Ensiklopedia Habib Abdurrahman bin Ahmad As-Segaf Bukit Duri

868 Kata
Nama Habib Abdurrahman as-Segaf tak asing bagi masyarakat di sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Pemilik sapaan lengkap al-Walid al-Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdul Qodir Assegaf ini merupakan salah satu ulama penting yang berperan besar dalam perkembangan Islam di kawasan metropolitan tersebut. Tokoh kelahiran 1908 di Cimanggu Bogor ini dikenal sebagai pendidik yang tulus ikhlas. Ia mendedikasikan hidupnya untuk mengajarkan ilmunya kepada umat. Bahkan, sejak usianya masih muda, ia dipercaya mengajar di Madrasah Jami'at al-Khair, lembaga pendidikan Islam formal tertua yang ada di Batavia, ketika itu. Semangat untuk berjuang mengajarkan ilmu dari al-Walid, demikian ia akrab disapa, telah mengkristal saat usianya muda. Pada umur 20 tahun, ia hijrah ke Bukit Duri, Jakarta Selatan. Berbekal ilmu agama yang telah diperoleh selama menimba ilmu, ia mendirikan lembaga pendidikan sendiri yang diberi nama Tsaqafah Islamiyah. Lembaga yang fokus pada pengajaran ilmu agama itu masih tetap bertahan hingga kini di tengah-tengah hiruk pikuk Jakarta. Key Word; Habib, Betawi, Alawiyyin, Thariqah, Majelis Taklim A.PENDAHULUAN Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdul Qadir bin Ali bin Umar bin Segaf bin Muhammad bin Umar bin Thoha bin Umar bin Thoha bin Umar ash-Shofi bin Abdurrahman bin Muhammad bin Ali bin Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb Abdurrahman As-segaf bin Syekh Muhammad Maula Ad-Dawilayh bin Syekh Ali Shohibud Dark bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam muhammad bin Sayyidina Ali bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in. Sayidil Walid adalah pribadi yang ulet dan ikhlas. Terlahir di Cimanggu, Bogor, 98 tahun silam, ia adalah putra Habib Ahmad bin Abdul Qadir Assegaf. Ayahandanya sudah wafat ketika ia masih kecil. Tapi, kondisi itu tidak menjadi halangan baginya untuk giat belajar. Pernah mengenyam pendidikan di Jamiat Al-Khair, Jakarta, masa kecilnya sangat memprihatinkan, sebagaimana diceritakan anaknya, Habib Ali bin Abdurrahman Assegaff berkusah. “Walid itu orang yang tidak mampu. Bahkan beliau pernah berkata, ‘Barangkali dari seluruh anak yatim, yang termiskin adalah saya. Waktu Lebaran, anak-anak mengenakan sandal atau sepatu, tapi saya tidak punya sandal apalagi sepatu’. Tidurnya pun di bangku sekolah. Tapi, kesulitan seperti itu tidak menyurutkannya untuk giat belajar.” Ketika masih belajar di Jamiat Al-Khair, prestasinya sangat cemerlang. Ia selalu menempati peringkat pertama. Nilainya bagus, akhlaqnya menjadi teladan teman-temannya. Untuk menuntut ilmu kepada seorang ulama, ia tak segan-segan melakukannya dengan bersusah payah menempuh perjalanan puluhan kilometer. “Walid itu kalau berburu ilmu sangat keras. Beliau sanggup berjalan berkilo-kilometer untuk belajar ke Habib Empang,” tutur Habib Ali. Habib Empang adalah nama beken bagi (almarhum) Habib Abdullah bin Muchsin Alatas, seorang ulama sepuh yang sangat masyhur di kawasan Empang, Bogor. Selain Habib Empang, guru-guru Habib Abdurrahman yang lain adalah Habib Alwi bin Thahir Alhadad (mufti Johor, Malaysia), Habib Alwi bin Muhammad bin Thahir Alhadad, Habib Ali bin Husein Alatas (Bungur, Jakarta), Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi (Kwitang, Jakarta), K.H. Mahmud (ulama besar Betawi), dan Prof. Abdullah bin Nuh (Bogor). Semasa menuntut ilmu, Habib Abdurrahman sangat tekun dan rajin, meski tak terlalu cerdas. Itulah sebabnya, ia mampu menyerap ilmu yang diajarkan guru-gurunya. Ketekunannya yang luar biasa mengantarnya menguasai semua bidang ilmu agama. Kemampuan berbahasa yang bagus pun mengantarnya menjadi penulis dan orator yang andal. Ia tidak hanya sangat menguasai bahasa Arab, tapi juga bahasa Sunda dan Jawa halus. Habib Abdurrahman tidak sekadar disayang oleh para gurunya, tapi lebih dari itu, ia pun murid kebanggaan. Dialah satu-satunya murid yang sangat menguasai tata bahasa Arab, ilmu alat yang memang seharusnya digunakan untuk memahami kitab-kitab klasik yang lazim disebut “kitab kuning”. Para gurunya menganjurkan murid-murid yang lain mengacu pada pemahaman Habib Abdurrahman yang sangat tepat berdasarkan pemahaman dari segi tata bahasa. Setelah menginjak usia dewasa, Habib Abdurrahman dipercaya sebagai guru di madrasahnya. Di sinilah bakat dan keinginannya untuk mengajar semakin menyala. Ia menghabiskan waktunya untuk mengajar. Dan hebatnya, Habib Abdurrahman ternyata tidak hanya piawai dalam ilmu-ilmu agama, tapi bahkan juga pernah mengajar atau lebih tepatnya melatih bidang-bidang yang lain, seperti melatih kelompok musik (dari seruling sampai terompet), drum band, bahkan juga baris-berbaris. Belakangan, berbekal pengalaman yang cukup panjang, ia pun mendirikan madrasah sendiri, Madrasah Tsaqafah Islamiyyah, yang hingga sekarang masih eksis di Bukit Duri, Jakarta. Sebagai madrasah khusus, sampai kini Tsaqafah Islamiyyah tidak pernah merujuk kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah, mereka menerapkan kurikulum sendiri. Di sini, siswa yang cerdas dan cepat menguasai ilmu bisa loncat kelas. Dunia pendidikan memang tak mungkin dipisahkan dari Habib Abdurrahman, yang hampir seluruh masa hidupnya ia baktikan untuk pendidikan. Ia memang seorang guru sejati. Selain pengalamannya banyak, dan kreativitasnya dalam pendidikan juga luar biasa, pergaulannya pun luas. Terutama dengan para ulama dan kaum pendidik di Jakarta. Dalam keluarganya sendiri, Habib Abdurrahman dinilai oleh putra-putrinya sebagai sosok ayah yang konsisten dan disiplin dalam mendidik anak. Ia selalu menekankan kepada putra-putrinya untuk menguasai bebagai disiplin ilmu, dan menuntut ilmu kepada banyak guru. Sebab, ilmu yang dimilikinya tidak dapat diwariskan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN