnya Joko terbangun setelah nada dering nada panggilnya terus berdering dengan bisingnya. Joko lalu mengambil ponselnya yang ia letakan di ujung tempat tidurnya. Mendadak mata Joko menjadi melotot ketika mengetahui siapa yang sudah meneleponnya secara berulang-ulang sedari tadi. "Celaka! Mba Lastri meneleponku!" histeris Joko di dalam kalbunya. Seakan sedang bertemu hantu yang kesiangan. Yang akan segera mencelakainya. Walaupun supir taksi itu masih merasakan kantuk yang teramat hebat. Tetapi ia segera menerima panggilan telepon dari kekasih gelapnya itu. Saat sudah tersambung sambungan nirkabel itu. Segera terdengarlah suara Lastri yang cempreng yang disertai oleh omelan nya yang seolah tanpa jeda sama sekali. Seakan kereta api barang yang tak hentinya panjangnya, karena begitu banyaknya gerbong yang ia bawanya. "Joko ...! Kenapa kamu baru mengangkat teleponku!?" ujar Lastri di dalam teleponnya. Dengan suara yang galak dan penuh selidik di ujung telepon sana. "Aku ketiduran, Mba. Aku kecapean ...," jujur Joko pun berkata. "Tapi kamu sudah janji sama Mba. Mau ikut Mba jalan-jalan," kata Lastri menagih janji Joko. "Memangnya Mba Lastri mau jalan-jalan ke mana sih?" tanya Joko yang akhirnya duduk di tempat tidurnya, dan langsung duduk bersila di atas tempat tidurnya. "Mba Lastri mau mengajak ke Perpustakaan Nasional," sahut Lastri datar. Tetapi sudah membuat Joko sangat terkejut. Bagaimana bisa Lastri ingin ke Perpustakaan Nasional yang kini menempati gedung baru. Kalau Lastri tidak suka membaca sama sekali selama ini. "Mba Lastri ingin Ke Perpustakaan Nasional?" tanya Joko mengungkapkan rasa keterkejutannya itu. Seakan tak percaya dengan keinginan kakak kandung dari Sri itu. "Iya. Memangnya kenapa?" tanya Lastrik dengan penuh keheranannya. "Ya, heran saja. Bukannya Mba tidak suka membaca buku?" tanya Joko dengan penuh penasarannya. "Memang aku tidak suka membaca buku," jawab Lastri singkat, dengan penuh kejujurannya. "Lah lalu ke Perpustakaan Nasional. Mba Lastri ingin apa?" tanya Joko kembali. "Mba mau selfie di sono. Mba enggak mau kalah sama Sri," timpal Lastri, dengan suara yang genit. "Aneh!" gerutu Joko,sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Sudah kamu jangan banyak nanya lagi. Temui aku di tempat biasa!" tutur Lastri. Lalu menutup sambungan telepon itu. Joko lalu menaruh ponselnya di kasurnya. Pikirannya bermain dengan sendirinya, yang berjalan kemana-mana. "Jangan-jangan Mba Lastri, sedang jatuh cinta sama Zulian? hingga ia ingin terlihat terpelajar seperti adiknya itu," tanya Joko di dalam hatinya. Lalu bangkit dan mengambil handuknya untuk mandi. Bersiap untuk menemui Lastri di tempat biasa. *** Sementara itu Marisa terus menyusuri pantai tempat wisata itu dengan perasaan kacau balau nya. Hingga ia pun kelelahan, lalu duduk berselonjor di tepi pantai itu. Dengan kedua kakinya yang tersentuh oleh riak-riak ombak laut. Kedua matanya menatap awan putih yang menggantung di langit, yang menghampar di atas laut itu. Yang bergerak tertiup angin secara perlahan-lahan untuk mengarungi langit tanpa batas. "Apakah cinta ini salah! untukmu Ket?" tanya Marisa di dalam hatinya. Dengan perasaan gundah-gulana nya itu. Perempuan berwajah indo itu lalu menggenggam pasir basah, dengan tangan kanannya. Lalu meremasnya dengan kuat hingga membuat bulatan. "Apakah cinta kita ini, hanya seperti pasir pantai ini. Bisa disatukan, tapi mudah dibuyarkan dan hancur tanpa bekas, yang berarti?.Dan tanpa makna sedikit pun!" ujar Marisa kini berbicara sendiri dengan suara yang lirih. Yang seakan tertelan suara ombak laut, yang seolah tak lelah sama sekali melakukannya secara terus-menerus sepanjang masa. Marisa lalu melemparkan bulatan pasir yang ada di tangan kanannya ke laut. Yang segera hancur dan melebur, saat menyentuh permukaan laut. Yang segera digulung oleh deburan ombak, yang menari-nari di permukaan laut. Yang membawa dan menenggelamkannya ke dasar laut. "Apakah ini adil, saat aku telah memberikan seluruh cintaku hanya untuknya. Tapi ia malah, masih saja menyimpan cinta lamanya di hatinya itu ...," kata Marisa di dalam hatinya, sambil melakukan hal yang seperti tadi. Mengingat sikap Ketrien yang selalu mengingat sosok Zulian yang sudah meninggalkannya sejak 5 tahun yang lalu. "Tapi ini adalah kenyataannya, aku tidak boleh egois. Ia memiliki hak untuk dicintai dan mencintai siapapun. Termasuk, jika ia ingin meninggalkan dunia seperti ini. Untuk kembali menjadi wanita normal dan menjalin kasih dengan seorang lelaki," ujar Marisa di relung hatinya, dengan tatapan sayu ke arah laut yang ada di depannya. Setelah dirinya telah merasa tenang dan gejolak di jiwanya kembali stabil. Marisa lalu bangkit dan melangkahkan kakinya kembali, menuju ke arah di mana Ketrien berada. Gadis berwajah blesteran itu terus berjalan di atas pasir dengan langkah yang gontai. Namun walaupun perempuan itu berjalan seolah tanpa gairah hidup. Akan tetapi tidak memerlukan waktu yang begitu lama. Bagi perempuan itu untuk berada di hadapan Ketrien kembali. Di hadapan kekasih wanitanya dengan wajah yang dipasang baik-baik saja. Seakan tidak terjadi apa pun dengan dirinya itu. "Ket, lebih baik kita pulang sekarang. Sebelum hujan datang," ucap Marisa, sambil menatap ke arah langit yang mulai diselimuti oleh awan hitam. Seolah langit mengerti tentang kepedihan yang sedang dirasakan oleh Marisa. Ketrien lalu melompat dari atas tanggul itu. dengan lincahnya Lalu berdiri di sisi Marisa, dengan manisnya. "Apakah dirimu sudah merasa baikan?" tanya Ketrien, sambil berjalan. Menaiki hamparan pasir yang lebih tinggi dan menjauhi bibir pantai. Yang diikuti oleh Marisa dari belakang. "Aku sudah baikan, tapi mungkin aku akan melakukan hibernasi dengan hubungan kita. untuk introspeksi tentang hubungan kita selama ini. Aku tidak akan menemui mu selama 1 bulan ke depan, mungkin aku akan keluar negeri setelah itu," ucap Marisa, dengan keyakinannya itu. "Aku juga akan introspeksi tentang hubungan kita selama ini," timpal Ketrien, terus berjalan bersama Marisa. Tanpa menatap wajah Marisa sama sekali. Seakan tak ingin mengetahui sama sekali. Tentang gejolak yang sedang terjadi pada hati kekasih perempuannya itu. Ketrien dan Marisa terus berjalan menyusuri, jalan berpasir itu. Dan saat ia sedang menatap kan matanya ke arah pantai. Tanpa disengaja ia melihat 2 orang lelaki berkulit putih dan berambut mohawk sedang berciuman. Di bawah tanggul pantai itu. Dan sepertinya Ketrien mengenali, bahwa sangat mengenali 2 lelaki muda itu. Ketrien lalu mendekati dirinya, dan melangkahkan kakinya ke arah tepi tanggul itu. Saat melihat lebih jelas 2 lelaki muda itu, Ketrien tampak sangat terkejut sekali. Terkejut bukan kepalang, tak menyangka dengan kenyataan yang ada di penglihatannya itu. Tampak langit semakin diselimuti oleh awan hitam, angin pun semakin bertiup kencang, yang membuat ombak semakin besar menghantam pantai pasir. Seakan ingin menyadarkan keberadaan Ketrien kepada 2 lelaki muda itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN