POV MAYA
Sebenarnya aku senang Mas Danang berbuat sedemikian itu pada Indah. Aku juga senang pada akhirnya Indah Pergi. Aku jadi tidak memiliki saingan lagi. Karena jelas aku menjadi istri satu-satunya. Istri Mas Danang. Sudah kaya, tampan pula. Tapi …..
Tapi yang aku takutkan Mas Danang akan memperlakukan aku seperti Indah. Wajah tampan yang terlihat kalem ternyata hatinya seperti itu. Mengerikan juga. Aku tidak boleh bodoh seperti Indah harus selangkah lebih maju.
Jujur aku mencintai Mas Danang. Aku bahagia dia bisa menjadi suamiku. Meskipun aku jadi yang kedua, toh aku yakin bisa sepenuhnya mendapat kasih sayang dari Mas Danang. Sebab, istri pertamanya itu kan tidak bisa memberikan keturunan. Sedangkan Mas Danang sangat menginginkan seorang anak. Hanya saja, baru sehari aku menjadi istri Mas Danang, Indah sudah mengundurkan diri terlebih dahulu. Ada ya, istri kaya Indah tidak menuntut apapun. Malah orang tuanya juga mengembalikan uang Mas Danang. Disini sih sebenarnya aku juga yang senang. Karena uang itu diberikan padaku.
Ya intinya aku seneng lah ya jadi istri Mas Danang satu-satunya. Siapa sih yang nggak seneng punya suami kaya, tampan, mampu mencukupi semua kebutuhan kita. Ya, asal kita bisa mengambil hatinya saja. Atau kita turuti saja kemauannya. Lagipula Mas Danang juga sebenarnya baik kok. Mungkin dia bersikap demikian pada Indah ya karena Indah saja yang memang tidak tahu diri. Tidak mampu memberi keturunan bertingkah tidak mau dimadu. Memang betul lah sikap suamiku itu. Harusnya Indah tidak boleh egois.
Tapi bagus juga sih, dia melakukan itu, aku tidak perlu buang tenaga untuk menyingkirkannya. Tidak perlu juga menahan cemburu. Meskipun aku yang kedua, tetap saja ingin menjadi yang pertama. Tidak yakin juga kalau aku akan tahan berbagai suami. Semoga saja, Mas Danang berkata benar. Dia bersikap sedemikian karena kecewa sama Indah. Tidak akan melakukannya padaku. Meski bagaimana pun, aku harus tetap waspada. Aku tetap ada rasa takut akan diperlakukan seperti Indah kelak. Intinya agar tidak mengalami hal serupa, aku harus secepatnya memberikan dia seorang anak.
"Mas, uang ini untuk apa?" Aku coba bertanya setelah kami berada di dalam mobil.
"Itu uang kamu, itu hak kamu. Terserah kamu mau apakan. Bebas. Kamu jangan pikirkan perlakuan aku sama Indah. Aku tidak akan memperlakukan kamu seperti dia. Sekali lagi aku lakukan itu pada Indah karena aku sakit hati padanya. Aku ingin dia hidup menderita," ucap Mas Danang.
"Kamu ngomong benar kan? Nanti kamu ungkit juga semua pemberian kamu ke aku!"
"Aku tidak akan pernah melakukan itu, Sayang. Percaya sama aku. Apalagi setelah kamu bisa kasih aku anak. Apapun akan aku berikan nantinya," ucap Mas Danang.
"Kamu tidak perlu takut aku melakukan hal yang sama padamu. Kamu hanya perlu menjadi istri yang baik untukku. Sudah begitu saja," lanjutnya.
"Aku pasti akan jadi istri yang baik buat kamu, Mas." Apalagi jika semua kebutuhanku kau cukupi, jelas aku akan menjadi istri sebaik-baiknya seorang istri yang kamu inginkan. Akhirnya, mulai besok aku bebas menguasaimu dan hartamu. Semua yang kamu punya, Mas Danang. Semuanya akan menjadi milikku. Ah betapa nikmatnya hidupku ini.
"Aku percaya sayang," balasnya. Tapi aku penasaran dengan Indah. Pergi kemana mereka dan kenapa bisa memiliki uang banyak. Ah nanti saja akan kucari tahu.
Tapi untuk Indah temanku tersayang, thanks banget udah mau ngelepasin Mas Danang. Aku kira kita akan bersaing. Ternyata, tak perlu bersusah payah membuat Mas Danang menjauh darimu, kau melepaskannya untukku. Aku wanita kedua tetap meskipun diam, aku ingin jadi yang pertama. Hatiku ingin menjadi yang utama. Sekalipun tak pernah terlontar dari mulutku. Tapi kini aku tak perlu bersembunyi dalam topeng kemunafikan yang harus berpura-pura menerima Mbak Indah. Karena apa? Karena wanita mandul itu telah pergi.
******
Malam menyapa, kami pun telah sampai di kota. Aku memiliki uang cukup banyak dari Mas Danang. Jadi aku berniat membelikan Mama sebuah mobil. Sebab, Mama pernah berkata ingin memiliki mobil. Sekarang adalah kesempatanku untuk mewujudkan keinginannya.
"Mas, uang ini beneran untuk aku?" Sebelum turun dari mobil untuk segera masuk ke rumah, aku coba bertanya supaya lebih meyakinkan.
"Beneran. Terserah kamu mau untuk apa," jawabnya sambil mencubit hidung mancungku. Meskipun tak semancung mantan istrinya.
"Aku kan punya tabungan 30 juta, niatnya sih tabungan itu untuk membelikan Mama mobil. Mama pingin banget punya mobil sendiri, supaya kalau pergi-pergi satu keluarga itu nggak bingung. Apalagi keluargaku kan keluarga besar," tuturku.
"Berapa juta beli mobil?" tanyanya.
"221.000.000 juta, Mas."
"Ya sudah besok kita ke dealer mobil kita beli untuk Mama. Tabungan kamu dipegang aja buat simpenan kamu. Beli mobil make uang tadi, nanti Mas tambahin," ujarnya sambil melepaskan sabuk pengaman.
"Mas serius? Nggak bohong? Tapi nggak diminta lagi kan? Kalau bakal diminta kaya Indah mending nggak usah deh, Mas," ucapku menunduk.
"Nggak, Sayang. Demi Tuhan Mas tidak akan lakukan itu. Kan sudah Mas bilang, Mas lakukan itu karena Mas sakit hati sama Indah. Kalau saja Indah tidak berbuat seperti itu, mungkin Mas tidak akan melakukannya. Mas hanya tak menyangka Indah bisa minta cerai, Mas panik. Tidak ada cara lain supaya dia tidak jadi minta cerai. Mas sangat mencintai Indah. Mas hanya emosi, tapi ternyata malah jadi fatal begini." Terlihat sesal di wajahnya. Jelas saja aku tidak suka. Yang aku inginkan, Mas Danang tidak menyesali keputusannya menceraikan Indah.
"Mas, nyesel?" tanyaku karena penasaran. Meskipun sesak sih d**a ini bertanya seperti itu.
"Mas Nyesal melakukannya. Mas hanya emosi."
"Ya sudah kembali lagi saja sama Indah!" ketusku.
"Aku tidak akan pernah kembali padanya. Lihat saja nanti, ketika tidak ada satu orangpun laki-laki yang mau menjadi suaminya. Pasti dia akan memohon pada Mas untuk dinikahi."
"Terus Mas mau?" tanyaku.
"Mau, tapi hanya untuk menjadikannya pembantu. Atau tidak untuk baby sitter anak kita," ucapnya seraya meraih tubuhku ke pelukannya. Hangat sekali….
"Ya udah yuk, Mas. Kita masuk, mandi istirahat. Terus… proses supaya cepat jadi," bisikku manja. Mas Danang tertawa sembari mencubit daguku. Hum, bahagianya jadi aku. Aku akan membuat Mas Danang melupakan Indah. Meski bibir dia berkata seperti itu, aku tahu betul wajahnya terlukis rasa penyesalan. Hanya saja dia gengsi untuk mengatakannya. Hati manusia, siapa yang tahu kalau bukan manusia itu sendiri.
******
"Sayang, kamu mau kerja apa mau istirahat dulu? Kelihatannya masih ngantuk banget. Makasih ya untuk yang semalam," ucapnya mengecup keningku. Uhuk, serasa menjadi ratu aku tuh. Eh emang ratu sih di rumah ini.
"Hum, udah siang ternyata ya, Mas?" tanyaku sembari menarik selimut. Mas udah sarapan?"
"Sudah tadi. Ria yang membuatkan." Ria itu adalah pembantu baru di rumah kami. Kami dapat dari yayasan khusus menyalurkan pembantu. Baru kemarin dia mulai bekerja di rumah ini.
"Mas, malam nanti pada pukul 7 malam, ada pertemuan dengan Pak Adit. Pembahasan siapa yang akan memenangkan kontrak pertemuan lusa kemarin. Semoga saja Pak Adit melirik produk kita. Kontrak ini sangat besar karena bernilai 1 triliun," ujarku.
"Beli mobilnya bagaimana?" tanya Mas Danang.
"Lusa saja setelah pertemuan. Mobil masih bisa ditunda. Aku yakin bisa memenangkan kontrak ini, Mas."
"Semoga saja. Kalau begitu cepat kamu bersiap. Aku tunggu di bawah."
"Oke, Mas."
***********************
POV INDAH
"Ris, kamu berangkat sendiri aja. Indah biar berangkat bareng gue." Aku tersedak mendengar ucapan Reyhan.
"Nggak ada, Indah bareng gue. Dia kan sekretaris gue," ucap Haris. Aku mengernyitkan kening. Sedangkan Ayah dan Ibu tertawa menyaksikan kami.
"Lagian tar pulang kerja, gue mau bawa Indah shoping. Kan dia mau nemenin gue ke acara pertemuan sama Pak Adit," ucap Haris.
"Gue jadi deg-degan siapa yang menang kontrak besar ini," ucap Haris.
"Kontrak yang bernilai 1 triliun itu kan?"
"Kok kamu tahu?" tanya Reyhan.
"Soalnya tadi kalian ngomong soal Pak Adit. Jelas aku tahu karena kemarin aku kasih ide ke Mas Danang seputar produk apa saja yang diminati bukan hanya kalangan menengah atas. Tapi juga semua kalangan. Dan produk terbaru itu sudah pasti booming karena belum ada yang menciptakan produk serupa. Dan ide ini pun hanya dimiliki oleh perusahaan Mas Danang. Aku yakin Mas Danang yang menang kontrak ini," ucapku.
"Tapi jika pun Mas Danang memenangkan kontrak ini, kita masih bisa meluncurkan produk baru untuk menyainginya. Tadinya ide kedua ini ingin aku berikan, supaya Mas Danang bisa menjadi nomor satu dan semakin maju setelah peresmian produk barunya itu. Tapi ternyata seperti ini. Karena aku sudah menjadi bagian dari perusahaan kalian maka, aku juga bisa kan menyumbangkan ide yang tertumpuk selama ini? Aku juga punya kewajiban untuk memajukan perusahaan kalian kan?"
"Lama-lama kamu bukan lagi jadi sekretaris Haris, Ndah. Tapi lebih cocok sebagai direktur pemasaran," ucap Reyhan yang tak lain adalah CEO perusahaan. Sementara Haris sebagai Direktur utama. Kakak beradik ini memang sangat kompak.
"Oke kalau begitu, kita berangkat sekarang?" tanya Haris. Aku yang sudah rapi pun segera bangun dan berdiri. Lepas itu berpamitan pada Ayah dan Ibu.
Sementara sambil mencari tempat tinggal baru kami menumpang di rumah Haris.
"Hati-hati, Nduk," ucap Ibu. Aku tersenyum. Sebelum berangkat, aku coba melirik Reyhan dan memberikan senyum untuknya. Tapi dia hanya diam saja tak membalas senyumku. Dasar aneh…..