Bab 8. Si Cantik Yang Jahat 1

1324 Kata
# Ayunda baru saja akan menaiki tangga ketika dia akhirnya menyadari kalau semua pakaian dan barang pribadinya kini berserakan di bawah tangga ruang tamu, tepat ke arah sebelum menuju ke kamarnya. “Argh! Kenapa ini?! Siapa yang berani melakukan semua ini?!” teriaknya Ayunda marah. Dia bergegas untuk memunguti pakaiannya satu per satu. Sejujurnya rasa kesal Ayunda belum benar-benar hilang sejak pembacaan warisan tadi siang, masih ditambah dengan suasana hatinya yang buruk karena pekerjaan. Lalu sekarang ketika dirinya pulang untuk beristirahat, tiba-tiba dia harus mendapati kejadian seperti ini. Teriakan Ayunda sontak membuat semua penghuni rumah itu dan bahkan para pelayan berkumpul. Semuanya tampak kaget melihat hal itu. “Ayunda? Ini barangmu kan? Kenapa ada di luar?” tanya Galand dengan wajah terkejut. Dia juga baru pulang setelah sempat singgah sebentar di kantor dan baru saja akan masuk ke kamarnya ketika dia mendengar teriakan adiknya. “Justru itulah yang ingin kutanyakan Kak! Kenapa semua pakaian dan barang-barangku ada di luar? Siapa yang melakukan semua ini? Parfum mahal yang bahkan baru kubeli di Paris beberapa minggu lalu juga sampai pecah seperti ini!” keluh Ayunda dengan wajah yang terlihat seperti orang yang sebentar lagi akan meledak. Dia benar-benar ingin mengamuk sekarang tapi dia sama sekali tidak tahu siapa yang sudah berani melakukan semua ini kepadanya. Tidak mungkin ada pelayan di rumah itu yang berani mengusiknya. Lalu siapa? “Ayunda? Kenapa semua barang-barangmu berhamburan seperti ini?” tanya Nyonya Gea yang baru keluar dari dalam kamar. Dia kaget melihat barang-barang putrinya yang berhamburan seperti itu. Gina yang sejak tadi hanya terdiam melihat barang-barang Ayunda sama sekali tidak berkata apa-apa. Dia lebih memilih untuk membantu para pelayan memunguti semua barang-barang Ayunda dan mencoba mengumpulkannya ke satu tempat agar tidak berserakan. Di dalam hati Gina sebenarnya dia sudah bisa menduga perbuatan siapa ini. Kamar Ayunda, tidak seberapa jauh dari kamarnya dan dia sempat melihat saat Maira berdiri di depan kamar Ayunda. Hanya saja Gina sama sekali tidak menyangka kalau Maira akan melakukan sesuatu sampai sejauh ini. “Gina! Kau tahu siapa penyebab semua kekacauan ini?!” bentak Ayunda. Dia sedang benar-benar kesal sekarang dan sikap Gina yang sejak tadi hanya diam membuatnya merasa kalau Gina tahu siapa yang sudah membuat barang-barangnya jadi berserakan seperti sekarang ini. Gina menghindari tatapan mata Kakak perempuannya itu sambil menggigit bibirnya sendiri. Dia tahu kalau satu kata dari mulutnya bisa saja memicu pertengkaran yang jauh lebih besar lagi dan Gina jelas tidak ingin itu terjadi. Namun sebelum Ayunda mendesak Gina lebih jauh, kehadiran Maira yang saat itu hanya mengenakan baju senam sebagai pertanda dirinya baru selesai berolahraga malah membuat semua perhatian kini tertuju kepadanya. “Kukira ada kehebohan apa. Daripada kau sibuk marah-marah tidak karuan, lebih baik mulailah menata kamarmu yang baru,” ucap Maira dengan santai. Rambutnya yang di kuncir ke atas membuat saat ini membuat wajahnya terlihat lebih jelas dan mengekspos kulitnya yang seputih pualam. Ayunda antara ingin mencincang Maira sekaligus kagum pada betapa pintarnya Maira merawat dirinya sendiri. Dia bisa menebak kalau Maira pastilah orang yang sudah berani mengacak-acak barang-barangnya. Tidak ada orang lain yang bisa dicurigai selain wanita jahat itu. “Itu kau kan? Sudah pasti dirimulah yang sudah melakukan semua ini?!” jerit Ayunda marah. Maira menatap Ayunda dengan pandangan meremehkan. “Aku hanya mengeluarkan barang-barang yang tidak kuperlukan dari dalam kamar yang akan kugunakan. Sebagai salah seorang pemilik, aku berhak menempati kamar mana pun yang aku inginkan,” balas Maira. “Kamar yang akan kau gunakan?” Wajah Ayunda semakin mengeras menahan amarah. Dia bergegas menaiki tangga melewati Maira yang masih berdiri di sana menuju ke kamarnya. Nyonya Gea dan Galand mengikuti Ayunda dari belakang, namun saat melewati Maira, Galand dengan sengaja melemparkan tatapan membunuh ke arah saudara tirinya itu. Maira membalas tatapan Galand dengan senyuman sinis seakan dia memang sengaja menantang pria itu. Ayunda berusaha membuka pintu kamarnya akan tetapi dia tidak bisa melakukannya. Dia bahkan tidak bisa menggunakan kunci kamarnya. Galand menahan tangan Ayunda yang masih berusaha membuka pintu kamarnya sendiri. “Hentikan Ayunda, kunci kamarmu sudah diganti.” Galand menahan tangan Ayunda yang masih ingin memaksa membuka pintu kamar itu. Saat itu terdengar suara Maira di belakang mereka. “Tentu saja kuganti. Memangnya aku akan mengizinkan sembarang orang masuk ke dalam kamarku? Kalau pembantu sih tidak masalah tapi aku tidak suka dengan orang asing, terutama orang yang tidak ada hubungannya denganku sama sekali. Orang-orang yang seharusnya bukan bagian dari keluarga Narendra tapi datang ke rumah ini dan bersikap seolah-olah mereka adalah bagian dari keluarga ini,” ujar Maira. Dia sekali lagi melemparkan senyum mengejek ke arah Ayunda dan juga Galand. Ayunda berbalik menatap Maira dengan mata berkaca-kaca. “Ini kamarku! Kau bisa menempati semua kamar yang ada di rumah ini tapi ini kamarku! Sejak pertama kali aku datang ke rumah ini, aku sudah menempati kamar ini!” protes Ayunda. Maira menatap Ayunda tajam meski raut wajahnya tetap terlihat datar. “Rumah ini tidak kekurangan kamar, kau bisa menempati kamar yang mana saja. Aku hanya menginginkan kamar ini karena ini kamarku sejak dulu. Aku menempati kamar ini sejak aku lahir,” balas Maira. Nyonya Gea mendekati Maira. “Kau bisa meminta dengan baik-baik, tidak perlu dengan cara seperti ini,” ujar Nyonya Gea. Tatapan matanya menunjukkan kalau dia merasakan sedikit rasa bersalah pada apa yang di ucapkan oleh Maira. Bagaimanapun mereka datang ke rumah itu setelah Sudjarko Narendra bercerai dengan Amberly Hana, jadi dia sama sekali tidak tahu kalau kamar yang ditempati putrinya adalah kamar yang ditempati oleh Maira dulunya. “Lucu sekali. Kenapa aku harus meminta sesuatu yang sudah jelas adalah milikku? Lagi pula kalau aku meminta, memangnya Ayunda akan dengan sukarela memberikannya kepadaku? Tante, aku belajar dari masa lalu. Dulu aku juga pernah meminta supaya Tante meninggalkan Papaku, tapi Tante tidak pernah mau melakukannya bukan?” tanya Maira dingin. “Apa yang kau tahu Maira? Bukan Tante yang tidak ingin meninggalkan Papamu saat itu tapi Papamu yang menahan Tante! Jangan menggunakan masa lalu untuk tindakanmu yang kekanak-kanakan ini,” balas Tante Gea. Seulas senyuman dingin terukir di bibir Maira. “Kekanak-kanakan? Bukan aku di sini yang menangis dan berteriak seperti anak kecil hanya karena kehilangan kamarnya. Menyerahlah Ayunda, aku tidak akan pernah mengembalikan kamarmu. Lagi pula ini baru permulaannya. Aku akan mengambil semuanya dari kalian dan mendepak kalian semua keluar dari rumah dan perusahaan keluarga Narendra tanpa ampun,” ujar Maira. “Dasar kurang ajar!” geram Ayunda. Dia yang sudah tidak tahan lagi dengan sikap dan perbuatan Maira tiba-tiba maju dan hendak menampar Maira. Tapi di luar dugaan, Maira dengan sigap menahan tangan Ayunda dan menamparnya lebih dulu dengan gerakan yang jauh lebih cepat dan tidak disangka oleh Ayunda. Bunyi tamparan itu terdengar sangat keras hingga membuat Ayunda kini terlihat syok sambil memegangi pipinya yang kini memerah. Bahkan Gina juga tampak syok melihat kejadian itu. Maira menatap Ayunda dengan tatapan merendahkan dan sebelum Ayunda pulih dari rasa syoknya sendiri, Maira sudah mengangkat tangannya hendak menampar Ayunda sekali lagi. Beruntung Galand maju dan menahan tangan Maira sebelum mendarat di pipi Ayunda yang sudah memerah. “Kau sudah keterlaluan! Sudah cukup Maira! Kau ....” Suara tamparan kembali terdengar dan membuat semua orang terbelalak. Galand tidak sempat menyelesaikan kalimatnya saat tiba-tiba rasa perih menjalar di pipinya. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Maira akan menamparnya dengan sebelah tangannya yang masih bebas. Semua orang kembali terpana dengan kejadian itu. Bahkan Nyonya Gea dan Gina melongo melihat hal tersebut. Gina sendiri merasakan waktu seakan berhenti tiba-tiba karena selama ini tidak ada seorang pun dari mereka yang pernah melihat Galand ditampar oleh seorang wanita seperti sekarang. Rahang Galand mengeras. Dia menatap Maira dengan sorot marah tapi sebaliknya Maira malah tersenyum sinis. “Salahmu, tidak seharusnya kau menghalangiku. Sakit?” tanya Maira dengan nada mengejek yang kentara. “Apa kau pikir aku tidak bisa membalasmu? Kau tahu aku bahkan bisa mematahkan rahangmu hanya dengan satu kali tamparan dan itu cukup setimpal dengan semua penghinaan yang kau berikan pada Mama serta adikku,” ucap Galand dengan suara serak menahan amarah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN