Kenapa Harus Nagara, mah?

2038 Kata
Langit sore semakin menyilaukan mata dan seharusnya tidak ada lagi murid di sekolah tapi di lapangan masih terdapat satu siswa terduduk sambil menggulingkan bola basket ke depan dan ke belakang, sepertinya murid tersebut sedang menunggu seseorang karena sejak tadi ia terlihat mulai bosan namun tak sedikitpun langkahnya bergerak dari sana. Di saat dirinya sedang sibuk dengan bola basket di tangannya tak lama terdengar derap langkah kaki yang mendekat ke arahnya, dari suara yang murid itu dengar sepertinya yang menghampirinya sekumpulan orang karena terdengar begitu ramai oleh orang-orang. Namun meskipun begitu murid itu tak perduli dan ia mengira mungkin sekumpulan orang ini ingin latihan basket, lagipula dirinya tidak melakukan hal yang salah kepada mereka sedangkan kini sekumpulan orang itu tepat ada di hadapannya dan merebut bola basket yang ia pegang tapi murid itu tak mempermasalahkannya. Murid itu bergerak untuk pindah karena tak ingin mengganggu latihan basket yang mereka lakukan tapi saat dirinya berjalan pergi kerah belakang bajunya di tahan dan mereka menertawakannya, merasa ada yang tak benar di sini membuat murid itu melepas paksa tangan yang menahan kerah bajunya dan tak lama ia memutar tubuhnya untuk menghadap mereka yang menertawakannya. Sekumpulan orang tertawa melihat murid itu yang menatap mereka seakan-akan tatapan menantang dan perdebatan pun terjadi, meski murid ini berusaha keras untuk tak terlibat tapi lagi-lagi dirinya terpaksa harus di libatkan meski dirinya tak menginginkan hal seperti ini. "Kenapa ngeliatin kita? Nantangin? Mau ribut heh?" ujar salah satu dari mereka dan tertawa sinis. "Gue gak pernah nantangin, ngapain lu nahan kerah baju gue? maksudnya apaan?"  ucap murid itu datar. "Duh takut masa! pengen aja narik kerah lusuh lu! kenapa lu gak terima?" sindir mereka sinis. "Terus kenapa kalo lusuh? baju-baju gue ini, lu terima gak kalo kerah baju lu gue tarik?" sahut murid itu datar. Merasa di singgung membuat salah satu dari mereka tak terima dan memukul wajah murid yang kini menatap mereka datar tapi sayangnya pukulan itu di tangkis dan sekumpulan orang tersebut merasa di tantang untuk berkelahi. Murid itu berhasil menepis satu atau dua pukulan tapi orang yang memukulnya terlalu banyak sedangkan dirinya tak bisa menghindari dan memukul secara bersamaan di saat orang yang menyerangnya ada 13 orang sementara dirinya hanya sendirian. Hingga akhirnya murid itu jatuh tersungkur karena ia tak menyadari ada yang menendang kakinya tapi meskipun murid itu jatuh tersungkur dirinya tetap di pukuli dan murid itu hanya bisa melindungi wajahnya dengan kedua tangan. Merasa telah puas memukuli murid yang menantangnya sekumpulan orang itu pergi, menyisakan pedih, bingung dan sakit di seluruh tubuhnya. Perlahan-lahan bau anyir menyeruak ke hidungnya, mengapa dirinya harus di perlalukan seperti ini? memang apa salahnya? dirinya bahkan tak memukul mereka sedikitpun. Ia hanya melindungi dirinya sendiri tapi justru dirinya yang babak belur, murid tersebut bangkit dari lapangan. Rasanya seluruh tubuhnya remuk dan perih, memangnya kenapa jika bajunya lusuh? apakah baju lusuhnya menyakiti mereka seperti mereka menyakiti dirinya? tidak kan, dirinya hanya mengenakan apa yang ia punya di rumah. Murid itu pun berjalan lunglai karena rasanya tubuhnya kebas dan sakit di saat bersamaan tapi dirinya sedang menunggu seseorang untuk pulang bersama tidak mungkin jika dirinya pulang duluan bisa-bisa dirinya di marahi. Begitu murid itu sampai di depan kelas orang ia tunggu, tak lama orang yang ditunggu datang juga dan ia menatapnya panik juga bingung. Ah iya, penampilannya saat ini memang mengerikan. Bagaimana tidak? bajunya kotor karena banyak pijakan sepatu, sudut bibirnya sobek dan berdarah, celananya pun bernasib sama dengan bajunya, tangannya lebam bahkan sikunya berdarah dan di penuhi lecet juga banyak tanah di sana. Mengerikan bukan? tapi mau bagaimana lagi murid ini terlalu khawatir orang itu menunggu terlalu lama jika ia membersihkan diri, lebih baik nanti saja sesampainya di rumah ia akan membersihkan lukanya. "Ya ampun Nagara! lu kenapa bisa begini? lu abis ngapain ?" tanya gadis belia yang mirip dengannya. "Gak apa-apa Naraya, ayok pulang. Mamah pasti udah nungguin kita," ujar Nagara lirih. "Tapikan Nagara ...," ucap Naraya terhenti. "Udah ayok balik Naraya, nanti kita ketinggalan bis terakhir buat pulang loh," ucap Nagara pelan. Naraya pun menganggukkan kepalanya dan memapah Nagara pulang, pasti Nagara kesakitan jika berjalan sendirian. Siapa yang tega melakukan hal kejam ini pada saudara kembarnya, Naraya percaya bukan Nagara yang memulai perkelahian. Gadis belia itu sangat tau jika kembarannya selalu menghindari perkelahian setelah kejadian 8 tahun lalu, di mana mereka berdua melihat sendiri perdebatan serta perkelahian kedua orang tuanya Hingga akhirnya membuat Nagara membenci perkelahian, bukan tanpa alasan Nagara membenci perkelahian. Saat melihat mamahnya menangis seusai perkelahian membuat sisi hatinya berfikir, untuk tak ingin membuat orang lain atau siapapun sesedih dan seterluka mamahnya. Nagara hanya ingin hidup yang damai-damai saja seperti orang pada umumnya, tapi sepertinya itu sulit di raihnya saat ini. Tanpa sadar bermenit-menit telah di lewati Nagara dan Naraya selama di perjalanannya untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Nagara langsung di obati oleh Naraya dan mamahnya. Mereka tak ingin luka Nagara menjadi infeksi dan berbahaya, melihat anaknya terluka mamahnya pun bertanya bagaimana bisa putranya terluka seperti ini?. "Bagaimana ceritanya kamu bisa jadi kayak gini Nagara?" tanya Gioraya sedih. "Gak apa-apa kok mah. Nagara gak sengaja jatuh aja pas main basket tadi," ujar Nagara lembut. "Kamu bukan anak yang ceroboh Nagara, kamu lebih suka duduk diam daripada main basket Nagara jadi gak mungkin kamu jatuh. Pasti ada orang yang ngajak kamu berkelahi kan?" tanya Gioraya sedih. Nagara hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum sementara Gioraya sangat mengenal kedua anaknya, jadi sudah pasti dugaannya benar. Tidak salah lagi pasti Nagara di pukuli anak-anak lain tapi kali ini karena apa?. "Perasaan seorang ibu itu gak pernah salah Nagara, kamu di pukulin karena apa sekarang? coba cerita ke mamah sekarang," tanya Gioraya tegas. Nagara menundukkan kepalanya dan menatap kosong lantai di bawahnya, Nagara memang tak pernah bisa menyembunyikan apapun dari mamahnya. Nagara hanya tak ingin membebani mamahnya karena ini bukan pertama kalinya dirinya di perlakukan seperti ini, Nagara hanya ingin menyimpan semua rasa sakitnya sendirian. Melihat wajah khawatir mamahnya dan Naraya yang kini menatapnya dalam, membuat Nagara tak mampu untuk menyimpannya sendirian. Bagi Nagara, mamah dan Naraya adalah hal yang berarti bahkan lebih dari nyawanya sendiri. "Jadi tadi Nagara nungguin Naraya di lapangan basket terus Nagara di kerumunin 13 orang yang ngetawain Nagara, Nagara yang lagi jalan mau pergi dari sana malah di tahan kerah belakang baju Nagara. Dan katanya mereka pengen aja narik kerah lusuh baju Nagara dan pas Nagara balikin pertanyaannya dia terima gak kalo Nagara nahan kerah bajunya, eh tiba-tiba dia mukul wajah Nagara tapi Nagara tangkis terus 12 orang lainnya mukulin Nagara juga bahkan kaki Nagara di tendang sampe Nagara jatuh tersungkur ke lapangan. Meskipun Nagara udah jatuh mereka tetep mukulin bahkan nginjek Nagara sampe akhirnya mereka pergi sendiri mah," lirih Nagara sedih. Gioraya dan Naraya pun menutup mulutnya tak percaya, sebegitu kejamnya orang-orang memperlakukan Nagara. Nagara hanya sedang duduk diam menunggu kembarannya malah harus merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Padahal Nagara tidak melakukan kesalahan ataupun memulai perkelahian, Nagara hanya sebatas melindungi dirinya dari pukulan orang lain. Di saat Gioraya dan Naraya menatap Nagara sedih, tiba-tiba Nagara meluapkan perasaannya yang tak mengerti mengapa harus dirinya?. "Emang apa salah Nagara sih mah? kenapa harus Nagara yang di ledekin? emangnya kenapa kalo baju Nagara lusuh? emangnya kenapa kalo Nagara cuma punya baju ini? emangnya kerah lusuh Nagara nyakitin mereka kayak mereka mukulin Nagara mah? gak kan, gak adil banget mereka mah! Nagara gak pernah permasalahin mereka pake baju apa atau apa yang mereka punya tapi kenapa orang lain ngurusin apa yang Nagara punya mah. Nagara cuma ngelindungin diri Nagara tapi kenapa mereka bilang Nagara nantangin mereka? Nagara cuma mau hidup damai aja kayak orang-orang mah itu aja yang Nagara mau mah," lirih Nagara sedih. Hati ibu mana yang tak tersayat-sayat saat mendengar permintaan sederhana anaknya, terlebih keadaan mereka memang di bilang sebatas cukup. Kadang Gioraya harus mendengar orang-orang mengolok-olok anaknya bahkan usaha yang di jalani Gioraya pun selalu salah di mata orang lain. Melihat putranya terpukul, tak banyak yang bisa ia lakukan selain memeluk putranya agar tenang. Nagara anak yang kuat tapi mengingat hidupnya kadang terasa tak adil jelas hal ini memukul kesedihan dalam diri Nagara. Saat ini yang bisa Gioraya lakukan hanya menguatkan Nagara, karena selama ini Gioraya selalu kuat berkat kehadiran Nagara dan Naraya. "Sabar Nagara, kamu gak salah apa-apa. ini cuma proses biar kamu lebih kuat setiap harinya, kan nanti Nagara harus terus kuat buat jagain Naraya kalo mamah gak ada kan? yang ikhlas aja ya, kebenaran gak selamanya berdiam diri kok, gak usah di pikirin kalo nyatanya Nagara malah makin sakit pas inget. Mamah sama Naraya di samping Nagara kok kuat ya," ucap Gioraya menyemangati. Nagara terdiam dan masih tak mengerti mengapa harus dirinya yang berproses? apakah semua orang juga berproses seperti dirinya. Lantas mengapa hanya dirinya saja yang merasa dunia tak adil padanya?. "Tapi kenapa harus Nagara mah? kenapa cuma Nagara yang ngerasa dunia gak adil? apa cuma Nagara aja yang berproses mah?"  tanya Nagara bingung. Gioraya menepuk-nepuk punggung Nagara lembut, hati mana yang tidak terluka setelah di lukai seperti ini. Jelas saja Nagara terluka terlebih dirinya tak memulai ataupun mencari masalah pada orang-orang ini, lantas mengapa dirinya harus melewati ini semua. "Karena Nagara orang yang kuat, bukan hanya Nagara yang di uji sayang. Banyak kok, bukan dunia yang gak adil sayang. Tapi Nagara terlalu fokus sama rasa sakit Nagara jadi lupa kalo sebenernya di dunia bukan cuma rasa sakit aja tapi ada juga proses pembentukan diri Nagara dan semua orang pasti ngerasain jadi Nagara. Tinggal Nagaranya aja yang kuat ya," ujar Gioraya lembut. Nagara menanggukkan kepalanya mengerti, mungkin ibunya benar. Ini hanya masalah waktu agar dirinya terbentuk semakin kuat, jadi apapun rasa sakitnya percayalah ini hanya proses yang sementara dan tidak akan mungkin selamanya seperti ini. Rasa haru dan sedih karena nasihat mamah, membuat suasana yang awalnya terasa dingin kini berubah menjadi kehangatan karena pelukan hangat seorang ibu. Tak ingin terlalu larut dalam kesedihan, mereka bertiga memutuskan untuk makan malam bersama. "Udah waktunya makan malam nih, yuk kita makan dulu. Kalian pasti udah laperkan? Seharian mikir terus di sekolah, mamah masakin telur semur sama kentang balado kesukaan kalian," ujar Gioraya lembut. "Asik, telur semur aku datang hehe ... Na satu aja ya Naraya yang dapet banyak oke Na?," ujar Naraya semangat. "Iya ambil yang banyak Naraya, gue ambil kentang baladonya jangan minta lu ya!" ujar Nagara meledek kembarannya. "Ih kok gitu Na? Yaudah oke bagi-bagi. Gue juga suka kentang balado buatan mamah Na! Jangan pelit dong," ujar Naraya sebal. "Iyalah, siapa duluan yang pelit coba? yaudah ok kita bagi-bagi jangan curang ya Naraya," ujar Nagara meledek kembarannya. Melihat canda tawa putra-putrinya membuat Gioraya tersenyum senang, sebagai seorang ibu tak banyak yang ia harapkan selain keamanan dan kebahagiaan untuk anak-anaknya. Mungkin harapannya terlihat sederhana untuk orang lain, tapi hati seorang ibu hanya ingin yang terbaik untuk buah hatinya. Di tengah suasana hangat makan malam, kebahagiaan pun tak lepas dari wajah mereka bertiga. Bagi mereka yang terpenting saat ini adalah menjaga apa yang mereka miliki, biarkan waktu yang membawa mereka kepada takdir hidup yang tak terjelaskan. Nagara dan Naraya pun telah menyelesaikan makan malam, dan kini saatnya obrolan ringan sebelum tidur. Awalnya Nagara dan Naraya menceritakan kegiatan mereka di sekolah. Hingga tiba-tiba Naraya merindukan ayahnya dan mempertanyakan keberadaan ayahnya sekarang. "Mah, ayah sekarang di mana mah? Kok gak pernah nengokin kita lagi? Kita gak nakalkan mah tapi kok ayah gak mau liat kita?" tanya Naraya sedih. Gioraya tersenyum lembut dan mengusap-usap kepala putrinya sayang, Gioraya juga tak tahu di mana mantan suaminya sekarang. Karena yang Gioraya pikirkan selalu putra-putrinya, tak ingin membuat Naraya dan Nagara sedih. Gioraya pun coba menenangkan dan menghibur anak-anaknya. "Ayah kerja dong sayang. iya anak-anak mamah gak nakal kok. Mungkin ayah lagi banyak kerjaan aja jadi belum sempet nengokin kalian. Nanti pasti ayah liat kalian kok percaya deh sama mamah," ujar Gioraya lembut. Meski Nagara dan Naraya tau mamahnya hanya menghibur kesedihan mereka, mereka berdua tetap tersenyum dan memeluk mamahnya sayang. Ketiganya saling tau bahwa sebenarnya keberadaan mereka sekarang tak lagi berharga di mata ayahnya, dan tak banyak yang bisa mereka lakukan. Sebatas berharap akan ada setitik asa dalam rindu akan keluarga yang lengkap, tak ada salahnya berharap bukan? Toh satu-satu cara yang saat ini bisa mereka lakukan adalah terus berharap. |Bersambung .... |
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN