Xiumin membuka kedua matanya, menelisik ke segala penjuru ruangan. Ruangan yang begitu dominan dengan warna putih. Bau obat-obatan yang terasa sangat menusuk indra penciumannya. Dan, akhh!! Xiumin mengerang tertahan, merasakan adanya benda yang menempel di pergelangan tangannya, dan juga banyaknya perban di bagian tubuhnya. Sshh! Tubuh Xiumin terasa remuk tak berbentuk.
Hingga kedatangan sosok pemuda tampan menghampirinya.
"Ayah! Kau sudah sadar?!"
Yah! Dia Zhang Xiang, sang putra mahkota dari kerajaan Zhang.
"Zhang Xiang?" lirihnya.
Sosok pemuda-Xiang, mendudukkan tubuhnya di kursi samping sang ayah. Menatap teduh wajah lebam sang ayah yang sudah lama tak di lihatnya.
"Ayah, sebaiknya kita segera pulang. Aku akan menyembuhkan lukamu dengan cepat, jika aku melakukannya di sini, aku khawatir semua Dokter curiga padaku." bisiknya.
Xiumin hanya melirik ke arah sang putra, kemudian beralih melirik ke arah telapak tangannya, menggenggamnya pelan. Dan kemudian membukanya lagi, sedikit aneh, kenapa tubuhnya merasa lemas?.
"Zhang Xiang, kenapa kekuatanku lenyap?" tanyanya, tak percaya.
Zhang Xiang hanya menunduk, menyembunyikan seringaian dari bibirnya.
"Ayah hanya sedang sakit, nanti juga akan kembali jika Ayah sudah pulih," ucapnya kemudian.
Xiumin hanya mengangguk, dan kemudian tersentak. Saat dirinya mengingat sesuatu.
"Bagaimana keadaan ibumu?!" tanya sang ayah dengan raut wajah paniknya.
"Ibu baik-baik saja, tapi---" Zhang Xiang menjeda ucapannya.
"Tapi kenapa?!" tanya Xiumin, dadanya sudah berdebar kencang. Menanti jawaban dari sang putra. Ia takut jika sampai terjadi sesuatu pada istri dan terlebih pada calon anaknya.
"Calon adikku tidak bisa diselamatkan." lanjutnya, sembari melirik ke arah sang ayah. Membaca raut wajah pria di hadapannya tersebut.
Xiumin menggertakkan gigi-giginya, meremat erat jemari tangannya. Hancur! Yah, perasaan itulah yang kini dirasakan oleh seorang raja Zhang Wang Xiumin. Ia benci, benci karena calon penerusnya lenyap.
"Xiu Zuan, semua ini salahmu!" gerutunya lirih.
Zhang Xiang menaikkan sebelah alisnya. "Ayah bicara sesuatu?"
Xiumin memejamkan kedua matanya, sembari menggeleng pelan. "Tidak."
Zhang Xiang beralih menuju ke kamar rawat sang ibu. Menatap sendu ke arah wanita yang kini masih terbaring tak sadarkan diri di hadapannya. Zhang Xiang berlahan melangkahkan kakinya, mendekati brangkar pesakitan sang ibu. Memejamkan kedua matanya, mengangkat kedua telapak tangannya, hingga kini memunculkan cahaya biru menyilaukan. Berlahan Zhang Xiang membuka kedua matanya, mendekatkan cahaya biru yang muncul di kedua telapak tangannya, menyalurkan cahaya tersebut ke seluruh tubuh sang ibu.
"Ibu, aku berjanji akan menjagamu," bisiknya, sembari menyalurkan kekuatannya untuk kesembuhan ibu tercintanya. Ia tak ingin kehilangan sosok wanita ini lagi, ijinkan Zhang Xiang menjaga wanita tersebut. Karena pemuda itu tahu, akan ada sesuatu di masa yang akan datang.
Zhang Xiang, sang putra mahkota. Mewarisi seluruh kekuatan yang dimiliki oleh semua suku. Meramal, menyihir, menguasai segala bentuk kekuatan elemen dan juga menguasai kekuatan menembus dinding lorong waktu. Tak ada yang bisa menandingi kekuatannya.
Tak berapa lama, Xiu Zuan membuka kedua matanya. Merasakan keanehan yang tiba-tiba terjadi. Tubuhnya tak lagi terasa sakit. Dan luka-lukanya? Di mana luka-luka yang tadi masih terasa ngilu?.
Xiu Zuan menatap tak percaya pada bagian tubuhnya yang tadinya terdapat luka.
"Ibu," panggil sang putra dengan senyum tampannya.
"Si-siapa kau?"
"Aku putramu, Zhang Xiang."
"Pu-putraku?" gagap Xiu Zuan, menatap bingung ke arah pemuda di hadapannya. Tidak, ini tidak mungkin. Masa iya, ia mempunyai seorang putra dewasa seperti pemuda di hadapannya ini.
"Iya Ibu, aku putramu. Putra dari masa lalumu. Aku sangat merindukanmu, Ibu!" Zhang Xiang menubrukan tubuhnya di pelukan sang ibu. Yang kini diam mematung, dengan kedua tangan menggantung. Enggan untuk membalas pelukan sang putra, masih tak percaya dengan apa yang terjadi.
"Benarkah jika kau putraku? Putra yang belum sempat aku lihat?" lirih Xiu Zuan.
Zhang Xiang melepaskan pelukannya, meraih kedua telapak tangan sang ibu dan menangkupkannya di kedua pipinya.
"Iya Ibu, ini aku." tuturnya dengan tatapan sendu.
Dengan cepat Xiu Zuan meraih tubuh pemuda di hadapannya ke dalam pelukannya.
"Ibu, maafkan aku," lirih Zhang Xiang, memejamkan kedua matanya. Menikmati hangatnya pelukan sang ibu.
Zhang Xiang sengaja menghapus ingatan sang ibu, mengenai anak dalam kandungannya yang sudah tiada. Ia hanya tak ingin melihat sang ibu bersedih. Walau jujur, Zhang Xiang sangat merasa bersalah.
"Ibu merindukanmu, Nak!" tangis Xiu Zuan, semakin memeluk erat tubuh putranya.
"Aku juga sangat merindukan Ibu."
Satu Minggu berlalu.
Xiumin dan para sahabatnya sudah kembali pulih seperti sedia kala. Berkat bantuan Zhang Xiang tentunya.
Namun selama itu juga, Xiumin seakan menutup diri dari sang istri. Entah apa yang terjadi pada pria itu. Yang mana membuat para sahabatnya ikut bertanya-tanya.
Xiu Zuan yang merasa terabaikan segera mengambil tindakan.
"Xiumin, apa kau butuh sesuatu?" tanya sang istri, lembut. Seraya mengelus pundak sang suami, pelan.
"Tidak." sahutnya, menepis telapak tangan sang istri yang hinggap di atas pundak kanannya.
Xiu Zuan mengernyit heran, tak biasanya sang suami bersikap dingin seperti ini.
"Ada apa denganmu?" bingungnya.
Xiumin yang sudah menahan amarah sejak tempo hari, ingin rasanya meluapkan kemarahannya pada wanita di sampingnya ini.
"Pergi." Satu kata dengan intonasi datar, menyapa indra pendengaran Xiu Zuan.
"Pe-pergi? Tapi kenapa?" gagap Xiu Zuan, ia masih tak bisa mengerti dengan apa yang terjadi pada suaminya. "Xiumin, katakan padaku, apa yang terjadi padamu? Apa salahku?" tanyanya memaksa.
"Xiu Zuan!!" Tak menjawab, pria itu justru membentak sang istri dengan kasarnya.
Bibir Xiu Zuan bergetar, kedua bola matanya sudah berkaca-kaca. Ini kali pertama Xiumin membentaknya. Apa ini sifat asli dari sang suami? Tanya batin Xiu Zuan.
Xiumin menarik dagu sang istri. Mencengkram dagu tirus wanita di hadapannya. "Katakan padaku! Bagaimana bisa kau bersikap biasa saja? Sedang kau sudah berani melenyapkan keturunanku." desisnya, penuh amarah.
"Keturunan? Apa maksudmu?" tanya Xiu Zuan dibalik isakannya.
Xiumin terkekeh kecil. "Kau bahkan begitu mudah melupakannya."
Xiumin tak mengerti jika Zhang Xiang sudah menghapus ingatan Xiu Zuan. Ia terlalu emosi, di matanya Xiu Zuan tetaplah bersalah.
"Xiumin, aku benar-benar tidak mengerti."
"Kau!!! Aku muak padamu!!" teriaknya tertahan, cengkraman tangan Xiumin semakin erat. Hingga membuat Xiu Zuan kesakitan.
"Xiuminhh ... sakit, lepaskan," pintanya.
PLAAK!!!
Satu tamparan mendarat di pipi kanan Xiu Zuan. Membuat wanita itu terhuyung jatuh.
Zhang Xiang yang baru saja kembali ke kediamannya. Sontak terperangah kaget, melihat sang ibu yang kini sudah tersungkur di lantai dengan isakan tangis yang terdengar memilukan.
"Ibu!!!" Zhang Xiang segera merengkuh tubuh bergetar sang ibu, memeluknya memberi perlindungan.
Zhang Xiang menggertakkan gigi-giginya, menatap sengit ke arah sang ayah. "Apa yang Ayah lakukan pada Ibu?!" teriaknya.
"Kau jangan ikut campur! Ini urusan Ibu dan Ayah!" bentak Xiumin hilang kendali.
"Akan menjadi urusanku jika Ayah menyakiti Ibu!" Zhang Xiang berteriak, ia sudah terlampau muak dengan perlakuan sang ayah.
"Dia tak pantas kau sebut sebagai seorang ibu. Seorang ibu akan merasa bersalah jika kehilangan anaknya. Tapi apa yang ibumu lakukan justru sebaliknya. Dia bersikap biasa saja, seolah tak terjadi apapun."
Zhang Xiang mengerti sekarang. Ia mulai memahami apa yang terjadi antara kedua orang tuanya. Pemuda itu memejamkan kedua matanya, ingin menjawab ucapan sang ayah. Tapi ia juga merasa takut, takut jika sang ibu kembali bersedih. Ini salahnya, yang tidak memberitahukan pada sang ayah, tentang apa yang sudah ia lakukan pada sang ibu.
"Ayah, ini bukan salah Ibu," ucapnya, sembari memandang sendu ke arah sang ibu. Yang kini menatapnya dengan penuh tanda tanya. Zhang Xiang menelan ludahnya berat, berusaha melanjutkan ucapannya. "Aku sengaja menghapus ingatan Ibu, agar dia tidak mengingat semua yang terjadi. Aku tidak ingin melihat Ibuku bersedih." lirih Zhang Xiang, menundukkan wajahnya. Tak sanggup melihat wajah kecewa sang ibu.
"Zhang Xiang, jelaskan pada Ibu. Apa yang kau bicarakan? Apa Zhang Xiang?!" guncang Xiu Zuan pada kedua bahu sang putra.
Zhang Xiang menggeleng pelan, rasanya tak sanggup untuk melanjutkan ucapannya. Sakit, saat melihat raut kekecewaan yang tertera di wajah sang Ibu. "Maafkan aku, Ibu." isaknya, tak kuasa.
Xiu Zuan meluruhkan tubuhnya, tangisannya kian menjadi. Ia merasa gagal menjadi seorang istri sekaligus calon ibu. Ia bodoh, ia pantas mendapatkan cacian dari sang suami.
Xiumin terdiam, ia bingung harus berbuat apa. Rasa kecewa di dalam hatinya terlalu mendominasi.
Xiu Zuan membekap mulutnya, ia masih tak bisa menerima dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut sang putra.
"Ini salahku, andai saja aku tak mengikuti kemauan Lee Quei. Pasti semua ini tak akan terjadi, anakku pasti masih ada." racaunya.
Ucapan Xiu Zuan sukses memancing emosi Xiumin. "Apa kau bilang?! Jadi kau sengaja pergi bersama Lee Quei? Tanpa sepengetahuanku?!" teriaknya. "Kau ini istri macam apa Xiu Zuan?! Apa uang yang aku berikan tidak cukup untukmu?! Hingga kau masih memilih pergi bersama lelaki lain dan tak mendengar ucapan suamimu?!"
Xiu Zuan hanya menggeleng, lidahnya terasa kelu hanya sekedar menjawab pernyataan sang suami. Ucapan Xiumin tak sepenuhnya salah, dirinya juga salah akan hal ini. Ia telah berani pergi dengan Lee Quei tanpa meminta izin pada Xiumin. Tapi mengenai ucapan Xiumin yang seakan menghina dirinya seperti wanita haus akan kekayaan, semua itu tak benar. Ia tak terima, namun ia bisa apa.
"Atau jangan-jangan kau juga berani menjual tubuhmu pada Lee Quei, tanpa sepengetahuanku?" Xiumin berseringai, ingatannya kembali melayang pada kejadian di mana sosok iblis itu dengan berani menjamah tubuh Xiu Zuan.
Xiu Zuan mendongakkan wajahnya, ucapan Xiumin benar-benar keterlaluan. Mana mungkin dia melakukan hal menjijikan seperti itu? Ia hanya melakukan hal tersebut bersama Xiumin. Tidak ada yang lain.
"Aku tidak pernah melakukan hal itu dengannya." elak Xiu Zuan.
Xiumin semakin terkekeh, menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. "Mana mungkin kau mengakui kesalahanmu? Bukankah kau pandai berbohong dan merayu para pria?" hinanya.
Xiu tak lagi bisa menjawab ucapan sang suami. Hatinya hancur tak berbentuk. Ia sedih karena kehilangan calon anaknya. Ditambah Xiumin menghina dirinya. Lengkap sudah kehancuran jiwa seorang Xiu Zuan.
Zhang Xiang yang mendengar perdebatan kedua orang tuanya merasa muak.
"Hentikan Ayah! Jangan hina Ibuku!" teriaknya.
"Diam Zhang Xiang!! Jangan berani meninggikan suaramu di depanku. Aku Ayahmu!"