Nindy berjalan pelan memasuki rumahnya. Gadis itu mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu, kemudian mulai melepas heels- nya. Ia memukul- mukul betisnya yang menjadi pegal itu. Seharian ia harus berlari ke sana dan ke mari, hanya untuk mengejar bosnya itu, Alex. Apalagi ditambah ia yang mengenakan heels itu, membuat kakinya makin sakit. Dan Nindy rasa, nantinya ia akan terus mengejar Alex seperti itu.
Sungguh melelahkan!
"Anak Mama udah pulang ..." Ratih dari arah dalam kamarnya berjalan ke luar mendekati putrinya itu.
Dengan segera ia turut duduk di samping Nindy lalu mengelus bahunya. Ia kembali bersuara. "Gimana hari pertama kamu kerja di perusahaan besar itu, Sayang?" tanyanya penasaran.
Nindy mendongak dan menatap Mamanya itu. Gadis itu hanya bisa tersenyum. Ia tak mungkin 'kan mengatakan kalau harinya sangat melelahkan, atau mengatakan bahwa bosnya sangat menyebalkan? Tentu saja Nindy hanya tersenyum sembari mengatakan, "Iya .... lancar, Ma."
Mendengar ucapan anak gadisnya itu, Ratih kembali tersenyum. "Syukurlah," balasnya. Wanita itu kemudian melihat bahwa anak gadisnya itu kini tengah memijat betisnya, dan dengan wajah yang sangat kelelahan itu.
"Sini, Mama aja yang mijetin kamu aja." Ia akhirnya berinisiatif untuk mengambil alih aktivitas Nindy itu.
Dengan cekatan wanita itu memijat kaki kanan Nindy, kemudian beralih pada kaki kiri putrinya itu. Ratih masih tersenyum. Ia justru sangat berterima kasih pada Nindy karena telah mengambil alih posisi tulang punggung keluarga.
Papa Nindy memang sudah bekerja sekarang, namun hanya sebagai karyawan tingkat bawah di perusahaan rekan kerjanya sebelumnya. Sedangkan Mamanya itu tidak bekerja, bahkan tidak memiliki keterampilan apapun. Tentu saja ia sangat berterima kasih pada Nindy.
"Kamu harus selalu sehat ya, Sayang," ucap Ratih tiba- tiba sembari masih menatap kaki putrinya itu. Ia memijat kaki Nindy sekuat tenaganya.
Nindy masih merebahkan kepalanya ke sofa ketika melirik raut wajah Mamanya itu. Gadis itu memandang Mamanya itu dengan senyum sendu.
"Nindy harus selalu kuat, apapun yang terjadi. Meskipun bekerja itu melelahkan, tetapi kamu harus bertahan," sambung Ratih lagi, kini mendongak untuk menatap wajah Nindy. Lalu sambil tersenyum, gadis itu melanjutkan kalimatnya. "Mama yakin kamu selalu bisa."
Nindy mulai mencebik bibirnya begitu mendengar perkataan Sang Mama. Gadis itu menarik kakinya agar tidak lagi dipijat oleh mamanya, lalu dengan segera memeluk erat mamanya itu. Nindy menyandarkan kepalanya ke bahu Sang Mama, lalu mencium kuat- kuat aroma wangi tubuh Mamanya itu. Nindy selalu suka dengan aroma tubuh Mamanya.
"Ma ....," ucapnya dengan nada manjanya. Dipeluknya Mamanya itu kian erat. Yang juga dibalas oleh Mamanya jauh lebih erat.
"Anak Mama sudah besar, tapi masih aja manja, ya," canda Ratih sembari mengelus rambut anak gadisnya itu.
Nindy akhirnya melerai pelukan itu. Ia tersenyum menatap wajah Mamanya dari jarak dekat itu.
"Mama gak perlu khawatir, selelah dan sepenat apapun pekerjaan Nindy, Nindy pastikan untuk terus bertahan di sana," ucapnya dengan penuh keyakinan. Gadis bermata hitam bulat itu menyengir lebar. "Percaya sama Nindy," sambungnya melebarkan cengirannya.
Iya, Nindy tidak perlu takut jika pada akhirnya Alex akan memberinya banyak tugas atau sengaja mengerjainya. Yang harus ia lakukan hanyalah bertahan di sisi pria dingin itu. Sehingga ia akan segera menemukan kelemahan dan bukti tentang pria itu yang sesosok Iblis.
Ratih tersenyum. Tangannya terangkat dan hinggap di rambut coklat Nindy. Dengan lembut ia elus rambut itu. "Terima kasih, Sayang."
Nindy hanya menganggukkan kepalanya. Gadis itu masih tersenyum ketika merasakan ponselnya bergetar. Dengan cepat ia ambil ponselnya itu dari dalam sakunya. Kemudian segera dibukanya. Ada beberapa notifikasi yang masuk ke ponselnya, dengan segera ia buka satu per satu.
Mata Nindy sontak mendelik saat ia melihat sebuah notifikasi dari Sony. Tepatnya ia melihat chat pria itu. Nindy bahkan sampai membekap bibirnya sendiri saat melihat sebuah foto yang dikirimkan oleh Sony.
Sony Ferdinan: Saya sudah men- transfer sejumlah uang untuk proses pendaftaran kuliah adik kamu
Sony Ferdinan Mengirim foto
Sony Ferdinan: Sisanya akan saya kirimkan ketika kamu sudah bekerja satu bulan di perusahaan.
Sony Ferdinan: Anggap saja uang yang saya kirim ini adalah hadiah untuk kamu karena sudah diterima sebagai Sekretaris Alex. Selamat!
Sony Ferdinan: Oh, iya! Uang lebihnya bisa kamu belikan beberapa pakaian untuk mempercantik penampilan kamu.
"Lima belas juta?!" Nindy berseru masih membekap bibirnya, sehingga Mamanya tak sepenuhnya mendengar ucapannya. Nindy yang menyadari kebodohannya kini mengangkat kepalanya menatap Mamanya. Gadis itu menyengir lebar di depan mamanya.
"Ada apa? Kenapa kamu kelihatan kaget gitu?" tanya Mama Nindy itu. Tatapannya sangat penasaran.
Nindy hanya menggelengkan kepalanya sembari menahan teriakannya selanjutnya. "Enggak apa- apa, Ma." Nindy menyengir. Rasanya ia ingin berteriak sambil tertawa sekarang. Namun dalam hatinya kini ia sudah menjerit keras- keras. Tidak menyangka bahwa Sony akan secepat ini menepati janjinya. Bahkan nominal uangnya terbilang banyak.
"MAKASIH PAK SONY!" jerit Nindy dalam hatinya.
°°°°°
Nindy tengah berbaring di atas kasurnya, kemudian detik berikutnya gadis itu berganti posisi dengan tengkurap membelakangi tirai penutup kamarnya. Nindy masih fokus membaca "Semua hal yang harus diingat" tentang Alex itu.
Namun baru lima menit ia mencoba memahami isi dari map itu, gadis itu spontan meletakkan map itu ke atas kasurnya. Mendadak Nindy menjadi pusing.
"Anjir! Banyak banget yang harus gue ingat!" Nindy menatap banyak tulisan di dalam kertas itu. Perlahan ia meremas rambutnya.
Terrnyata memang benar yang Alex bilang tentang keyakinan bekerja dengan pria itu. Nyatanya banyak sekali hal yang tidak boleh dan harus dilakukan Nindy sebagai Sekretarisnya.
Seperti harus membangunkan pria itu tepat jam lima pagi, lalu membuatkan kopi setiap pagi dengan sarapan yang tepat, kemudian Nindy harus mengambil pakaian Alex di penatu, juga beberapa jas dan sepatunya setiap pagi. Lalu siangnya Nindy harus memesan makan siang yang tepat untuk Alex, karena pria itu tidak memakan sayur- sayuran sama sekali dan sangat menyukai daging.
Ketika pergi ke luar kantor, Nindy harus selalu memayunginya agar tidak terkena sinar matahari langsung. Ia juga harus berlari cepat karena Alex tidak suka dengan orang yang lambat.
Nindy harus mau pulang terlambat ke rumahnya karena ia pun harus memesankan makan malam untuk Alex juga ikut pulang ke rumah dengan pria itu. Malamnya Nindy harus membuat rangkuman jadwal untuk kegiatan Alex sepanjang hari.
Dan itu ... masih banyak yang belum Nindy baca lainnya.
"Tunggu! Kenapa dia punya banyak banget hal yang harus Sekretarisnya ingat?!"
Nindy menghentikan matanya yang masih membaca itu. Lalu dengan segera menyimpulkan inti dari semua yang dibacanya.
"Apa dia ... coba bikin gue jadi babunya? Serius?!"
°°°°°