Bab 4. MB

1918 Kata
Ini adalah hari pertama Malik bekerja sebagai bodyguard Luna. Pekerjaan pertama yang harus dilakukannya adalah mengantar Luna untuk pemotretan. Malik sudah siap untuk mengantar majikan barunya itu. Tubuh tegap dan kekar yang biasanya hanya berbalut kaos dan kemeja biasa, kini tubuh kekar itu memakai kemeja dan jas yang harganya cukup mahal. Luna tak ingin sampai bodyguardnya memakai pakaian murahan. Apalagi dirinya adalah seorang publik figur, yang akan menjadi sorotan banyak orang. Malik terlihat sangat tampan dengan pakaian kerja yang dikenakannya saat ini. Meskipun usianya sudah dua puluh delapan tahun. Malik merapikan kembali jas yang dipakainya, “sudah lama aku gak memakai pakaian seperti ini. Jadi ingat masa lalu, saat keluargaku masih mempunyai segalanya,” ucapnya sambil menatap pantulan wajahnya pada kaca jendela mobil. Malik terkejut saat melihat Luna yang kini telah berdiri di belakangnya dari kaca jendela mobil itu. Ia lalu membalikkan tubuhnya, membungkukkan sedikit tubuhnya. “Maafkan saya, Non.” Malik lalu membuka pintu penumpang belakang. Tapi, Luna justru membuka pintu penumpang depan dan masuk ke dalam mobil. Malik menutup kembali pintu penumpang depan, lalu berjalan memutar untuk masuk ke dalam mobil. “Maaf, Non. Seharusnya Non Luna duduk di...” “Aku gak suka duduk di belakang sendirian,” potong Luna. Luna mengalihkan tatapannya menatap Malik, lalu melipat kedua tangannya di depan dadanya. “Kenapa? apa aku gak boleh duduk di depan sama kamu? apa kamu keberatan aku duduk disini?” tanyanya sambil mengernyitkan dahinya. “Bukan itu maksud saya, Non. Saya hanya...” “Kalau begitu cepat jalan. Aku gak mau sampai terlambat di hari pertama kerja kamu. Jangan buat aku menyesal telah menerima kamu menjadi bodyguard aku,” potong Luna dengan nada kesal. Masih pagi juga, udah ngajak ribut. Untung tampan, kalau enggak, udah aku pecat saat ini juga. Malik menganggukkan kepalanya, lalu mulai menghidupkan mesin mobilnya, melajukan mobilnya keluar dari halaman rumah Luna. Dalam perjalanan menuju tempat pemotretan, sama sekali tak ada obrolan antara Luna dan Malik. Malik memilih untuk tetap fokus menyetir, sedangkan Luna memilih untuk memainkan benda pipih yang ada di tangannya. Sesampainya di tempat tujuan, Malik keluar dari mobil lebih dulu. Ia lalu berjalan memutar untuk membukakan pintu mobil untuk Luna. “Kita sudah sampai, Non,” ucapnya dan mempersilahkan Luna untuk keluar dari mobil. Malik mengulurkan tangannya, membantu Luna untuk keluar dari mobil. Luna melihat sekeliling yang sudah dipenuhi oleh semua kru yang akan mengambil gambarnya hari ini. Dimana Zico? Bukannya dia tadi bilang sudah mau sampai? Hari ini pasangan Luna dalam pemotretan itu adalah Zico. Pria tampan yang berprofesi sama seperti Luna, sebagai seorang model dan aktor. Usia Zico 3 tahun lebih tua diatas Luna yaitu dua puluh empat tahun. Luna melihat mobil Zico yang tengah melaju ke arahnya, lalu mobil itu berhenti tepat di samping mobil Luna. Zico membuka pintu mobil dan keluar dari mobil, “hai,” sapanya lalu memeluk Luna. “Maaf, aku terlambat,” lanjutnya. “Hem... lebih baik kita masuk sekarang,” ajak Luna sambil melangkah lebih dulu. Kedua mata Zico menatap ke arah Malik, ‘siapa pria ini? apa dia supir baru Luna?’ tanyanya dalam hati. Luna menghentikan langkahnya, saat menyadari kalau Zico dan Malik tak mengikuti di belakangnya. Ia lalu membalikkan tubuhnya. “Zic, kenapa kamu masih disitu? Dan kamu juga? Bukannya tugas kamu untuk menjaga aku? apa kamu akan tetap diam di sana?” tatapan Luna mengarah ke arah Malik. Malik mengangguk, lalu melangkah menghampiri Luna. Begitu juga dengan Zico. Mereka bertiga masuk ke dalam gedung itu. Malik mengekor di belakang Luna dan Zico. Mereka bertiga kini tengah berdiri di depan pintu lift. “Na, siapa dia? Kenapa dia juga harus ikut ke dalam?” tanya Zico yang masih merasa penasaran. Kalau cuma supir, kenapa harus ikut ke dalam segala? Itu yang Zico pikirkan saat ini. “Dia bodyguard aku. Papa mempekerjakan seorang bodyguard buat aku, setelah kejadian waktu itu.” Zico menatap Malik. Malik membungkukkan sedikit tubuhnya. Bagaimanapun ia harus menghormati sahabat majikannya. Pintu lift terbuka, mereka bertiga masuk ke dalam lift. “Na, kamu tau tema pemotretan kita kali ini?” “Hem... kenapa? apa kamu meragukan aku?” tanya Luna menatap Zico sambil menyipitkan kedua matanya. “Bukan begitu. Tapi kamu nanti akan memakai pakaian yang sedikit terbuka. Apa itu gak masalah buat kamu?” tanya Zico ragu. “Aku harus tetap profesional ‘kan? Asal masih di batas wajar aja, itu gak jadi masalah buat aku.” Pintu lift terbuka, mereka sudah sampai di ruangan yang akan mereka gunakan untuk melakukan pemotretan. Hari ini mereka akan melakukan pemotretan tentang tema gaun malam. Zico dan Malik begitu terkejut, saat melihat Luna yang sudah berganti kostum dengan gaun malam. Meski gaun itu tidak terlalu tipis, dan masih dalam batas aman. Tapi, itu pertama kalinya Zico melihat Luna memakai gaun seperti itu. Luna melangkah mendekati Zico, “kenapa melihatku seperti itu? apa aku terlihat sangat cantik?” tanyanya sambil berpose di depan Zico. Zico menelan ludahnya susah payah. Dari gaun yang Luna pakai malam ini, ia bisa melihat dengan jelas bagian depan atas tubuh Luna. Belahan yang sedikit menyembul, membuat suhu tubuh Zico mulai memanas. Zico membetulkan rompi yang Luna pakai sebagai penutup kedua lengan dan bahunya. Karena gaun itu hanya ada kedua tali di kedua sisinya. “Na, aku tau kamu mau terlihat profesional sebagai seorang model. Tapi, seharusnya kamu harus memilah, pekerjaan ini layak gak untuk kamu terima.” Kini belahan d**a itu sudah tertutup sepenuhnya oleh rompi yang dipakai Luna. Luna menatap penampilannya saat ini, “kenapa? apa aku jelek memakai gaun ini?” Zico menggelengkan kepalanya, “kamu terlihat sangat cantik kok.” Zico lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Luna, lalu membisikkan sesuatu di telinga Luna. “Tapi, jangan pernah berpakaian seperti ini lagi di depan orang lain. Sekarang aja, aku melihat kamu berpakaian seperti ini, aku ingin memakan mu saat ini juga. Apa kamu lupa, disini banyak pasang mata yang juga siap untuk menerkam mu hidup-hidup?” Luna menelan ludah. Sebenarnya ia juga ragu saat akan memakai gaun itu, tapi itu satu-satunya gaun yang menurutnya masih dalam batas aman, karena gaun yang lainnya begitu tipis dan transparan. “Zic, aku ingin segera menyelesaikan pemotretan ini dan segera pergi dari tempat ini.” Zico menganggukkan kepalanya, “untung aku yang menjadi pasangan kamu kali ini. Coba kalau pasangan kamu Gery. Aku yakin, dia akan langsung membawa kamu ke hotel setelah pemotretan selesai,” godanya. Luna memukul lengan Zico, “sialan kamu! kamu doain aku kayak gitu!” kesalnya sambil mengerucutkan bibirnya. Zico tersenyum, “ayo, pemotretan sudah mau dimulai.” Luna menganggukkan kepalanya, “aku ingin secepatnya pergi dari tempat ini. Aku bener-bener nyesel sudah menerima pekerjaan ini,” kesalnya. Zico hanya geleng kepala, lalu mengajak Luna menuju tempat pemotretan. Malik hanya melihat dari kejauhan. “Apa seperti ini pekerjaan Non Luna setiap hari? Pakaiannya bahkan terlalu terbuka. Semoga aja gak ada yang ingin berniat buruk padanya.” Kedua mata Malik bahkan tak lepas dari Luna dan Zico. Ia tak ingin sampai lengah. Tugasnya adalah memastikan Luna dalam keadaan aman. *** Mereka akhirnya selesai melakukan pemotretan. Luna dan Zico sudah mengganti pakaian mereka dengan pakaian yang tadi mereka pakai saat pertama datang ke tempat itu. “Na, tumben kamu gak sama manager kamu? kemana Om Erik?” tanya Zico penasaran. “Om Erik lagi ada kerjaan. Lagian aku bisa sendiri kok, ada Malik juga yang akan menjaga aku.” Zico menatap Malik, “bisa tinggalkan kami berdua? Kamu gak berniat untuk menguping pembicaraan aku sama Luna ‘kan?” tuduhnya. “Maaf, tapi saya tidak bisa meninggalkan Non Luna sendirian. Tugas saya adalah menjaganya dan memastikan keamanannya,” ucap Malik dengan nada tegas. “Luna gak sendiri. Ada aku disini. Lagian aku juga gak akan menyakiti Luna. Jadi tinggalkan kami berdua.” Luna menatap Malik, “pergilah. Tunggu aku di mobil.” Malik tak punya pilihan lain selain menganggukkan kepalanya. Ia lalu membungkukkan sedikit tubuhnya, lalu melangkah keluar dari ruangan itu. “Apa yang ingin kamu bicarakan sama aku?” tanya Luna penasaran. “Besok aku mau mengajak kamu untuk jalan-jalan ke puncak. Kamu gak lupa ‘kan, besok hari apa?” “Hem... tapi aku lagi gak mood kemana-mana. Maaf, aku gak bisa pergi sama kamu,” tolak Luna sambil menepiskan senyumannya. Luna lalu melihat jam di pergelangan tangannya, “aku harus ke kampus sekarang. Aku duluan ya,” pamitnya lalu melangkah keluar dari gedung itu. Zico menghela nafas panjang, “aku gak akan menyerah, Na untuk mendapatkan kamu. Suatu saat nanti, aku yakin, kamu akan menjadi milikku.” Luna melihat Malik yang saat ini tengah dikerubungi para gadis-gadis yang juga berprofesi seperti dirinya. Luna melipat kedua tangannya di depan dadanya, “dasar cewek-cewek ganjen! Lihat yang bening dikit aja udah pada nempel!” kesalnya. “Malik!” teriak Luna keras. Malik yang tengah dikerubungi para gadis-gadis cantik sontak langsung bergegas melangkah ke arah Luna. Para gadis-gadis itu pun mengikuti Malik. “Na, kamu kenal dia?” tanya Siska yang juga seorang model. “Kenapa? kamu tertarik sama bodyguard aku?” tanya Luna sambil tersenyum sinis. Siska lalu merangkul lengan Malik, tapi Malik langsung menyingkirkan tangan Siska dari lengannya. “Maaf, Nona. Jangan seperti ini.” Luna tersenyum, “bodyguard aku aja gak suka kamu dekati, tapi kenapa kamu masih aja nempel sama bodyguard aku? udah kayak perangko aja. Baru juga kenal,” sindirnya. Siska mengepalkan kedua tangannya. Ia lalu mendekatkan wajahnya dan mengecup pipi Malik. Tentu saja apa yang Siska lakukan membuat Malik, Luna, dua gadis lainnya begitu terkejut. “Non, apa yang anda lakukan? Tidak seharusnya anda...” Siska menutup mulut Malik dengan jari telunjuknya, lalu memasukkan sebuah kertas ke dalam saku jasnya. “Hubungi aku malam ini. Ok?” ucapnya lalu melangkah pergi dan diikuti oleh dua gadis lainnya. Luna mengepalkan kedua tangannya, “enak ya, di hari pertama kamu kerja udah dapat ciuman gratis. Dapat nomor telponnya juga. Dasar ganjen!” kesalnya lalu melangkah menuju mobil. Malik mengernyit bingung. Kenapa Non Luna marah? Memangnya apa salah aku? kan aku gak minta gadis itu untuk mencium pipi aku. Malik mengambil kertas yang tadi dimasukkan Siska ke dalam saku jas nya. Ternyata itu adalah kartu nama Siska. Malik langsung membuang kartu nama itu, “gara-gara ini Non Luna jadi marah sama aku!” kesalnya lalu bergegas melangkah menuju mobil. *** Luna saat ini tengah berdiri di balkon kamarnya. Ia menatap ke bawah. Dimana Malik saat ini tengah berbincang dengan penjaga keamanan rumahnya. Kenapa semua cewek begitu tertarik sama dia? Gak di tempat pemotretan. Gak di kampus. Dia selalu menjadi pusat perhatian. Kedua mata Luna kini tengah bertatapan dengan kedua mata Malik. Malik bahkan membungkukkan sedikit tubuhnya, seakan memberi hormat kepada Luna. Luna menghela nafas panjang, “dia memang tampan. Dia bahkan gak terlihat tua seperti usianya saat ini. Melihat dari postur tubuh dan pendidikan terakhirnya, sepertinya dia bukan berasal dari keluarga yang biasa. Tapi, kenapa dia memilih untuk bekerja sebagai bodyguard? Padahal dia lebih cocok untuk bekerja di kantoran.” Kedua mata mereka masih saling menatap satu sama lain. Tapi, Luna langsung memutuskan pandangan lebih dulu, karena ia memilih untuk masuk kembali ke dalam kamarnya. Sedangkan Malik kembali melanjutkan obrolannya dengan penjaga keamanan di kediaman rumah Johannes. “Kalau begitu saya masuk dulu ya,” pamit Malik kepada penjaga keamanan itu. Penjaga keamanan itu menganggukkan kepalanya. Malik melangkah menuju pintu samping. Tapi, ia malah berpapasan dengan Thomas. “Paman mau kemana?” tanyanya penasaran. “Paman mencari kamu.” “Kalau begitu ayo masuk, Paman. Di luar sangat dingin,” ajak Malik dan langsung mendapat anggukkan kepala dari Thomas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN