SEBELAS

1650 Kata
MARCO   Aku sudah sampai di rumah sakit. Tadi saat di jalan aku sempat menelfon Clarissa sebentar, aku merasa sedikit bahagia. Yaa, akhirnya aku bisa bertemu dengan orang tua Clarissa. Meskipun hanya baru bertemu. Tapi aku bahagia. Aku juga senang karena bisa bertemu Clarissa lagi. Terakhir aku melihatnya itu 2 minggu lalu, di toko kue. Itupun secara tidak sengaja. Aku mengingat kembali percakapan Clarissa dengan Ariel. Clarissa bilang kalau ia menyukaiku. Tapi aku tak pernah tahu seberapa besar rasa sukanya padaku. Apa ia masih teringat Alec dan halangan apa yang akan kuhadapi jika aku mendekatinya. Penerimaan. Mungkin itu yang tersulit. Bisa saja ia menolakku karena aku seorang duda. Atau orang tuanya yang tidak suka padaku. Atau hal-hal lain yang membuatku tidak bisa bersama Clarissa. Tapi aku harus tanggung jawab. Aku telah menidurinya. Hamil tak hamil aku harus bertanggung jawab padanya.   Masalahnya, apa ia mau denganku?     ** **   Bhagas sudah keluar dari rumah sakit. Seminggu bedrest dan ia pulih kembali. Selama sakit 3kali Clarissa menjenguknya. Membawa beberapa buku anak-anak dan membacakannya pada Bhagas. Terlepas dari ia yang merupakan guru wali Bhagas, aku menyukainya karena ia sangat perhatian pada Bhagas. Tidak seperti wanita lain yang pernah dekat denganku. Clarissa berbeda. Aku bahkan sulit mendeskripsikannya dengan kata-kata. Ia terlalu sempurna buatku.   Aku sedang istirahat. 2 jam lagi shift kerjaku selesai. Iseng aku menelfonnya.   “Hallo. Kenapa Mar?” Sapanya. “Emang kalo mau telefon harus ada alesannya ya?” Tanyaku. “Engga juga sih.” katanya. “Nanti malem kamu sibuk gak?” “Emang kenapa?” “Ikut aku yuuk?” “Ke mana?” “Udah ikut aja, mau yaa? Aku pengen ngobrol juga sama kamu.” kataku. “Yaudah, jam berapa? Di mana?” “Jam 7. Aku jemput kamu!” “Duh gak usah! Aku bisa nyetir sendiri.” tolaknya. “Pokoknya aku jemput, bye baby!” kataku, langsung menutup telefon. Beberapa kali setiap menelfonnya aku selalu mengakhiri dengan kata baby, babe, darl atau apapun. Namun ia tidak pernah meresponnya. Yaa tidak apa, setidaknya ia tidak menolak, ya kan? “Permisi!” seru seseorang. Aku sudah hafal suaranya, ia Riana. “Masuk, Ri!” kataku. “Maaf yaa dok. Ini pasien di ruang VIP yang kemarin itu mau ketemu.” katanya. “Soal apa ya? Tadi pagi kan udah saya cek.” “Keluarganya nanya udah bisa pulang atau belum!” “Yaudah ayok deh, kamu ikut saya aja sekalian.” kataku. Setelah negosiasi cukup panjang, aku akhirnya memperbolehkan pasienku itu pulang. Padahal dengan istirahat 2 hari lagi di rumah sakit ia akan pulih. Namun merasa kondisi sudah lebih baik ia malah ingin pulang. Sudahlah. Terserah. “Ri, saya duluan balik yaa!” kataku. “Iyaa dok.” Jam kerjaku sudah habis, aku segera keluar. Hari ini aku ada janji dengan Bisma. Teman kuliahku dulu yang sedang main ke Bogor. Segera saja aku menelfon Bisma.   “Hey Bis!” kataku saat ia menjawab. “Yooo, di mana Mar? Udah beres?” “Udeh, lo di mana?” Tanyaku. “Di coffee toffee. Sini dulu aja ya? Gue lagi pengen ngopi.” “Oke gue langsung otw sana yaa.” “Sip!”   Aku segera mengarahkan mobilku ke arah coffee toffee, menyusul Bisma. Begitu sampai, aku melihat ia duduk di smoking area. Dokter gila dasar. Udah tahu bahaya rokok, masih aja ngerokok. Tapi, kadang aku juga suka rokokan sih kalo lagi penat. Apalagi kalau nemu kasus operasi yang ribet banget. Rokok bisa jadi sahabat dadakan. “Woy!” sapaku. “Duduk Mar!” “Bentar gue pesen dulu.” Lalu aku masuk ke dalam untuk memesan minuman. Lalu kembali menghampiri Bisma. “Apa kabar lo?” Tanya Bisma saat aku kembali. “Baik gue, lo gimana?” Kataku sambil duduk di kursi di hadapan Bisma. “Baik juga ko, anak lo apa kabar?” “Aga baik, Sinta gimana?” “Lagi hamil dia, finally. Gue punya anak!” katanya terdengar senang. “Wooww!! I'm so happy for you Bis!” kataku. “Yeps.” “Tapi kok lo tinggal sih? Sableng lo!” “Kagak k*****t, dia ikut ke Bogor tapi tadi mendadak gak enak badan jadi gue tinggal di hotel. Mual-mual gitu tadi.” “Yaelah harusnya kita di-cancel aja!” “Sinta ngerti, lagian gue udah lama gak ketemu lo.” kata Bisma. “Iyaa iyaa, udah berapa bulan Sinta?” “Jalan 4 bulan lah kira-kira. Udah bahas Sintanya, lo gimana sekarang?” Tanya Bisma. “Gimana apanya?” Kataku balik bertanya. “Cewek lo siapa sekarang? Betah amat jadi duda.” “Hahaha k*****t lo! Ada lah cewek satu baru deket tapi complicated.” Nah sama Bisma ini, demen banget kita bahas cewek. Bisma jam terbangnya soal cewek lebih tinggi, ia lebih tua 5 tahun dariku, tapi soal karir profesi, kami seangkatan karena aku yang doyan loncat kelas, kami sama-sama jadi resident di salah satu rumah sakit terkenal di Singapura dulu. “Complicated gimana?” “Kayaknya sih dia masih stuck di masa lalu nya.” “Yaelah itu mah tinggal lo pepet terus entar juga lupa sama mantannya!” “Gak segampang itu k*****t, dia bukan pacaran putus terus gagal move on!” kataku. “Lha? Terus gimana?” “Dia udah tunangan sama mantannya, udah mau nikah. Nah mantannya meninggal!” kataku. “Gila. Seriusan lo?” tanyanya kaget. “Iyeee, makanya gue bilang, complicated!” “Tapi lo udah jalan sama dia?” Kata Bisma. “Udah, udah sering jalan. Bahkan hubungan gue bisa dibilang udah jauh karena ada accident gitu deh.” “Accident gimana?” “Rahasia!” “Ah gak asik lo, eh tapi lo udah cerita soal Bhagas belum? Entar dia kabur lagi pas tahu, kayak si Kadhita itu.” Bisma menyebutkan salah satu super model Negara tetangga yang pernah menjadi pacarku. “Dia kenal Aga duluan kali baru kenal gue!” kataku. “Lha? Ko bisa?” “Dia guru anak gue!” “Serius lo? Drop juga lo, dari Desainer, Model, aktris, eh jadi guru SD.” “Ngasal lu, dia guru SD juga lulusan Teknik Kimia!” “Hah?” “Iye asli, ni cewek special dah.” “Yaudah, tinggal nikah itu sih!” “Enak banget lo ngomong!” “Cantik gak? Seumuran lo sama dia?” “Cantik banget!! Engga dia lebih muda kayaknya, gue gak tahu umur dia berapa kalo gue nebak sih umurnya 26-an.” kataku. “Mana lo punya fotonya gak?” Lalu aku membuka ponselku, memperlihatkan foto Clarissa yang ada di i********: miliknya. “Nih!” kataku sambil menyerahkan ponselku. Bisma melihat foto itu sebentar, menilai paras Clarissa. “Anjirr!! Ini cewek perpaduan Miranda Kerr sama Kendal Jenner banget! Mana ada guru SD begini k*****t? Ini mah si Kadhita juga kebanting, hahhaha, keren lo kalo bisa sama dia!!” “Itu tadi siapa yang lo sebut?” Tanyaku. “Ah b**o lo. Model-modelnya Victoria Secret. Masa lo gak tahu?!” “Anjir mana tau gue, tapi dia emang lebih cocok jadi model daripada guru.” kataku setuju. “Kawasan berburu model lo masih Asean sih Bro, jadi gak kenal Kendall Jenner.” “Tau amat ah!” “If you marry her, your kid gonna have the most awesome genes.” kata Bisma. “Hahaha bisa aja lo.” “Seriusan, gilaaak. Gue kalo masih single gue rebut deh dari lo!” “You'll die first!!” kataku. “Ajak nongkrong lah sama kita!” “Gak! Entar lo godain lagi.” “Gilaa! Mana ada. Kagak lah!” “Lo ajak Sinta, baru gue mau ajak dia. Biar lo gak ganjen.” Kataku, harus gitu, Bisma tuh zodiaknya Gemini, ganjennya dia udah tercetak sempurna di DNA, jadi biar dia gak ganjen, kudu bawa pawangnya biar jinak: Sinta. “Okee, mau kapan?” “Entar malem gue udah janjian sama dia. Lo mau?” “Oke deh, gue balik ke hotel sekarang aja berarti yaa?” Kata Bisma. “Sipp!” Kemudian aku dan Bisma keluar. Kami pisah, Bisma masuk ke mobilnya menuju hotel dan aku masuk ke mobilku menuju rumah. Sampai di rumah aku menelefon Clarissa, memastikan kalo nanti malem jadi bertemu. Tapi aku gak bilang kalo temen aku mau ikut gabung. Nanti aja pas udah ada di lokasi. Kalo aku kasih tau dari sekarang entar dia gak mau aku ajak jalan. Aku sudah siap, cuma pake polo shirt dan celana jeans dan sneaker. Kita mau nongkrong doang jadi gak usah ribet. Di perjalanan menuju rumah Clarissa, Bisma menelfonku. Katanya Sinta makin gak enak badan jadi gak bisa gabung. Dia pun gak tega kalau harus ninggalin Sinta lagi. Yasudah, emang takdirnya aku beduaan sama Clarissa. Hahaha! Aku sudah sampai di depan rumah Clarissa. Aku langsung memarkirkan mobilku di depan rumahnya, lalu turun. Aku pencet bel rumahnya dan ga lama, Mamanya Clarissa keluar. “Ehhh Marlo. Ayo masuk!” “Marco tante!” kataku mengkoreksi. “Ahh cuma beda satu huruf, ayo masuk!” “Iya tante terima kasih.” gue senyum lalu masuk ngikutin Mamanya Clarissa. “Sasa masih ganti, baru beres mandi kayaknya. Duduk dulu aja Mar!” kata Mamanya Clarissa. “Iya tante, saya tunggu aja.” kataku sambil duduk di sofa ruang tamu. “Kalian mau ke mana sih emang?” “Eh gak tahu tante, belum kepikiran mau ke mana.” kataku. “Kalo ada pasar malem, ajak aja ke sana. Dia mah anaknya receh. Diajak ke pasar malem juga seneng!” mau gak mau aku tertawa. Gilaa, ibu macam apa yang ngatain anak perempuannya sendiri receh? Hahaha kacau! Padahal anaknya cantik banget! “Tante serius loh! Dia mah emang senengnya yang kaya gitu. Kalo kamu ajak dinner mewah nih yaa, bosen dia. Orang dia pernah bilang 'males Ma, ngomongnya harus pelan. Gak bisa blak-blakan. Gegara gak enak sama orang' gituuuu!!” jelas Mamanya Clarissa. Ah tapi sejauh ini Clarissa orang yang pendiam. Sekalinya ia ngomong keras itu yaaa pas memarahiku saat aku marah pada Aga. Tak berapa lama, Clarissa keluar menghampiriku dan Ibunya. “Sorry yaa, aku lama.” Katanya, aku hanya tersenyum. Ia cantik sekali hari ini. Hanya mengenakan kaus putih yang ditimpa jaket jeans, lalu mengenakan celana jeans warna senanda. Tak lupa ia mengenakan sneakers putih. Di tubuhnya, menggantung sling bag kecil berwarna gold. Ia sangat cantik. Dia bidadari yang lagi cosplay jadi manusia apa yak? “Gak apa-apa, Clar!” kataku. “Berangkat sekarang nih?” Tanyanya dan aku mengangguk. Lalu aku bangkit, berpamitan pada Mamanya dan keluar rumah. “Tumben rambut kamu diiket?” Tanyaku saat sudah di mobil. “Lagi pengen aja, abis kayaknya udah kepanjangan. Belum sempet ke salon buat potong rambut.” Jawabnya. Aku hanya mengangguk. Sebenarnya aku bingung mau ke mana. “Kamu punya ide gak?” Tanyaku. “Ide apa?” “Kita ke mana hari ini? Hehee!” “Lha kan kamu yang ajak pergi!” Katanya. “Yaps tapi aku bingung mau ke mana. Aku sih mikirnya yang penting jalan dulu aja sama kamu!” Kataku. “Yailaaah. Ke Gramed aja kalo gitu. Gimana?” “Okee!” Kataku menyetujuinya. Kami masih di perjalanan, tiba-tiba ponselku bergetar. Aku mengambilnya dari saku depan celanaku dan melihat siapa yang menelfon.   Zetira calling... Aku mengulurkan ponselku pada Clarissa, lalu berkata, “Bisa tolong angkatin? Loudspeker aja!” Pintaku, kebetulan aku belum menyambungkan vitur jawab dari ponsel ke mobil. Ia meraih ponselku lalu menjawab panggilan Zetira.   “Hallo!” Seru Zetira di kejauhan sana. “Iya Hallo. Kenapa dek?” Tanyaku. “Ibu sakit kak, aku di rumah Ibu. Kakak di mana? Ke sini dong!!” Katanya. “Di jalan. Yaudah kakak ke sana, dek. Ibu gimana?” Tanyaku. “Tiduran aja sih, tadi udah aku kompres badannya anget.” Ujar Zetira. “Ini kakak langsung ke sana dek. Aga udah kamu jemput?” “Belum kak, tapi aku telefon Bi Minah tadi. Bilang jagain Aga, soalnya aku telefon kakak sibuk terus nomernya jadi aku telefon Bi Minah dulu.” “Okee dek, sorry yaa.” “Udah ke sini aja. Temenin aku!” “Sipp!” Kemudian ia mematikan telefonnya. Clarissa masih memegang ponselku. Aku diam sejenak, lalu melirik ke arah Clarissa sebelum focus kepada jalanan lagi. “Clar, kalo malem ini kita ke rumah Ibuku, gak apa-apa?” Tanyaku. ***** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN