Sudah Biasa Seperti Ini

2107 Kata
Mentari pagi telah memancarkan sinarnya membangunkan setiap orang yang mungkin masih sibuk berkutat di alam mimpinya, tapi tidak untuk Nagara dan Naraya yang sudah biasa hidup seperti ini. Nagara dan Naraya terbiasa hidup terpisah dengan ayah yang mereka sayangi, namun meski begitu tak membuat Nagara dan Naraya menjadi anak yang kehilangan arah. Mamah selalu mengingatkan Nagara dan Naraya untuk tetap berjalan seperti sebelumnya, mereka tetap harus membantu orang lain. Meski kadang orang lain menganggap mereka berdua bukan apa-apa, bukan berarti Nagara dan Naraya tak akan menjadi apapun. Nyatanya selama ini Nagara dan Naraya meraih peringkat 1 di kelasnya karena keduanya berbeda kelas, mulai dari sekolah dasar hingga kini mereka sebentar lagi lulus sekolah menengah pertama. Tak pernah sekalipun Nagara  dan Naraya turun dari peringkat 1, bahkan kadang keduanya mendapat dana bantuan untuk siswa-siswi yang berprestasi. Selama ini telah banyak pesan-pesan mamah yang membuat Nagara dan Naraya tetap kuat hingga hari ini, walaupun kadang ada saja orang yang menyalahkan Nagara atau Naraya. Padahal mereka berdua tidak salah apapun di sana, bagi mereka rasa tersiksa yang di dapat Nagara dan Naraya hanya sekedar hiburan belaka. Namun meski begitu jangan biarkan diri kalian tersalahkan hanya karena keadaan kalian tak seperti mereka, karena pada dasarnya baik mereka ataupun Nagara dan Naraya tetaplah sama. Sama-sama menjalani proses untuk sampai di akhir, hanya bedanya Nagara dan Naraya lebih harus berjuang untuk menunjukkan kepada mereka bahwa mereka salah. Itulah yang selalu mamah katakan agar Nagara dan Naraya tak lagi bersedih atau merasa berbeda karena yang lain memiliki sosok ayah untuk melindunginya, sementara Nagara dan Naraya tak bisa meminta perlindungan kepada ayahnya karena jarak telah memisahkan mereka dengan ayahnya. Ayahnya telah lama pindah ke kota lain bersama keluarga barunya, meninggalkan ribuan harapan Nagara dan Naraya agar memiliki keluarga yang lengkap. Namun meskipun saat ini harapan mereka belum terwujud, mereka percaya suatu hari nanti mereka bisa bersama ayah dan mamahnya. Tak ingin terlalu larut dalam kesedihannya, Nagara dan Naraya pun berpamitan untuk berangkat sekolah sebelum mentari semakin tinggi. Gioraya pun mencium dahi Nagara dan Naraya sayang, ia pun melambaikan tangan pada putra-putrinya dan tak lupa doa ibu selalu melindungi mereka berdua di mana pun berada. "Nagara sama Naraya berangkat sekolah dulu ya mah," ujar Nagara lembut. "Naraya berangkat dulu sama Na ya mah. Mamah jangan capek-capek nanti Na yang pijitin mamah hahaha," ucap Naraya meledek kembarannya. "Hati-hati ya Nagara, Naraya. Pulangnya barengan lagi ok? iya nanti mamah gak capek-capek kok Naraya," ucap mamahnya lembut. Selama perjalanan Nagara menggenggam Naraya di sampingnya dan membiarkan siapapun mengganggu kembarannya, hingga sesampainya di sekolah Naraya terkekeh geli saat mengingat tadi ada murid sekolah lain mencoba menganggunya tapi Nagara menghalanginya dengan tubuh tingginya. Melihat Naraya yang terkekeh geli membuat Nagara mengerutkan dahinya bingung, kembarannya ke sambet setan di mana? Tiba-tiba tertawa tanpa alasan tak lama Nagara menegur Naraya yang tertawa-tawa. "Kenapa lu Naraya? Tawa-tawa gak jelas. Emang ada yang lucu apa? Ke sambet di mana lu Naraya?" ujar Nagara mengingatkan. "Gue gak apa-apa kok Na. Lucu aja keinget tadi lu ngehalangin murid sekolah lain yang mau gangguin gue ternyata keren juga abang kembar gue ini hahaha," ujar Naraya geli. "Lucu di mananya Naraya? Itu tugas gue buat ngelindungin lu dari cowok yang pikirannya kotor. Hahaha baru sadar ya lu? Ke mana aja lu Naraya," ledek Nagara geli. "Lucu liat ekspresi kicep campur kesel orang tadi Na! Lu bakal selalu jagain gue kan Na? Lu gak akan biarin gue kenapa-kenapa kan Na," tanya Naraya serius. "Astaga Naraya gitu aja lucu, tanpa lu tanya. gue tetep bakal jagain lu kok. Lu gak perlu takut ok?" ucap Nagara tenang. Naraya pun tersenyum senang dan menganggukkan kepalanya mengerti, tak butuh waktu lama Naraya berlari menuju kelasnya. Namun melihat Naraya yang berlari membuat Nagara memberi tau bahwa Naraya harus hati-hati jika berjalan, Naraya yang mendengar kembarannya khawatirpun hanya bisa mengulas senyum saja. "Jangan lari-lari Naraya! Hati-hati kalo jalan tuh Naraya," teriak Nagara khawatir. Nagara yang melihat Naraya hanya menanggapinya dengan senyuman, membuatnya menggeleng-gelengkan kepalanya tak mengerti dengan pemikiran Naraya. Setelah melihat Naraya telah masuk ke kelasnya sendiri, Nagara pun memasuki kelasnya sendiri karena mereka memang tak pernah satu kelas. Baru beberapa langkah Nagara memasuki kelasnya, sindiran serta ejekan sudah mulai terdengar. Siapa lagi selain dirinya yang di ejek di sini? Mereka mengejek Nagara tak punya ayah, padahal ayah ada namun mereka tinggal di beda kota. "Eh yang gak punya ayah udah dateng nih! Kasian gak pernah ngerasain di anter bapaknya sendiri," ledek salah satu murid geli. "Wah ia nih! udah dateng aja satu-satunya murid yang gak punya ayah, jangankan di anter bro. Muka ayahnya sendiri aja dia lupa kali," sindir murid lain senang. "Bukan cuma mukanya aja coy! Dia sendiri aja gak tau ayahnya di mana. Cari sono siapa tau lu ketemu ayah lu Nagara," ledek murid lainnya ikut-ikutan. Namun meski begitu Nagara tak ingin ambil pusing selama bukan Naraya atau mamahnya yang mereka usik, karena ketika mereka berani mengatakan hal buruk tentang mamahnya ataupun mereka berani menyentuh sehelai rambut Naraya. Maka Nagara tak akan tinggal diam untuk membalasnya, kalau memang ingin memusuhi dirinya jangan libatkan adik ataupun mamahnya. Merasa tak di respon apapun oleh Nagara, membuat salah satu murid jengkel dan mencoba mengajak ribut Nagara. Tanpa basa-basi murid itu menonjok Nagara hingga membuat Nagara geram, apa salahnya hingga dia harus di perlakukan seperti ini. Dengan perasaan yang lebih kesal, Nagara pun tak segan-segan balik menonjok orang yang berani mengusiknya. Semua murid mundur saat melihat Nagara memukul pipi kanan pria itu hingga sudut bibirnya berdarah, Nagara menyerigai dan memberi peringatan murid itu untuk tak menganggunya jika tidak ingin terluka. "Kalo lu gak mau terluka. Lu gak usah ganggu gue! Ngerti gak lu?" ujar Nagara datar. Suasana kelas pun hening saat mendengar ucapan Nagara yang terasa dingin, mereka tak menyangka Nagara tak segan-segan memukul orang yang lebih dulu memukulnya. Mereka pikir Nagara akan diam saja sebagai bahan tertawaan, ternyata mereka salah dan Nagara tetap punya sisi bengis dalam diamnya. Sementara murid yang di pukul balik Nagara merasa tak terima dan dia berteriak akan mengadukan k*******n yang Nagara lakukan, Nagara bukan takut karena di panggil guru ataupun orang tua murid. "Lu berani nonjok gue! Liat ya gue aduin kalo lu ngelakuin k*******n di kelas," teriak murid itu kesal. Nagara hanya takut mamahnya akan di salahkan oleh orang lain, karena mereka berfikir mamah tidak bisa mendidik dirinya. yang salah di sini bukan mamahnya, merasa kesal Nagara pun mengepalkan tangannya kuat-kuat. Bel pelajaran pun di mulai dan suasana kelas langsung sibuk dengan kegiatannya masing-masing, hingga pelajaran selesai Nagara berusaha keras untuk tetap tenang. Tapi pikirannya tak bisa tenang dan wajah sedih mamahnya selalu terbayang di kepala Nagara, Nagara tak ingin melibatkan mamahnya tetapi keadaan menekannya dan Nagara benci itu. Baru beberapa langkah Nagara meninggalkan kelasnya, guru BK telah memanggilnya dan meminta Nagara mengikutinya. Mamah tak akan marah pada Nagara, tapi pasti orang tua murid itu memarahi mamah dan menyalahkan mamah yang tak salah apapun di sini. Benar saja, baru aja Nagara memasuki ruangan mamahnya telah di marahi dan begitu Nagara berdiri di depan mamahnya. Orang tua murid itu menampar Nagara hingga membuat pipi Nagara memerah, namun Nagara hanya menatap dua orang di hadapannya datar. "Ngurus anak gak cuma ngurus aja bu! Didikan sopan santun itu perlu! Buat apa dia pintar tapi ringan tangan! Mau jadi apa dia nanti. Preman pasar?!" maki orang tua murid itu kesal. Gioraya yang melihat anaknya putranya di tampar pun merasa kesal, Gioraya yakin putranya tak salah di sini. Pasti murid yang sedang tersenyum itu yang memulai hingga Nagara menonjoknya, dengan perasaan kesal Gioraya pun memarahi orang tua murid yang berani menampar putranya. "Anda orang yang mendidik sopan santun juga tetap saja aja kelakuannya seperti preman pasar bu! Ringan tangan sekali anda sebagai seorang ibu! Anak saya itu pintar dia tak mungkin memukul tanpa alasan. Jika mata anda masih berfungsi dengan benar pipi anak saya juga berdarah sebelah kiri dan anda menampar anak saya sebelah kanan. Sudah jelas! Bukan hanya anak saya saja yang berkelakuan seperti preman pasar! k*******n dalam kelas apanya saat dia memukul balik hanya demi melindungi dirinya," maki Gioraya kesal. Guru BK itu menganggukkan kepala tanda setuju, Nagara terkenal dengan murid setipis kaca es. Ia dingin tapi tak pernah sanggup untuk melukai orang lain, murid itu pun terdiam ketakutan Nagara akan mengatakan pada guru BK dan ibunya bahwa dirinya yang memulai. Namun bukan Nagara yang mengatakan, melainkan Gioraya yang melihat wajah ketakutan dan panik murid yang mengadukan Nagara. Tak segan-segan Gioraya menampar anak itu dan mengintimidasinya untuk jujur sendiri, karena Gioraya tau putranya tak akan menyalahkan siapapun meski dirinya kesal. "Kalo ibu bebas nampar anak saya karena ibu kesel, kenapa saya gak nampar anak ibu yang buat aduan palsu? Kamu ngadu tapi keliatan panik dan takut kebongkar kalo kamu selama ini ngejek anak saya. Iyakan?" ujar Gioraya kesal. Muka murid itu semakin ketakutan, sementara Nagara menatap kosong mamahnya. Demi dirinya mamahnya tak segan-segan membongkar kebusukan teman-temannya di kelas, Nagara bukan tukang adu dan bukan orang yang suka memulai perkelahian apalagi berkelahi tak jelas. Tidak! Nagara bukan orang seperti itu, trauma 8 tahun lalu masih membuatnya tak pernah sanggup untuk menyakiti orang lain kecuali orang itu mengusiknya lebih dulu. Guru BK yang melihat hal yang sama seperti yang di pikirkan Gioraya pun menegurnya, tidak seharusnya ia melakukan k*******n dan kebohongan seperti ini. "Kalau kamu tetap diam seperti ini sama saja kamu membenarkan ucapan ibu Gioraya! Kenapa kamu harus takut kalau kamu memang benar bahwa Nagara melakukan k*******n di kelas? Jadi bagaimana kronologi kejadiannya! Kamu tidak seharusnya melakukan k*******n dan kebohongan seperti ini," ujar Guru BK itu tegas. Murid itu semakin ketakutan dan dengan terpaksa ia mengaku bahwa dirinya memang sengaja memukul Nagara karena dia tak suka bila Nagara tak merespon teman-temannya, mendengar ucapan murid itu membuat Nagara terkekeh geli. "Saya gak bohong pak. Kan emang Nagara mukul saya! Mungkin saya emang duluan mukul Nagara tapi itu saya lakukan karena saya gak suka Nagara gak ngerespon temen-temennya pak," ujar murid itu takut. "Lu boong itu karena lu bilang gue ngelakuin k*******n di kelas. Cih gue gak ngerespon temen-temen? Sejak kapan gue punya temen di kelas? Terus gue harus ngerespon apa pas gue di bilang gak punya ayah? Kalo lu jadi gue lu respon apa?" balas Nagara datar. Suasana seketika hening, Gioraya berusaha keras untuk tak memaki murid kurang ajar itu. Sementara orang tua murid itu menatap anaknya kesal, mengapa anaknya bertindakan bodoh dan malah mempermalukannya seperti ini? Guru BK yang mengetahui hal ini pun menindak lanjuti hal yang tidak pantas ada di sekolah. "Jadi kalian sekelas mengolok-olok Nagara kemudian kamu menonjok sisi kiri wajah Nagara dan malah melapor kepada saya bahwa kamu mengalami k*******n di kelas! Kenapa licik sekali? Kenapa kamu malah menyalahkan Nagara padahal kamu yang memulai. Kamu puas melihat dia di tampar oleh ibumu tapi kamu mempermalukannya karena sebagai anak kamu telah berlaku tidak pantas di sekolah! Kamu pembohong! Kamu menyalahkan orang! Kamu melakukan k*******n di kelas! Kamu membully teman sekelas kamu! saya akan menindak lanjuti masalah ini," ucap Guru BK geram. Murid itu semakin ketakutan dan ia dia bawa pergi ibunya, Nagara hanya diam dan hendak ingin meninggalkan ruangan karena dirinya perlu menjaga Naraya. Tapi ucapan mamah Nagara yang meminta guru BK untuk menindak lanjuti k*******n yang kemarin putranya alami, mendengar hal itu membuat Nagara menghentikan langkahnya. "Kemarin Nagara pulang tapi babak belur, padahal dia cuma duduk di lapangan sambil nungguin kembarannya selesai ekskul. Saya sebagai ibunya minta untuk di tindak lanjuti! Karena Nagara di pukuli 13 orang sementara dia sendirian," ujar Gioraya geram. "Dari kelas mana anak-anak itu Nagara?" ujar guru BK itu bingung. "Saya gak tau pasti dari mana mereka pak, tapi sepertinya mereka bukan kelas dari Nagara. Mereka terlalu banyak untuk di permasalahkan pak. Daripada urusannya makin panjang lebih baik tak perlu menindak lanjuti masalah ini pak," ujar Nagara datar. Gioraya dan Guru BK ingin menolak ucapan Nagara tetapi Nagara menatap mereka lembut, selama bukan Naraya yang di lukai maka selama itu Nagara tak akan mempermasalahkannya. Naraya jauh lebih penting daripada dirinya sendiri, sementara Gioraya dan Guru BK merasa tidak bisa lagi membujuk Nagara pun hanya terdiam. "Kali ini biarin aja mah, pak guru. Selama bukan Naraya yang di pukulin atau bahkan di lukain. Biarin aja toh ini proses Nagara buat lebih kuatkan, yang terpenting sekarang adalah keselamatan dan keamanan Naraya bukan saya! Kalo begitu saya permisi," ujar Nagara datar. Merasa tak ada lagi yang perlu di lakukan di sana, Nagara pun meninggalkan ruangan itu dan berlalu pergi mencari Naraya. Bukan Nagara yang tak ingin memberi pelajaran pada orang-orang yang salah, tapi pasti akan ada hal lain yang membahayakan Nagara dan Naraya. Karena bukan hal yang baru bila dirinya di benci, bukankah sudah biasa seperti ini. Mau sekeras apapun Nagara tak meladeninya, selalu saja dirinya yang di salahkan. |Bersambung|
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN