Chapter 25

1037 Kata
Grace teringat akan pembicaraannya dengan Edward yang tadi sempat terhenti. "Aku ingin kau segera mengklarifikasi hubungan kita pada media. Aku tidak mau menjadi bahan pembicaraan semua orang" ujar Grace. "Aku tidak menerima perintah" Edward mulai menyantap makanannya sambil tersenyum miring. Grace merasa tercekat. Itu adalah ucapan yang biasa ia ucapkan untuk menolak perintah Edward  "Dan aku tidak menerima penolakan! Aku mau kau bilang kita tidak mempunyai hubungan apapun!"  "Tapi bagiku kita mempunyai hubungan spesial." "Kita hanya rekan kerja, kau tahu." ujar Grace , namun pria di hadapannya itu hanya tersenyum miring melihat tingkah Grace. "Tidak. Kau itu kekasihku" ucap Edward dengan sedikit keras. Hingga beberapa orang disekitar mereka menoleh. Dan Edward tersenyum puas. "Hey. Tutup mulutmu. Aku kan sudah bilang, aku sudah mempunyai kekasih." ujar Grace tak kalah keras. Ia ingin sekali mempermalukan Edward saat itu juga. Edward mengerutkan keningnya. Ia  lalu dengan santai kembali menyuapkan sesendok makanan kedalam mulutnya. Ia berpikir. Benarkah Grace sudah mempunyai kekasih? Tapi wanita itu sama sekali tidak pernah terlihat menggandeng pria. Berdasarkan informasi yang Edward dapat, Grace masih sendiri. Dan menurutnya informasi itu cukup terpercaya. Karena didapat dari orang-orang terdekat Grace. Apa Grace berbohong. Tapi jika Grace benar memiliki kekasih, bagaimana dengan ambisi Edward. Tapi Edward adalah Edward, dia harus mendapatkan apa yang dia inginkan. Ia akan merebut Grace dari kekasihnya, itupun jika memang benar-benar memiliki kekasih. "Dan kekasihmu adalah aku," ucap Edward. Grace menatap Edward intens.  "Kalau begitu biar aku yang mengklarifikasi." ucap Grace lalu berdiri. Baginya tidak ada gunanya bicara dengan si Edward yang keras kepala .            "Bodoh! Biarkan saja gosip murahan itu berlalu. Jika kau mengklarifikasinya justru akan memperpanjang masalah" ucap Edward menatap tajam Grace. "Tapi tetap saja itu tidak akan mengembalikan pencitraanku." "Pencitraan?" Edward terkekeh  "Duduklah. Kau hanya membuat dirimu malu dengan berdiri seperti itu." ucap Edward. Grace menoleh. Ternyata memang ia menjadi pusat perhatian. Rasanya, ia ingin meluluh lantahkan tempat ini, termasuk mata orang-orang yang menatapnya dengan begitu sinis. Grace lantas duduk kembali. Sesungguhnya ia masih sangat malu. Bahkan ia sudah kehabisan kata-kata untuk menanggapi ucapan Edward. Edward kembali menikmati makanannya dengan santai. Grace memutuskan untuk kembali kekantornya. Lalu ia berdiri dan melangkah pergi meninggalkan Edward. "Hey." Edward menoleh dengan terkejut ketika Grace langsung pergi tanpa berpamitan.  Baru saja Edward hendak mengejar Grace, suara ponsel menghentikan langkahnya.  "Cepatlah, Ed. Kau sudah banyak membuang waktu!"  Edward langsung mematikan ponselnya. Alex sudah mulai banyak bicara sekarang. Bahkan Edward yang merasa sebagai bawahan disini.  Akhirnya Edward memutuskan untuk kembali ke mobilnya.                                     ---- "Dia adalah orang yang baik. Huh." Ludwig menyandarkan tubuhnya dikursi kemudian memijit pelipisnya.  Sedangkan pria dihadapannya hanya diam menunduk berusaha menahan gemuruh di dadanya.  "Tapi sayang aku sudah tidak mendengar kabarnya 2 tahun belakangan ini." "Aku berharap aku bisa segera bertemu dengannya. Tapi sepertinya takdir berkata lain."  Ludwig menghela napas. "Aku baru mendengar kabarnya bahkan setahun setelah dia meninggal." Pria di hadapannya masih terdiam. Namun ia teringat tujuannya kemari. "Beliau menitipkan ini. Maaf, aku baru memberikannya." ujar pria itu memberikan sebuah surat untuk Ludwig. Ludwig membuka surat tersebut dan membacanya sebentar. Tak lama, kemudian ia menutup kembali surat tersebut. "Jadi, Leo. Bantuan apa yang bisa kuberikan?" tanya Ludwig menatap pria di hadapannya.  "Aku membutuhkan pekerjaan saat ini, Sir." ujar pria yang bernama Leo tersebut.  Ludwig mengerutkan keningnya. "Boleh kutahu pekerjaan terakhirmu?" tanya Ludwig. "Aku adalah seorang chef. Aku terakhir bekerja disebuah restoran disalah satu kota di Italia." "Lalu kenapa kau berhenti?"  "Aku memutuskan kembali ke New York, karena disini banyak terdapat kenangan tentang Ayahku. Aku tinggal dan besar disini hingga high school . Jadi aku memutuskan kembali kekota ini. Kota kelahiranku" jawab Leo. "Ah ya, Chef."  Ludwig terlihat menimang-nimang dan berpikir. "Aku berencana membuat sebuah restoran. Mungkin kau bisa bekerja disana sebagai chef." ujar Ludwig. Senyum diwajah Leo merekah ketika mendengar hal tersebut . "Tapi, aku harus mengujimu dulu. Apakah kau pantas untuk menjadi chef direstoranku. Aku tidak ingin memperkerjakan orang karena belas kasihan, tapi karena kemampuan dan kualitasnya." ujar Ludwig. "Tentu saja, Air. Saya akan membuktikan jika saya mampu dan pantas." ujar Leo dengan tersenyum.                                    ---- "Dia begitu terusik dengan kabar yang tersiar di televisi. Sepertinya dia baru kali ini masuk televisi sampai menjadi sehisteris itu." ujar Edward. Alex terkekeh, dari tadi ia mendengarkan ocehan Edward mengenai Grace.  "Dia terlalu tertutup, Ed. Ingat, orang seperti dia pasti akan sangat terusik jika digosipkan berpacaran denganmu." ucap Alex. "Atau mungkin ia takut kekasihnya marah dan cemburu" lanjutnya.  Edward menoleh dengan tatapan tajam. "Apa maksudmu? Kau bilang dia tidak punya kekasih!" ucap Edward dengan nada dinginnya. "Tidak, aku hanya bercanda."  Pandangan Edward kembali teralihkan.  "Kau akan pergi ke Korea. Mungkin berita itu perlahan akan menghilang seiring kepergianmu." ujar Alex "Dan wanita itu akan menuduhku pengecut, dengan melarikan diri ke negeri ginseng untuk menghindari rumor tersebut" Edward menghela napas. "Kau kan kesana untuk urusan bisnis. Dan bukannya kau sudah memberitahu dia." ujar Alex. "Ck! Aku sampai lupa untuk memberitahu hal itu. Seperti biasa, dia mengajakku berdebat dengan kata-katanya." ucap Edward. Keduanya terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. "Pacarmu itu tidak membantu sama sekali." ucap Edward kemudian. "Ed, kau seharusnya bersabar." "Aku sudah bersabar. Kau tahu, aku sudah tidak memiliki pacar hanya untuk menunggu jawaban si wanita arogan itu."  Alex tersenyum. Ia sadar betul, Edward sudah tidak berpacaran lagi semenjak ia mengatakan ia ingin memiliki Grace. Itu artinya, Edward sudah sedikit berubah. Berubah karena Grace. Ya meskipun belum sepenuhnya. Edward masih sering ke pergi ke club dan bermain dengan jalang ataupun minum-minuman.  Tapi setidaknya dia sudah berhenti mempermainkan hati wanita dengan bergonta-ganti pacar. "Lebih baik begitu, Ed." "Apa perlu aku mengirimi bunga hingga kebun-kebunnya ke wanita itu agar dia menerimaku. Hah dia sangat sulit didapatkan." Edward menggeram frustasi. "Mengapa kau begitu sangat menginginkannya, Ed?" tanya Alex. Edward menoleh.  "Kau sangat tahu aku benci penolakan bukan. Aku ingin menaklukannya. Membuat dia jatuh cinta padaku." jawab Edward. "Bukannya senang, dia justru merasa terganggu dengan usahaku mendapatkannya." tambahnya kemudian. "Sudahlah, Ed. Kau harus bersabar sedikit lagi. Kau tidak ingat tadi, bagaimana Mr.Federico dengan sukacita menyambut berita hoax tersebut?"  Edward menyeringai. "Kau benar. Ayah dan Ibunya sangat mendukungku. Tapi putrinya yang keras kepala itu, masih saja dengan arogan menolakku terang-terangan." "Sudahlah. Lebih baik kau istirahat. Olahragamu semalam pasti sangat melelahkan bukan." ujar Alex menyeringai. Edward pun menyeringai juga. "Kau benar, melelahkan dan sangat nikmat" ujar Edward.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN