Chapter 19

1170 Kata
Edward kembali fokus pada laptopnya, kembali mengabaikan Grace.  Membuat Grace tidak tahu harus berbuat apa. "Ehm." Grace berdehem, bertujuan untuk mengingatkan Edward bahwa masih ada seorang perempuan disini. Namun Edward tetap mengabaikannya. "Apa kabar?" tanya Grace kemudian. "Seperti yang kau lihat aku sangat sibuk" jawab Edward tetap fokus pada layar laptopnya. Grace tidak tahu harus bicara apa lagi.  Ia hanya menyusun kata-kata yang entah harus diucapkan atau tidak.  Ia merasa gugup, dan canggung jika hanya berdua dengan seorang pria. Tetapi Ia ingin Edward menatapnya. "Em, begitu." ujar Grace putus asa, ia menunduk dan memainkan roknya. Debaran di dadanya benar-benar tidak bisa dikendalikan. "Bisa kau katakan apa tujuanmu kemari?" tanya Edward. Grace menoleh. Ini saatnya. "Aku ingin meminta maaf." jantungnya terasa mencelos saat ia mengatakan itu, kata itu keluar begitu lancarnya ketika diucapkan. Dengan berani ia menatap Edward. Edward mengangkat kepalanya, kini memandangnya Grace yang saat ini menatapnya dengan wajah gugup. Apalagi Grace menggigit bibir bawahnya membuat Edward menjadi gemas tak tahan. "Minta maaf untuk?" tanya Edward menaikkan satu alisnya.  "Untuk perilaku ku seminggu yang lalu." jawab Grace dengan memberanikan diri menatap Edward. Edward lantas mematikan laptopnya. Sudah cukup sikap pura-pura sibuknya dengan menggonta-ganti wallpaper. Kini berbincang dengan Grace akan menjadi sangat menarik. "Perilakumu yang mana?" tanya Edward pura-pura lupa. Grace semakin gugup. Yang benar saja Edward sudah melupakannya. Ini justru membuat Grace harus mengakui kesalahannya didepan Edward.  Dan dengan terpaksa Grace mengakui kesalahannya. "Perilaku ku yang membicarakan hal buruk tentangmu saat itu. Saat.." Grace berhenti sejenak. "Saat kau baru tiba dari Las Vegas. Aku kemari untuk minta maaf atas hal itu." sambungnya. Edward menyeringai.  Ia sudah menduga dari awal bahwa wanita arogan itu akan datang dan menemuinya cepat atau lambat. Membuat Edward harus menghindari Grace, karena ia ingin Grace sendiri yang datang menemuinya dan meminta maaf. Dan kenyataan bahwa selama seminggu Edward harus menunggu, adalah hal yang sangat menyiksa. Berpura-pura tidak peduli dan tidak bersemangat ketika membahas Grace, cukup melelahkan. Membuatnya merindukan Grace setengah mati, meskipun ia masih kesal dengan wanita itu. Ia merindukan Grace, ia ingin bertemu . Namun ia ingin Grace menemuinya terlebih dahulu. "Kenapa baru sekarang kau meminta maaf?" tanya Edward. "Emh itu aku.." Grace tidak mampu melanjutkan kata-katanya. Karena ia memang tidak punya alasan untuk itu. "Seharusnya kau bisa menjaga perasaan orang lain, Ms.Grace." ujar Edward dengan wajahnya kini yang kembali datar. "Ya aku tau aku salah . Aku sudah membicarakanmu dibelakang. Untuk itu aku meminta maaf." ucap Grace lalu menunduk. Tiba-tiba Edward berdiri dan pindah duduk disamping Grace.  "Kau sampai datang kesini hanya untuk meminta maaf. Kau sepertinya sangat takut jika aku akan membencimu." ucap Edward dengan senyum maut yang sudah terukir diwajahnya.  Grace menoleh. Ia cukup lega bisa melihat senyuman Edward yang seperti itu. Senyuman yang menawan dan tatapan menggoda Edward. Senyuman yang menunjukkan bahwa Edward sudah kembali pada sikapnya yang seperti biasa. Bahkan mereka terlalu dekat saat ini. "Atau kau sudah menyukaiku?" tanya Edward. Kini Edward menyentuh pipi Grace. Wanita yang sangat dirindukannya. Dengan sigap Grace menyentuh tangan Edward, berusaha menjauhkan tangan Edward dari pipinya. Namun tangan Edward yang satunya justru menjauhkan tangan Grace dan menahannya. "Aku merindukanmu." ujar Edward membuat jantung Grace semakin tak terkendali. "Aku minta maaf, jika waktu itu ucapanku melukaimu." ucap Grace dengan tersenyum. Ia berusaha mengabaikan perilaku Edward. Dan ia hanya ingin terbebas dari posisi tertahan seperti ini. "Kau selalu melukaiku dengan penolakanmu itu." tatapan Edward telah kembali. Tatapan memujanya. "Kuharap kau memaafkanku yang membicarakanmu dibelakang." ucap Grace. Dengan lembut, Edward tetap membelai pipi Grace. Kali ini tanpa penolakan, karena kedua tangan Grace ditahan oleh satu tangannya. Dan untungnya Grace tid-belum membrontak. "Kau selalu cantik." ucap Edward dengan tersenyum. "Jadi apa kau memaafkanku?" tanya Grace tak tahan. Ia bisa-bisa pingsan jika bertahan dalam posisi ini. "Apa yang akan kudapat jika aku memaafkanmu?" tanya Edward. "Apa aku akan mendapat ciuman?" lanjutnya Grace mendadak sulit menelan ludahnya. Pria playboy ini menjebaknya dengan pertanyaan seperti itu. "Baiklah kalau begitu. Aku tidak peduli kau mau memaafkanku atau tidak. Yang penting aku sudah meminta maaf." ucap Grace . Dan dengan sekali hentakan kasar. Grace dapat menjauhkan tangan Edward dari pipinya. "Kau tetap kasar seperti biasa." ucap Edward. "Dan kau tetap lancang seperti biasa. Menyentuh setiap wanita sesukamu." Edward menyeringai. "Kau tetap saja. Selalu masih bisa membalas ucapanku."  "Dan kau selalu saja memasang seringaian bodohmu itu." ucap Grace. Edward terkekeh. "Baiklah. Urusanku sudah selesai jadi sebaiknya aku pergi." ujar Grace beranjak dari duduknya. Diikuti oleh Edward yang berdiri. Grace hendak melangkah namun Edward mencekal tangannya. "Jadi kau datang kemari hanya untuk itu?"  "Ya hanya untuk itu." ucap Grace. "Kukira kau akan disini beberapa saat menemaniku mengobrol." ucap Edward. "Tadi kau bilang kau sibuk. Jadi tidak mungkin aku menganggu waktu kerjamu, Edward."  Edward terkekeh. "Itukan tadi. Tinggalah sebentar." Edward berusaha membujuk Grace. "Aku masih merindukanmu, dan kita baru bertemu sebentar." ucap Edward. "Tapi aku masih ada pekerjaan." "Menghabiskan waktu bersamaku tidak akan membuatmu jatuh miskin, Grace, justru kau akan merasa senang." ucap Edward. "Bukan se-" Ucapan Grace terhenti karena terdengar suara pintu diketuk, mereka berdua sontak menoleh kearah pintu. Debaran jantung Grace semakin cepat. Ia berharap kali ini ada tamu penting yang bisa membuat Edward sibuk. Edward pun  mempersilahkan masuk dengan volume sedikit keras . Pintu terbuka, dan Grace baru sadar akan posisinya yang ditahan oleh Edward.  Lalu Grace menghentakkan tangannya agar terlepas dari cengkeraman Edward. Muncul seorang OB dengan membawakan dua cangkir kopi dan beberapa cemilan, yang membuat Grace mendesah frustasi. "Lihat, minumannya sudah datang. Sebaiknya kau minum dulu." ucap Edward. Namun Grace hanya menatapnya, dan berkata "Tidak perlu." "Grace , kau adalah tamu disini. Jadi aku berhak memperlakukanmu seperti ini. Ayo kemari duduk" ucap Edward dengan menepuk bagian kursi disebelahnya, seolah memberi isyarat agar Grace duduk disana. Grace pun duduk kembali. Sebenarnya ia masih ingin berada disini. Dirinya sudah merasa lega karena sikap Edward sudah kembali. Tetapi tetap saja aura kecanggungan masih mendominasi dirinya. Apalagi Edward terlihat semakin tampan saja setelah seminggu tidak bertemu. Setelah meletakkan dua cangkir kopi dan beberapa cemilan diatas meja, OB tersebut kemudian undur diri. "Silahkan diminum." ujar Edward mempersilahkan.  Grace melirik sebentar. Kopi? Dengan uap panas yang mengepul.  Grace tidak pernah mencobanya. Tetapi Grace harus tetap menghormati tuan rumah. Itu juga agar ia bisa segera meninggalkan tempat ini. Grace lalu berniat mengambil secangkir kopi. Baru saja menyentuh gagang cangkir, rasa panas menjalar ditelapak tangannya dan menghasilkan reaksi terkejut. "Ouchh, panas." ucap Grace reflek. Ia kemudian mengibas-ngibaskan tangannya. Jujur ia tidak pernah meminum kopi. Grace biasanya meminum jus atau s**u yang pasti akan selalu menggunakan gelas dan sedotan. Dan lihatlah sekarang, tangannya memerah karena kepanasan. Edward menatap Grace dengan terkejut. Dengan sigap Edward meraih tangan kanan Grace yang sedikit memerah, lalu meniupnya. Grace terdiam. Terdiam karena perlakukan Edward. Ia tidak menyangka Edward akan bertindak seperti ini. Hembusan napas Edward yang menyentuh kulit tangannya memberikan sensasi aneh, terasa sedikit geli, dan menyenangkan. Dengan lembut Edward meniup tangan Grace. Berharap dapat meredakan rasa panasnya. Tapi tanpa Edward ketahui itu justru membuat pipi Grace memanas dan merona. 'Dia sangat tampan.' batin Grace saat melihat Edward yang meniup tangannya dengan perlahan dan lembut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN