Sudah satu minggu sejak kejadian di kamar Luna waktu itu. Luna seakan melihat sikap Malik yang mulai berubah padanya. Ia merasa Malik seakan menghindar dari tatapan matanya.
Seperti pagi ini, Malik hanya menjawab apa yang Luna tanyakan padanya. Tak seperti biasanya.
Itulah yang membuat Luna curiga dengan sikap Malik yang kembali berubah dingin.
Apa Malik marah saat aku menciumnya waktu itu? atau Malik tak suka padaku?
Malik membukakan pintu mobil untuk Luna, “silahkan masuk, Non.”
Luna mengernyitkan dahinya, saat melihat Malik kembali membuka pintu penumpang belakang.
“Apa kamu lupa, kalau aku gak suka duduk di kursi penumpang belakang?”
Malik sedikit membungkukkan tubuhnya, dengan kedua telapak tangan yang saling menaut di depan tubuhnya.
“Maafkan saya, Non. Tapi mulai sekarang, Non Luna harus duduk di kursi penumpang belakang.”
“Why?” tanya Luna semakin mengernyitkan dahinya.
“Tidak ada apa-apa, Non. Non Luna adalah majikan saya. Sudah sepantasnya Non Luna duduk di kursi penumpang belakang, karena seorang supir duduk sendirian didepan. Saya hanya melakukan tugas saya. Saya harap Non Luna bisa mengerti.”
Luna mendorong tubuh Malik samping tubuh itu sedikit menyingkir dari pintu. Ia lalu menutup pintu mobil itu dengan sangat kasar.
“Mana kunci mobilnya! Berikan padaku sekarang juga!” kesalnya.
“Apa yang akan Non lakukan?” tanya Malik terkejut.
“Mana kunci mobilnya!” seru Luna semakin keras.
Malik menatap kunci mobil yang ada di tangannya, lalu memberikannya kepada Luna.
Luna mengambil dengan kasar kunci mobil itu, ia lalu mengarahkan jari telunjuknya ke arah wajah Malik.
“Mulai hari ini, kamu tidak perlu mengantar aku lagi. Aku gak butuh pria pengecut seperti kamu! aku bisa menjaga diri aku sendiri!” serunya sambil menekankan jari telunjuknya ke dadanya Malik yang bidang.
“Tapi, Non. Tugas saya adalah menjaga Non Luna. Kalau sampai terjadi apa-apa sama Non Luna, maka saya yang akan disalahkan. Tuan Johannes pasti akan marah saat tau ini, Non.”
“Aku sudah gak butuh kamu lagi! pergi dari sini!” teriak Luna keras.
Luna memang sangat kecewa dengan sikap Malik. Apalagi setelah dirinya menyatakan perasaannya. Malik sama sekali tak menangapinya.
Malu...
Itu juga yang Luna rasakan saat ini. Ia bahkan harus memasang wajah tenang saat berhadapan dengan Malik, karena ia tak ingin sampai melihat betapa malunya dirinya saat ini.
Luna bahkan terpaksa harus melakukan semua drama ini, karena ia ingin untuk sementara waktu menghindar dari Malik.
Maafkan aku, Lik. Tapi aku harus melakukan ini. Bagaimana kamu bisa bersikap seperti ini padaku setelah apa yang terjadi. Apa kamu memang benar-benar sama sekali tak peduli dengan semua itu?
“Tapi, Non...”
Luna tak mengubris ucapan Malik. Ia berjalan memutar, lalu membuka pintu pengemudi.
Luna terkejut, saat melihat Malik ikutan masuk dan duduk di kursi penumpang depan.
“Apa yang kamu lakukan! Keluar gak! Aku gak butuh kamu, Lik! Keluar dari mobilku sekarang juga!”
“Maaf, Non. Tapi saya tidak bisa membiarkan Non Luna pergi sendirian dengan keadaan emosi seperti ini. Tuan Johannes menugaskan saya untuk selalu berada di samping No Luna, menjaga Non Luna, dan tidak membiarkan Non Luna sendirian.”
Luna menatap kedua mata Malik dengan tatapan tajam, “keluar gak!” geramnya.
Malik bergeming, “saya akan tetap berada disini, karena ini adalah tugas saya. Meskipun Non Luna mengusir saya, saya akan tetap disini menemani Non Luna.”
“Malik! Kamu...”
Luna memukul stir kemudi, “aku hanya ingin sendiri. Jadi aku mohon, tinggal aku sendirian.”
Luna mencoba untuk meredam emosinya, karena percuma meluapkan emosinya kepada Malik, karena pria itu tak akan pernah terpengaruh oleh kata-katanya.
“Maaf, Non. Saya tidak bisa melakukan itu.”
“Lik... aku hanya ingin menjauh darimu. Jadi aku mohon, pergilah. Tinggalkan aku sendiri.”
Malik tau, kenapa sampai Luna bersikap seperti itu padanya. Bukan hanya Luna, sebenarnya dirinya juga merasa sangat malu bertemu dengan Luna setelah kejadian waktu itu.
Malik sendiri bingung bagaimana ia harus bersikap kepada Luna setelah kejadian itu. Ia juga tak bisa melalaikan tugasnya untuk menjaga Luna, karena itu adalah tugasnya sebagai bodyguard Luna.
“Tapi saya tetap tidak bisa meninggalkan Non Luna sendirian, karena saya adalah bodyguard Non Luna saat ini. Tapi, kalau Non Luna masih tetap ingin meminta saya untuk keluar dari sini. Non Luna harus memecat saya. Kalau Non Luna sudah memecat saya, saya sudah tak punya kewajiban untuk menjaga Non Luna lagi, karena saya bukan lagi bodyguard Non Luna.”
Kedua mata Luna membulat dengan sempurna, “apa! memecat kamu!”
Malik menganggukkan kepalanya, “dengan Non Luna memecat saya, maka saya akan menjauh dari Non Luna, karena saya bukan lagi bodyguard Non Luna. Bukankah itu yang Non Luna inginkan? Menjauh dari saya?”
Apa? pecat?
Luna menggelengkan kepalanya.
Gak! Aku gak bisa memecat Malik. Bagaimana aku bisa melakukan itu. Aku... aku gak bisa jauh dari kamu, Lik. Apa kamu gak mengerti itu?
Itu bukan yang Luna inginkan. Ia hanya butuh waktu untuk sendiri. Ia hanya ingin menenangkan hatinya saat ini. Tapi, itu bukan berarti ia ingin selamanya jauh dari Malik.
Gak! Aku gak akan melakukan itu. Tapi, sekarang apa yang harus aku lakukan? Apa aku diamkan saja Malik tetap disini? Itu lebih baik bukan? Daripada aku harus memecat Malik.
Luna mulai menyalakan mesin mobilnya. Ia lalu melajukan mobilnya keluar dari gerbang rumahnya.
Malik tersenyum, ‘maafkan saya, Non. Saya tidak mungkin membiarkan Non Luna pergi sendirian,’ gumamnya dalam hati.
Selama perjalanan menuju kampus, sama sekali tak ada percakapan antara Luna dan Malik.
Luna bahkan sesekali melirik ke arah Malik. Tapi Malik hanya fokus menatap ke depan dengan mulut tertutup rapat.
Astaga! Diam aja ganteng. Cerewet lebih ganteng lagi. Gimana aku bisa lepasin kamu gitu aja, Lik. Pokoknya aku harus bisa dapetin kamu.
Luna tak ingin terus-terusan berada di situasi hening seperti ini. Ia lalu menghela nafas panjang.
“Lik...”
Malik menatap Luna, “iya, Non.”
“Apa kamu sudah mempunyai kekasih?” Luna bahkan menatap Malik sekilas, sebelum kembali menatap ke depan.
Malik menggelengkan kepalanya, “saya tidak mempunyai kekasih, Non.”
Tapi istri.
Itu pun Malik mengatakannya di dalam hati. Ia juga tak mungkin memberitahu Luna tentang status pernikahannya dengan Jenar.
“Apa aku sama sekali tak menarik di mata kamu?”
“Non... Non Luna itu cantik. Siapapun pasti tertarik sama Non Luna.”
“Lalu kamu? apa kamu tertarik sama aku?”
“Non sedang mengemudi sekarang. Saya harap, Non Luna fokus mengemudi sekarang. Saya hanya tak ingin terjadi sesuatu yang tak diinginkan.”
Malik mencoba untuk mengalihkan pertanyaan Luna. Ia juga tak mungkin bisa menjawab pertanyaan Luna saat ini.
Malik juga bingung, jawaban apa yang akan ia berikan kepada Luna. Jawaban yang tentunya tak akan menyakiti hati majikannya itu.
Malik terkejut, saat tiba-tiba Luna menghentikan mobilnya di pinggir jalan.
“Non... apa yang Non Luna lakukan? Kenapa kita berhenti disini?”
Luna mengubah duduknya menjadi menghadap Malik. Ia lalu melipat kedua tangannya di depan dadanya.
“Kamu ingat kejadian di dalam kamar aku waktu itu?”
Malik menganggukkan kepalanya.
“Apa itu sama sekali tak ada artinya buat kamu? padahal saat melakukan itu, aku membutuhkan keberanian yang tinggi.”
“Non... tidak seharusnya...”
“Kenapa? apa karena kamu tak tertarik padaku, sehingga kamu menolakku?”
“Bu—bukan seperti itu, Non. Non Luna jangan salah paham.”
Luna tersenyum sinis, “salah paham? Apa itu berarti kamu juga tertarik sama aku?”
“Bu—bukan seperti itu juga, Non. Menjaga Non Luna adalah tugas utama saya. Tapi, untuk menjaga hati Non Luna, itu bukanlah tugas saya. Jadi, saya harap, Non Luna tak akan pernah membahas masalah ini lagi.”
Luna masih dengan tersenyum sinis, “ya... aku tau betul, kalau tugas utamamu adalah memastikan keamananku. Kamu juga tak akan bertanggung jawab atas luka hati yang aku rasakan saat ini atas penolakanmu.”
“Maafkan saya, Non. Sebenarnya bukan itu maksud saya.”
Non Luna berhak mendapatkan pria yang lebih baik dari aku. Apalagi saat ini statusku bukanlah pria single, meskipun selama ini aku tak pernah menganggap pernikahanku dengan Jenar benar-benar terjadi. Tapi, itulah kenyataan yang harus aku hadapi saat ini.
Maafkan aku, Non. Maaf, karena telah melukai hatimu.
Saat ini Luna menghubungi Zico sepulang dari kampus. Ia benar-benar tak sanggup kalau harus berduaan dengan Malik.
Penolakan yang Malik berikan padanya, benar-benar membuat hatinya terluka.
Untuk pertama kalinya Luna jatuh cinta, tapi ternyata cintanya harus bertepuk sebelah tangan.
Luna butuh teman untuk mengobrol dan melepas semua rasa sakit di hatinya. Hanya Zico yang bisa menemaninya saat ini.
Luna melihat mobil Zico yang memasuki area kampus, “aku akan pergi dengan Zico. Sebaliknya kamu pulang.”
“Tapi, Non...”
Luna tak menghiraukan ucapan Malik. Ia memilih untuk menghampiri Zico yang sudah keluar dari mobilnya.
“Maaf lama, soalnya tadi aku baru selesai pemotretan,” ucap Zico lalu membuka pintu penumpang depan.
“Aku juga baru keluar kok. Makasih,” ucap Luna lalu masuk ke dalam mobil.
Zico menutup pintu mobil. Ia lalu menatap Malik.
“Kenapa kamu masih disini? Apa kamu akan mengikuti kamu secara diam-diam?”
“Karena tugas saya adalah untuk memastikan Non Luna tetap aman.”
“Aku yang akan menjaga Luna hari ini. Lebih baik kamu pergi, kecuali kamu ingin mengganggu sepasang kekasih yang ingin pergi berkencan,” ucap Zico sambil menyunggingkan senyumannya.
Luna bahkan tak peduli dengan apa yang Zico katakan. Ia akan buktikan kepada Malik, karena dirinya masih bisa mencari lelaki lain setelah penolakan yang diterimanya.
Memangnya dia siapa sampai berani menolakku!
Zico mendudukkan tubuhnya di kursi pengemudi. Ia melihat Luna yang belum memakai sabuk pengaman.
Zico mencondongkan tubuhnya ke arah Luna untuk memasang sabuk pengaman ke tubuh Luna.
Malik membulatkan kedua matanya saat melihat wajah Zico yang semakin mendekat ke wajah Luna.
Sial! Apa yang akan dia lakukan kepada Non Luna!
Malik lalu bergegas menuju mobil Zico. Ia lalu mengetuk kaca jendela mobil Zico, hingga membuat Zico dan Luna menoleh ke arah keluar jendela.
Apa sih maunya!
Zico menatap Luna, “kamu ada masalah dengan bodyguard kamu itu?”
Luna menghela nafas, “minggir, aku bisa pasang sabuk pengaman sendiri,” ucapnya lalu mendorong tubuh Zico.
Luna memasang sabuk pengamannya, “Zic, kita pergi sekarang. Jangan hiraukan dia.”
Zico menganggukkan kepalanya, “kamu mau pergi kemana?”
“Terserah kamu, yang penting jauh dari pria itu!” Luna bahkan menatap Malik dengan tatapan tajam.
“Bagaimana kalau kita ke puncak? Disana udaranya sangat sejuk.”
Luna menganggukkan kepalanya.
Zico tersenyum, “aku akan buat kamu melupakan semua masalah kamu, Na. Itu janji aku.”
Zico lalu melajukan mobilnya meninggalkan area kampus.
Malik bergegas masuk ke dalam mobil, ia tak akan membiarkan Luna lepas dari penjagaannya.
Maafkan saya, Non. Tapi, saya tetap gak bisa membiarkan Non Luna pergi sendirian.
Malik mengikuti mobil Zico dari belakang.
Luna tau, kalau Malik saat ini tengah mengikutinya. Tapi, ia tak peduli.
“Na, bodyguard kamu sepertinya sedang mengikuti kita. Apa kamu lagi ada masalah sama dia?” tanya Zico penasaran.
“Biarkan saja. gak usah pedulikan dia. Itu juga bukan urusan kamu.” Luna lalu memejamkan kedua matanya.
Zico menatap Luna sekilas, lalu mengusap puncak kepalanya.
“Tidurlah, nanti kalau sudah sampai, aku akan bangunkan kamu.”
Setelah perjalanan yang memakan waktu cukup lama, mereka akhirnya sampai di Villa milik Zico.
Zico menatap Luna yang masih memejamkan kedua matanya.
Tidurpun kamu terlihat sangat cantik, Na. Meskipun kamu terus-terusan menolakku, tapi aku gak akan pernah menyerah untuk mendapatkan hati dan cintamu.
Zico mendekatkan wajahnya. Ia ingin mengecup kening Luna. Tapi, sekali lagi, rencananya harus gagal, saat terdengar suara ketukan di kaca jendela mobilnya.
Sial! Kenapa sih di selalu mengganggu urusanku!
Zico akhirnya memutuskan untuk membangunkan Luna.
“Na, bangun. Kita sudah sampai,” ucapnya sambil menepuk pipi Luna pelan.
Luna membuka kedua matanya secara perlahan, “kita ada dimana, Zic?” tanyanya sambil menatap ke sekeliling.
“Di Villa aku. Apa kamu lupa? Padahal kita dulu sering datang kesini sama yang lain.”
“Maaf, sekarang aku ingat.” Luna lalu menatap keluar jendela.
Astaga! Kenapa sih dia harus ngikut kesini! bikin aku tambah kesel aja!
Zico membuka pintu dan keluar dari mobil. Ia lalu berjalan memutar untuk membukakan pintu untuk Luna.
“Minggir!” serunya sambil mendorong tubuh Malik.
Zico lalu membuka pintu mobil untuk Luna, “selamat datang di Villaku Luna, Sayang,” ucapnya dengan senyuman di wajahnya.
Luna hanya menepiskan senyumannya. Ia lalu melangkah keluar dari mobil.
“Zic, disini ada siapa aja?” Luna menatap sekeliling Villa. Ia lebih tertarik dengan taman yang ada di depan Villa itu.
“Ada paman dan bibik yang menjaga Villa ini. Kenapa? apa kamu takut kalau hanya berdua denganku di Villa ini?”
“Bukan begitu. Tapi, aku lapar,” ucap Luna sambil nyengir kuda.
Malik melangkah mendekat, “saya akan belikan makanan untuk Non Luna.”
Luna menulikan telingannya. Ia seakan tak mendengar apa yang Malik katakan.
Luna merangkul lengan Zico, “lebih baik sekarang kita masuk aja. Disini ada nyamuk pengganggu,” ajaknya.
Zico menyunggingkan senyumannya menatap Malik.
“Siap, Sayang. Aku akan meminta bibik untuk memasak makanan untuk kita.”
Zico dan Luna lalu melangkah menuju Villa. Begitu juga dengan Malik.
Luna menghentikan langkahnya, membuat Zico ikut menghentikan langkahnya.
Luna menengok ke belakang, “aku gak akan mengizinkan kamu untuk masuk! Lebih baik sekarang kamu pergi dari sini, sebelum aku minta warga untuk mengusirmu dari sini!” kesalnya.
“Saya tidak peduli, Non. Saya akan tetap berada di sini untuk menjaga Non Luna. Saya harus memastikan keamanan Non Luna.”
“Terserah!” Luna lalu menarik tangan Zico dan masuk ke dalam Villa.
Zico menutup pintu, membiarkan Malik tetap berdiri di luar.
Luna sebenarnya tak tega, melihat Malik yang masih berdiri didekat pintu. Tapi ia tak punya pilihan lain. Ia harus menyembuhkan rasa sakit hatinya karena ulah bodyguard tampannya.
“Kamu tunggu disini dulu, aku akan minta bibik untuk memasak buat kita.”
Luna menganggukkan kepalanya. Ia lalu mendudukkan tubuhnya di sofa.
Zico melangkah menuju belakang Villa. Tentu saja untuk mencari keberadaan wanita paruh baya yang bertugas untuk menjaga Villanya itu.
Luna diam-diam melirik ke luar. Ia masih melihat Malik yang masih berdiri didekat pintu.
Mau sampai kapan dia akan terus berdiri disana? kenapa dia begitu keras kepala sih! Apa sebenarnya maunya?
Luna semakin bingung dengan apa yang harus dilakukannya saat ini. Ia juga tak akan tega melihat Malik yang terus berdiri didekat pintu tanpa makan dan minum.
Luna ingat, kalau Malik juga belum makan. Sama seperti dirinya.
Sekarang apa yang harus aku lakukan? Masa aku biarkan Malik kelaparan? Kalau sampai dia sakit gimana?