"Wah ... sebuah tempat tidur. Kau hebat sekali!" pekik Perly antusias sambil bertepuk tangan. Sedangkan Marta sudah tersenyum bangga mendengarnya, sebelum Perly melanjutkan kata-katanya yang membuat wajah Marta kembali masam. Katanya, "Kau hebat sekali membuat badanku sakit-sakit." Dan itu sangat menyebalkan. Apakah ini yang disebut karma? Dirinya yang dari awal berencana membuat raut kesal di wajah Perly, tapi lihatlah sekarang, gadis itu berhasil memutar keadaan.
"Kamu pikir punggungku akan baik-baik saja setelah tidur di atas tanah yang keras seperti itu? Astaga! Sudah cukup dulu aku tersadar di atas batu, dan sekarang kamu memberiku tempat tidur tanah? Teman macam apa kau ini?" omel Perly, yang membuat Marta hanya menutup kedua telinganya malas mendengar ocehan Perly.
"Untung saja aku memiliki tingkat kesabaran yang tinggi untuk menghadapi orang sepertimu," gumam Marta berusaha menyabarkan diri.
Marta menarik tangan Perly pelan, ah tidak, tadi itu sedikit kasar, lalu mendudukkan Perly di atas tempat tidur yang dia buat.
"Wah!" pekik Perly saat merasakan tanah itu empuk seperti tempat tidurnya di laut. Perly menatap penuh binar pada Marta yang balas menatapnya malas, "Bagaimana bisa? Wah! ini nyaman sekali!" ucapnya antusias sudah berbaring di atas tempat tidur itu dengan nyaman.
"Bagaimana bisa? Wah ... ini nyaman sekali! Dasar i***t!" gerutu Marta menirukan gaya bicara Perly barusan, ditambah sedikit cacian.
Dirinya baru akan beranjak, namun malah terhuyung ke belakang kala dua tangan mungil memeluk dirinya dari samping, "Marta, kamu memang sahabat terbaikku." ucapnya mengeratkan pelukkannya. Marta tak memungkiri hatinya senang mendengar itu, membuat bibirnya sedikit tertarik membentuk sebuah senyum tipis.
"Ya ya. Ketika kau senang, itulah yang kau katakan. Ketika kau kesal, kau akan menganggapku sebagai teman yang tidak berguna," ucap Marta melipat tangannya di atas perut.
Perly yang melihat raut kesal Marta hanya tersenyum lebar hingga memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapi. "Kau ini. Aku hanya bercanda, perasaanmu saja yang terlalu sensitif," jawabnya kembali berbaring.
Marta hanya geleng-geleng kepala melihatnya, dia berjalan tepat ke samping kanan tempat tidur Perly, lalu membuat satu lagi untuknya.
Dulu dirinya pernah memimpikan seorang teman, atau mungkin seorang adik untuk menemaninya bermain, pasti akan menyenangkan, pikirnya. Dan sekarang, dia merasakannya, memang ada rasa senang, namun rasa kesal lebih mendominasi melihat tingkah Perly. Anak itu sungguh ajaib.
"Tidurlah. Kamu pasti lelah, besok pagi kita akan melanjutkan perjalanan kita," ucap Marta pada Perly. Dan Perly hanya mengangguk sebagai jawaban.
Lama keheningan di antara mereka hingga akhirnya Perly kembali membuka suara.
"Apa kau sudah tidur?"
Marta kembali membuka matanya dan menoleh ke samping. Ternyata gadis itu juga belum tidur, "Belum. Aku belum mengantuk," jawabnya.
"Baguslah. Ada yang ingin aku tanyakan," ucap Perly mengambil posisi duduk.
"Apa?"
"Kenapa pengendali Dark mengambil sayap ibuku?" tanyanya. Di sana, Marti masih berbaring menatap Perly agak lama, membuat Perly bertanya dalam hati, apa dia salah mengajukan pertanyaan? Dan pemikirannya semakin diperkuat oleh Marta yang malah melempar pertanyaan padanya, "Kau benar-benar ingin tau?" tanya Marta menatap Perly.
"Ya. Dan aku harus tau. Bukankah itu penyebab bangsa fairy tak lagi memiliki sayap?" Marta mengangguk, itu benar.
"Baiklah ...." Marta ikut mengambil posisi duduk dan berhadapan dengan Perly, "Pengendali Dark juga termasuk bangsa mermaid dan fairy. Itu artinya mereka juga punya ekor dan sayap. Semua pengendali, terkecuali Pengendali Dark, mempunyai kelebihan yaitu, mereka tetap bisa hidup di darat walaupun tidak memiliki sayap. Sedangkan Pengendali Dark tidak bisa. Intinya, jika sayapnya hilang maka mereka harus tinggal di laut selamanya, jika ekornya yang hilang maka mereka tak bisa kembali ke laut, dan harus tinggal di darat selamanya."
Perly hanya diam mendengarkan semua penjelasan Marta. Dan Marta kembali melanjutkan, "Hal itulah yang membuat Pengendali Dark ingin menguasai dua dunia ini. Tapi sebelum itu terjadi, ibumu sudah lebih dulu memotong ekor mermaid dari Queen Ellona, Ratu Pengendali Dark, sehingga sekarang Pengendali Dark hanya memiliki sayap. Kau tau bagaimana orang yang iri, begitulah kira-kira," jelasnya.
"Jadi apa hubungannya dengan sayap ibuku?" tanya Perly penasaran.
"Karena ibumu adalah pengendali tertinggi di dua dunia ini. Kamu pikir, kenapa semua bangsa Dark hanya memiliki sayap, sedangkan hanya ekor mermaid Queen Ellona yang di potong? Karena apa yang hilang dari pengendali tertinggi, maka itu juga akan terjadi pada pengendali lainnya. Dan kenapa Pengendali Dark memilih memotong sayap ibumu? Karena, sayap ibumu akan membuat kekuatan pengendali Dark semakin besar dan kuat."
Perly terdiam mendengarnya. Namun tak lama, pertanyaan kembali muncul di kepalanya, "Apakah sayap ibuku berwarna putih?" tanya Perly.
"Ya. Benar," jawab Marta.
"Sayap ibuku memang indah, pantas mereka menginginkannya," gumam Perly membayangkan mimpinya saat dia bertemu dengan ibunya. Dan juga, setelah dipikir lagi, dia memang sedikit mirip dengan sang ibu, meski waktu itu ibunya sempat berkata bahwa dirinya benar-benar mencetak habis rupa sang ayah.
"Lalu bagaimana cara untuk mengembalikan sayap itu?" Pertanyaan Perly kembali terlayang.
"Kaulah jawabannya Perly," ucap Marta membuat Perly mengernyit tidak mengerti. "Aku?" tanyanya menunjuk dirinya sendiri.
"Iya. Hanya kamu yang bisa mengalahkan Pengendali Dark. Queen Ellona sudah menyatukan sayap ibumu dan sayap miliknya. Sehingga kamu harus memotong sayap Queen Ellona untuk mengembalikan sayap fairy, sekaligus memusnahkan bangsa Dark," jelas Marta.
Perly mengangguk-angguk kecil tanda mengerti. Namun tidak lama, anggukannya terhenti digantikan raut bingung di wajahnya, "Tunggu, aku masih belum mengerti, kenapa Pengendali Dark tidak memiliki keistimewaan seperti yang kamu ucapkan tadi?" tanya Perly lagi.
"Karena pengendali ter--"
"Siapa itu!" teriak Marta saat melihat seperti ada yang melintas di sebalik pohon yang ada di depannya.
"Apa? Kenapa? Apa kau melihat sesuatu?" tanya Perly sudah berpindah ke samping Marta, memeluk lengan gadis itu erat.
"Kau tunggu di sini sepertinya aku melihat seseorang tadi," ucap Marta berdiri.
Marta berjalan lurus ke depan, sambil menyipitkan matanya untuk dapat melihat dengan jelas objek yang dia lihat.
Jelas sekali itu adalah orang, tepatnya seorang fairy.
"Siapa kau?" tanya Marta saat fairy itu sudah berada tak jauh darinya.
Laki-laki yang sejak tadi bersembunyi, keluar dari tempatnya dan berdiri di hadapan Marta dengan senyuman, "Aku Tier, Tieros Ralzi Earth, Pengendali Earth," ucap fairy laki-laki itu.
•
"Jadi, kamu belum pernah ke dunia fairy?" tanya Tier pada Perly. Perly menoleh dan mengangguk pelan, "Begitulah. Ini adalah pertama kali aku ke sini," jawab Perly.
"Aneh sekali. Kamu datang untuk pertama kalinya di duniamu sendiri. Bukankah itu aneh?" tanya Tier terkekeh pelan. Tier menganggap itu adalah candaan, tapi Perly dan Marta menganggap itu adalah sebuah kecerobohan yang patut untuk di khawatirkan.
Marta dan Perly saling tatap satu sama lain. Mereka memang sepakat untuk tidak membahas identitas Perly yang sebenarnya pada orang lain, itulah yang diperintahkan Polo pada mereka. Entah untuk alasan apa, tapi lebih baik mengikuti saja daripada terjadi apa-apa dengan mereka nantinya.
"Em ... Berbicara tentang dunia fairy, elemen apa yang kamu punya? Maksudku, apakah kamu juga pengendali Earth? Bukan apa-apa, aku hanya bingung melihatmu ..." Tier menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal. Kentara sekali raut bingung di sana saat meneliti penampilan Perly.
"Pengendali ya.." Perly menggaruk belakang kepalanya gugup harus menjawab apa. Dia 'kan tidak mengerti masalah ini.
"Iya, dia Pengendali Earth, sama seperti kita berdua," jawab Marta cepat. Salah dirinya juga yang tidak memberitahu apa-apa tentang ini pada Perly.
"Tapi ..."
"Apa itu rumah mu?" Marta mengalihkan pembicaraan dengan menunjuk sebuah rumah tak jauh dari tempat mereka berdiri. Tier akhirnya menoleh pada arah tunjuk Marta, "Oh bukan. Rumahku ada di ujung jalan itu," tunjuk Tier pada sebuah jalan kecil di samping kiri mereka.
"Apakah tidak apa jika kami tinggal di rumahmu? Maksudku bagaimana dengan orangtuamu?" tanya Perly ikut mengambil bagian untuk mengalihkan perhatian Tier.
"Tenang saja, orangtuaku tak ada di rumah. Lagi pula, aku tak tau orangtuaku di mana," ucap Tier pelan di akhir kalimatnya.
Namun Perly mendengarnya, dan dia merasa sangat bersalah, "Ah, maaf aku ..." Belum sempat Perly menyelesaikannya, Tier sudah lebih dulu menggeleng, "Tak apa. Aku tidak tersinggung," jawab Tier tersenyum.
Mereka terus berjalan dalam keadaan hening. Apalagi Perly yang sangat canggung pada Tier. Tapi, setidaknya Tier tak lagi menanyainya dengan pertanyaan yang macam-macam. Untuk saat ini, dia aman.
"Nah kita sudah sampai," ucap Tier ketika mereka sudah sampai di depan sebuah rumah.
Hanya ada satu rumah di sini, yaitu rumah Tier. Sepertinya Tier tidak terlalu suka keramaian.
"Kalian bisa tidur di dalam, aku akan tidur di luar," ucap Tier lagi.
"Sebelumnya terimakasih karena telah mengizinkan kami untuk menumpang di rumahmu. Kami akan secepatnya pergi ketika sudah mendapatkan rumah yang baru." ucap Marta tersenyum. Dia juga merasa tidak enak dengan Tier. Mereka baru saja kenal dan sudah merepotkan Tier.
"Tidak masalah. Aku senang, aku tidak sendirian lagi di sini. Kalian boleh di sini selama yang kalian mau," jawab Tier balas tersenyum.
Tier menjentikkan jarinya setelah mengucapkan sebuah mantra, lalu pintu rumah itu langsung terbuka dengan sendirinya. Lagi, Perly kembali melototkan matanya, terkejut. Inginnya dia bersorak senang, seperti biasa, namun Marta yang tampak sudah hapal akan hal itu, langsung saja meremat tangan Perly di genggamannya, memberi kode untuknya bersikap normal.
"Masuklah, jika kalian perlu sesuatu kalian bisa memanggilku," ucap Tier yang hanya di balas anggukan kepala dan senyum oleh kedua gadis itu. Tak ingin berbicara banyak yang nantinya akan membuat Tier kembali bertanya.
"Bagaimana kalau Tier bertanya yang aneh-aneh lagi padaku?" tanya Perly pada Marta saat mereka sudah sampai di dalam sebuah ruangan, sepertinya kamar.
"Sudahlah. Jangan pikirkan itu dulu. Lebih baik kau tidur, besok kita harus kembali melanjutkan pencarian kita," ucap Marta berbaring dis isi kanan tempat tidur.
Perly yang juga merasa lelah pun hanya mengedikkan bahunya acuh dan ikut berbaring di sisi kiri tempat tidur.
•
Pagi ini matahari bersinar dengan sangat terik. Perly dan Marta berniat melanjutkan perjalanannya untuk mencari kesatria-kesatria itu.
"Tier, dari mana saja kamu?" tanya Marta baru melihat Tier pagi ini. Tier menoleh, "Tadi aku ke hutan mencari buah-buahan. Ini makanlah, kalian pasti belum makan bukan?" Tier meletakkan karung yang berisi buah-buahan itu.
"Wah .. Tier, kamu baik sekali. Akhirnya aku bisa makan juga," ucap Perly menatap buah-buahan itu berbinar, membuat Tier tertawa, "Haha ... ayo dimakan," ucap Tier mempersilahkan.
Marta dan Perly mengangguk dan mengambil buah yang ingin mereka makan.
"Sepertinya kalian ingin pergi," Tier menatap mereka berdua yang sudah rapi, "Ke mana?" lanjutnya bertanya.
"Ah, iya. Kami harus melanjutkan perjalanan kami," jawab Marta membuat Tier mengangguk ringan.
"Berbicara soal itu, aku belum tau tujuan kalian ke sini untuk apa. Bukan bermaksud lancang, tapi kalian seperti tidak memiliki siapa-siapa dan tak kenal siapa-siapa di sini," ucap Tier.
Perly dan Marta saling tatap satu sama lain. Haruskah mereka ceritakan tujuan mereka ke dunia fairy untuk apa? Tapi kalaupun Tier tau, dia pasti tidak akan bisa membantu apa-apa.
"Kami berdua hanya sedang mencari saudaraku. Dia sudah lama tidak pulang ke laut, maka dari itu kami mencarinya ke sini," jawab Marta.
Tier kembali mengangguk tanda mengerti, "Kalau begitu mari aku bantu. Mungkin saja aku kenal dengan saudaramu itu," tawarnya. Lihat, pilihan mereka untuk tetap diam itu memang tepat, Tier terlalu pandai membuat mereka merasa tersudut oleh ucapan sendiri.
"Ah, tidak perlu. Kami sudah terlalu banyak merepotkanmu. Biarlah kami yang mencarinya," ucap Perly cepat dan hanya diangguki oleh Marta.
"Begitu ya?" gumamnya. Berpikir sejenak, lalu kembali menatap Perly dan Marta, "Begini saja, saudaramu itu pasti juga pengendali Earth bukan? Kalian cari saja di sekitar daerah ini, jika sampai matahari terbenam kalian tidak menemukannya, kalian boleh kembali ke sini lagi. Bagaimana?" ucap Tier sekali lagi memberi tawaran, menatap mereka bergantian.
Lama berpikir akhirnya Perly dan Marta mengangguk setuju.
"Jika itu tidak merepotkanmu, kami akan kembali ke rumahmu jika kami tidak menemukannya nanti," ucap Marta tersenyum.
"Tentu saja tidak. Sebentar." Tier berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah dapur.
"Beruntung kita bertemu orang sebaik dia," bisik Perly pada Marta. Marta mendengus mendengarnya, "Dan kamu malah memanfaatkan kebaikannya," balas Marta.
Perly langsung menatap tak setuju, "Hey! Dia yang menawarkan, bukan aku yang meminta," ucap Perly sedangkan Marta hanya memutar bola matanya malas menanggapi Perly.
"Ini." Tier menyerahkan sebuah tas yang sepertinya juga terbuat dari karung pada Marta, "Kalian bawalah ini, kalian pasti lapar dan haus nantinya," ucapnya
"Terima kasih banyak. Kami sudah banyak merepotkanmu," ucap Marta merasa tidak enak hati. Tier menggeleng, "Tak apa. Anggap saja aku sebagai kakak kalian di sini," jawab Tier tersenyum.
"Ya sudah. Kami pergi dulu. Sekali lagi terima kasih atas semua kebaikanmu," ucap Perly yang hanya diangguki oleh Tier.
Marta dan Perly berjalan keluar rumah, dengan Tier yang memandangi mereka sampai hilang di tikungan jalan.
"Aku seperti memiliki keluarga jika mereka di sini." gumam Tier tersenyum.
Seakan teringat sesuatu, Tier meraba-raba lehernya dan tidak merasakan benda di sana. "Di mana kalungku?" tanyanya pada dirinya sendiri.
"Apakah ..."
Tier menepuk pelan keningnya. "Tadi pagi 'kan aku menyimpannya di tas itu, bagaimana bisa aku lupa mengambilnya?" gumamnya, "Sudahlah. Jika mereka melihatnya mereka pasti akan kembali untuk mengembalikannya," monolognya lalu kembali masuk ke dalam.