Hari sudah beranjak malam ketika Stella baru saja selesai mengerjakan tugas sekolahnya. Merentangkan kedua tangannya yang terasa pegal ke atas dengan menguap lebar, Stella memutuskan untuk menyudahi acara belajarnya.
Gadis cantik itu beranjak ke kamar mandi untuk mencuci mukanya sebelum tidur. Tak beberapa lama Stella keluar dari kamar mandi dengan wajah basah yang terlihat segar.
Dengan santai Stella melepaskan baju yang dia pakai saat ini. Kini dia hanya memakai pakaian dalamnya di depan cermin full body. Stella menatap pantulan dirinya yang setengah telanjang. Menggigit bibirnya kesal karena ukuran dadanya yang kurang memuaskan menurutnya.
"Gimana ya cara bikin d**a aku jadi lebih besar?" gumam Stella sembari menangkup dua payudaranya yang masih dalam sangkarnya.
Gadis itu lalu memungut sepotong kain yang selalu dia gunakan untuk tidur. Gaun tidur berbahan satin berbentuk dress yang ukurannya sebatas paha. Stella merasa sangat nyaman ketika tidur menggunakan pakaian ini.
Setelah puas mematut dirinya di cermin, dia lalu menaiki ranjangnya dan mulai berbaring. Stella lalu berusaha memejamkan matanya. Dan tak membutuhkan waktu lama, gadis itu mulai terlelap dalam tidurnya tanpa menyadari jika sedari tadi kegiatannya tengah diawasi oleh seseorang yang mengintip di balik pintu balkon kamarnya yang tidak pernah dia kunci.
|•|
Pria tinggi berwajah tampan dengan tubuh atasnya yang dibiarkan toples itu menyeringai melihat seorang gadis yang sudah terbaring di atas ranjangnya dengan mata terpejam rapat.
Dengan hati-hati dia membuka pintu balkon yang tidak terkunci dan dengan mudah masuk ke dalam kamar gadis cantik yang telah terlelap di atas ranjangnya tak lain adalah Stella.
Tap tap tap tap
Langkah kaki pria itu sengaja dibuat pelan agar tidak membuat sang gadis terganggu. Pria itu berjongkok, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Stella yang tidur menyamping di tepi ranjang.
Cup
"Selalu manis." bisik pria itu menyeringai.
Mata jelaganya kemudian memperluas penglihatannya dan menelisik tampilan dari gadis di depannya ini. Bibir tebalnya menyeringai lebar karena dia dengan leluasa dapat menatap kemolekan tubuh sang gadis.
Pria itu mulai mendekatkan wajahnya, menghirup aroma wangi yang menguar di leher Stella. Benar-benar sangat memabukkan.
Hidung runcingnya lalu turun, dan berhenti di belahan d**a Stella yang terlihat karena potongan baju bagian dadanya yang cukup rendah. Dia bisa merasakan terpaan napas hangat yang mengenai ubun-ubunnya.
Merasa kesusahan dengan posisinya, dengan hati-hati pria itu mendorong tubuh Stella agar terlentang. Dia lalu menundukkan tubuhnya dan menenggelamkan wajahnya di belahan d**a gadis itu.
"Ugghh... " pria itu mendesis karena merasakan kelembutan kulit d**a Stella.
Dia menciumi belahan d**a Stella dengan intens. Kemudian menjulurkan lidahnya hingga membasahi area itu. Merasa tak cukup, pria itu lalu menggigit belahan d**a Stella dengan hisapan yang cukup kuat.
Gyut
Gyut
Gyut
Plop
Pria itu menyeringai setelah melihat jejak merah yang sangat jelas kini terpampang di kulit d**a Stella. Dia semakin tertarik untuk kembali meninggalkan beberapa jejak merah lagi di belahan d**a Stella.
"Kamu benar-benar membuatku gila, Stel." desis pria itu kemudian meninggalkan Stella yang kini dadanya telah dipenuhi oleh kissmark hasil karyanya.
|•|
"Kyaaaaa.... " pekik Stella menatap area dadanya yang dipenuhi ruam merah yang mulai berubah kebiruan.
Stella histeris mendapati jika banyak sekali ruam kebiruan tersebut ada di dadanya. Dia lalu dengan cepat memakai seragam sekolahnya dan berlari untuk menemui seseorang yang pasti dapat menjawab pertanyaannya.
"Om Juan.. " panggil Stella dengan wajah cemberut.
Juan yang pagi ini baru selesai jogging mengernyit aneh melihat wajah cemberut keponakannya itu.
"Kenapa Stel?" tanya Juan menaikkan sebelah alisnya.
"Stella kesel." sungut Stella mempoutkan bibirnya.
"Kesel kenapa sih?? Masak pagi-pagi udah badmood aja." kata Juan berkacak pinggang.
"Stella nggak tau, tapi ini emang bener-bener aneh deh Om. Masak d**a Stella merah-merah sih waktu Stella lagi ngadep cermin tadi." adu Stella.
"Merah-merah gimana?" tanya Juan, entah pura-pura atau tidak.
Stella tak segan melepaskan dua kancing seragamnya dan kini terpampanglah belahan d**a gadis itu yang memang benar telah dipenuhi ruam merah yang mulai berubah kebiruan.
"I-ini sakit nggak, Stel? Kok bisa sampek gitu ya." tanya Juan hendak menyentuh area itu tapi Stella dengan sigap kembali memasang kancing seragamnya. Dia tergagap karena tak menyangka akan semudah ini Stella membuka kancing seragamnya di depannya.
"Gak sakit, Om. Cuma aku penasaran aja ini kenapa." jawab Stella bersidekap.
"Kamu alergi mungkin." tebak Juan.
"Aku gak punya alergi apapun, Om." jawab Stella cepat.
"Ya berarti ada serangga yang masuk ke kamar kamu dan gigit kamu. Makanya sampek warnanya merah-merah." jelas Juan.
"Serangga? Masak iya, Om? Kan Stella sering bersihin kamar." balas Stella mulai terpancing ucapan Juan.
"Pintu balkon kamu kunci?" tanya Juan menyeringai.
Stella tersenyum meringis.
"Stella jarang ngunci pintu balkon, Om."
"Nah, berarti udah jelas kalau penyebab ruam merah di d**a kamu itu karena gigitan serangga yang nyelinap masuk ke kamar kamu lewat pintu balkon." jelas Juan membual.
Namun gadis itu masih merasa aneh, mana ada serangga bisa masuk lewat pintu balkon jika pintu itu tidak buka? Tapi dasar Stella yang dungu karena tidak memikirkan sampai ke situ.
Akhirnya pagi itu masalah selesai dengan Stella yang percaya jika ruam merah itu merupakan gigitan dari serangga. Mereka berdua kembali menjalani aktivitas paginya dengan berangkat sekolah dan pergi ke kantor.
|•|
Seminggu berlalu dan selama itu pula Stella selalu mendapati dadanya yang dipenuhi tanda yang sama. Selama itu juga dia selalu mengadu pada Juan dan dijawab dengan jawaban yang sama. Omnya itu akan selalu menyalahkan serangga nakal yang menyelinap masuk ke dalam kamarnya setiap malam.
Karena merasa sangat penasaran dengan bagaimana dadanya bisa dipenuhi oleh tanda itu, Stella memutuskan untuk memastikan sesuatu.
Malam menjelang. Malam minggu adalah waktu untuk bersantai bagi Stella dan Juan. Keduanya baru saja selesai maraton movie dan saat ini mulai masuk ke kamar masing-masing untuk pergi tidur.
Stella telah berbaring dengan baju tidur satinnya dan bersiap tidur. Dia berusaha memejamkan matanya untuk memastikan sesuatu.
Sepuluh menit berselang, seorang pria yang sama kembali membuka pintu balkon kamar Stella. Dia mendekati ranjang dimana Stella berbaring dan kembali melancarkan aksinya.
Di satu sisi Stella merasa was-was mendengar suara pintu balkon yang dibuka. Dia berusaha untuk tetap tenang dan terpejam. Stella menggigit bibir bawahnya ketika merasakan gigitan seseorang pada area dadanya.
"Jadi orang ini yang menggigitku selama ini." pikir Stella dalam hati.
Gyut..
"Arghhh.... " pekik pria itu karena mendapat cubitan maut dari Stella.
"Rasain.. Salah sendiri kenapa gigitin Stella mulu dari kemarin." hardik Stella kembali mencubit lengan polos pria itu.
Pria itu masih meringis dan akhirnya mendongak, membuat Stella terkejut karenanya.
"O-Om Juan.. " cicit Stella terkejut.
"Jadi selama ini Om Juan yang gigitin Stella tiap malem?" dengus Stella.
Juan berdiri di sisi ranjang dengan wajah cengengesan, sedangkan Stella bangun dari tidurnya dan kini tengah menatap Juan dengan pandangan tajam.
"Bukannya jelasin malah cengengesan." sebal Stella membuang muka.
"Ya Om mau jelasin gimana? Orang udah ketahuan." balas Juan santai.
Stella mencebik, menatap kesal pada Omnya yang kini bertelanjang d**a. Dia lalu melirik dadanya yang kembali memerah karena ulah Juan.
"Makanya Stella rada aneh waktu Om bilang ada serangga yang nyelinap masuk. Tau-taunya serangga nakalnya Om Juan sendiri." ujar Stella tak habis pikir.
Juan masih terlihat santai, dia justru kini duduk di sebelah Stella yang bersidekap d**a menatap sinis ke arahnya.
"Lagian kenapa sih Om gigitin Stella? Kalo tiap malem Om laper kenapa gak bangunin Stella biar Stella masakin makanan." Stella masih terlihat kesal.
"Lapernya Om tuh beda." balas Juan cengengesan.
"Beda gimana? Jangan bilang Om berubah jadi kanibal, makanya gigitin Stella mulu." kata Stella curiga dan mulai was-was.
"Om masih waras kali, Stel. Om cuma suka aja gitu gigitin kamu." balas Juan tanpa dosa.
"Ya tapi jadi merah-merah gini kan?" tunjuk Stella dengan wajah cemberut.
"Itu namanya kissmark. Tanda kepemilikan seseorang." ujar Juan mengusap bekas gigitannya di belahan d**a Stella.
Stella menahan tangan Juan agar berhenti karena semakin didiamkan, tangan Juan akan semakin nakal. Dia menggeser tubuhnya agak memberi jarak dan menghadap ke arah Juan.
"Stella gak ngerti maksudnya." balas Stella bingung.
"Ck. Pokoknya kalau Om ngasih tanda ini ke kamu itu artinya kamu milik Om." kata Juan berdecak. Ternyata sulit sekali berbicara dengan gadis polos, apalagi Stella yang polosnya akut.
"Jadi sekarang Stella udah jadi milik Om Juan?" tanya Stella memastikan.
"Iya, dan kamu nggak boleh nolak karena Om maksa." jawab Juan tersenyum devil.
"Kalau Stella nggak mau?" pertanyaan itu membuat Juan seketika menampilkan wajah datar.
"Pokoknya kamu harus mau." kata Juan memaksa.
"Ih, kok Om Juan maksa sih?" kata Stella sebal.
"Karena Om nggak mau kamu sama yang lain." bisik Juan posesif.
Entah mengapa mendengar bisikan itu membuat Stella berdebar. Tanpa sadar dia memegang dadanya yang berdetak cukup cepat dari biasanya. Juan yang melihat itu mengulum senyum. Sepertinya dia akan denngan mudah menjerat Stella ke dalam pelukannya.
"Kenapa ngelamun?" tanya Juan dengan suara rendahnya, dia mendekat dan membiarkan wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari wajah Stella.
Stella yang tadinya melamun sontak terkejut, dia membolakan matanya karena bersitatap dengan iris obsidian milik Omnya dengan jarak yang begitu dekat. Belum sempat dia menjauhkan wajahnya, Juan sudah lebih dulu menarik tengkuknya dan mempertemukan kedua bibir mereka.
Cup~
Stella terbelalak dengan gerakan Juan yang tiba-tiba. Dia sempat terkesiap beberapa detik, namun dia mulai melunak ketika Juan mulai menggerakkan bibirnya dengan lembut. Stella terhanyut, membalas setiap lumatan yang diberikan Juan. Sesekali lenguhan kecil keluar dari bibirnya yang masih asik dihisap oleh Juan.
Clop
"Hahh...."
Stella dengan rakus meraup oksigen banyak-banyak setelah Juan melepaskan ciumannya. Bibir pria itu lalu turun, menuruni dagu runcing Stella dan bersemayam di leher jenjang gadis itu. Stella mendongakkan kepalanya untuk memudahkan gerakan pria itu. bibirnya yang membengkak terbuka lebar, sesekali mendesis karena merasakan gigitan Juan pada lehernya.
"Ahh...Om-hhh...ke-napa..digi-githh..."
Stella merintih merasakan gigitan dan hisapan kuat dari Juan. Pria itu bagai menjelma seperti vampire yang haus akan darah suci.
"Emnh..Om mau ngasih cupang yang banyak di leher kamu." Juan kembali membenamkan wajahnya di lekuk leher Stella setelah mengatakan itu.
Kini leher jenjang Stella yang awalnya putih bersih itu kini telah dipenuhi jejak-jeka merah dalam jumlah yang cukup banyak. Juan tak hanya bermain di leher Stella, tapi belahan d**a gadis itu juga tak luput dari jamahan bibirnya.
***