30. Longtime No See, My Ex-girlfriend

1582 Kata
Katnish memilih untuk pergi ke salah satu klub malam yang sedang happening di Soeul, tepatnya di daerah Itaewon. Klub ini baru saja di buka kurang leih 2 tahun. Dia mengenal pemilik utama dari tempat ini, sehingga sudah tak meragukan lagi kualitas klub ini. Perempuan itu masuk ke dalam klub. Musik yang bedentm nyaring menyambut kedatangannya. Nuansa yang sama pernah ia temukan saat menginjakkan cabang klub yang berada di Jakarta. Hanya ada sedikit perbedaan di bagian dekorasi yang sedikit mengangkat tema tentang Korea dan juga pengunjung di sini yang kebanyakan warga asing. Katnish masuk lebih dalam, ia tidak ingin berdansa untuk malam ini. Pertama karena ia sdatang sendirian dan kedua, ia sebenarnya tidak terlalu suka berada di sekitar orang asing apalagi saat ia meliuk liukan tubuh seksinya. Perempuan itu memilik area dengan musik ringan tepat di depan meja barender. “Hai, gorgeous!” seru seorang pria dari balik meja bartender. Katnish tersenyum tipis. “Do you always call all the woman here ‘gorgeous’?” tanyanya sarkas. “No.” Pria itu menggeleng. “It’s just you.” Pria itu tersenyum ramah. “Well, thankyou. You’are not the only one who says that.” Katnish mencoba untuk bercanda. “Hahahaha.” Pria itu tertawa dengan lelucon yang mengandung kebenaran tersebut. “What do you want to drink? I’ll make you a special drink,” ujarnya kemudian. “Vodca dan orange,” sahut Katnish. “Oh, you choose a drink with a fairly high amount of alcohol. Interesting.” Pria itu kembali tersenyum sebelum kemudian mulai meracik minuman untuk Katnish. Katnish menoleh ke sekitar, suasana yang cukup ramai dengan lampu yang temaran. Kebanyakan orang orang yang datang ke sini bersama dengan pasangan atau teman temannya. Beberapa orang yang datang sendirian telihat menyedihkan sama seperti dirinya saat ini. “This is for you.” Bartender itu menyerahkan minuman racikannya di hadapan Katnish. “Thankyou, very much.” Katnish tersenyum lebar. “Haje!” Seorang pria memanggil bartender tersebut. “I have to go! Enjoy your drink... and.. tonight,” ujar pria bernama Haje itu sebelum pergi meninggalkan Katnish. “Oke, Haje.” Katnish menatap gelas minuman di tangannya. “Apa aku mulai menarik perhatian bartender saja, alih alih mengharapkan pengusaha seperti Daska? Haje pintar sekali memperlakukan seorang perempuan,” gumamnya sebelum kemudian mencicipi minuman buatan Haje. “Wow, enak sekali.” Minuman buatan Haje dapat di terima dengan baik oleh lidah Katnish. Hampir selama kurang lebih 2 jam, Katnish duduk sendirian di kursi bar dengan segelas Vodka and orange, minuman alkohol yang berkadar tinggi sekitar 40% terbuat dari fermentasi gandum yang di suling. Katnish peminum yang cukup handal, makanya ia mengambil minuman dengan kadar alkohol yang cukup tinggi. Perempuan itu ingin bersenang senang sama seperti semua penghuni yang ada di sini. Dari jauh, Daska bejalan menghampiri tempat Katnish berada. Menyandarkan tubuhnya pada meja bar dibelakangnya dan tersenyum ke arah Katnish. Katnish menoleh ke arah Daska. “Daska?” Katnish menatap pria yang berdiri di sampingnya dengan mata sedikit melotot. Perempuan itu tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. “Hai! Long time no see, Kat.” Daska tersenyum lebar ke arah mantan kekasihnya itu. ****** Jeva berdiri di depan lemari minuman dingin di sebuah supermarket tak jauh dari apartemennya. Waktu sudah menunjukan pukul 11 malam, namun Elsa belum pulang juga. Perempuan itu berniat untuk menunggu Elsa di depan supermarket ini. Saat ini ia tengah menimbang nimbang minumanapa yang akan ia pilih. “Hari ini aku minum,” ujar Jeva kemudian hendak mengambil satu kelng bir berwarna biru. Namun rupanya ada orang lain yang juga menginginkan minuman tersebut. Jeva menoleh ke arah samping dan ia terkejut saat melihat seseorang yang ia kenal berdiri di sampingnya. Orang itu juga terkejut hingga melepaskan tangannya yang semula memegang kaleng bir. “Pak Prasta,” ucap Jeva menyebutkan nama pria dengan setelan jas di hadapannya. “Jeva?” Prasta juga heran saat melihat Jeva. “Kenapa malam malam kau ada di sini? Aku tahu kalau rumahmu di dekat sini, tapi tetap saja tidak baik jika perempuan keluar malam malam,” celotehnya panjang lebar. Jeva mengerutkan dahinya heran. “Ehm, Pak Prasta tahu kalau tempat tinggal saya ada di sekitar sini? Bagaimana bisa?” tanyanya tak mengerti. “Ehm, itu...” Prasta menjadi gugup karena keceplosan. Ia tidak mungkina mengatakan kepada Jeva, jika dulu ia pernah mengikuti perempuan itu sampai apartemennya. “Itu karena saat ini kau memakai pakaian santai, celana kain dan hoodie. Aku hanya menebak jika rumahmu tidak jauh dari sini,” jelasnya kemudian. Berhasil membuat alasan yang cukup masuk akal setelah melihat penampilan Jeva secara keseluruhan. Jeva menunduk menatap pakaiannya. “Benar juga,” gumamnya pelan. Ia mendongak menatap Prasta. “Kalau begitu kenapa Pak Prasta malam malam ada di lingkungan ini. Masih pakai setelan kemeja dan jas pula. Pak Prasta tinggal di daerah sini juga?” tanyanya kemudian. “Tidak.” Prasta menggeleng. “Lalu?” Jeva menunggu penjelasan dari Prasta. “Saya ingin bertemu teman di dekat sini, tapi teman saya itu membatalkan janjinya dan saya mampir ke sini sebelum pulang ke apartemen,” sahut Prasta berbohong. Padahal, faktanya pria itu ingin melihat Jeva. Sudah beberapa hari ini mereka jarang bertemu karena kesibukan masing masing, jadi Prasta pergi ke lingkungan Jeva dan berharap bisa melihat perempuan itu. Prasta tidak menyangka jika mereka justru bertatap muka langsung. “Oh.” Jeva mengangguk mengerti. Ia percaya begitu saja dengan ucapan Prasta barusan. “Ehm, mau minum bersama saya?” tanya Prasta menatap Jeva penuh harap. “Boleh.” Jeva menerima tawaran Prasta untuk minum bersama. Mereka akhirnya membeli beberapa minuman dan juga camilan sebelum kemudian duduk berdua di depan supermarket 24 jam tersebut. Duduk dengan canggung sembari menegak minuman dan menyantap camilan. Selain karena Prasta atasannya Jeva, pria itu juga memiliki wajah yang mirip Daska. Jadi kecanggungan semakin bertambah pada diri Jeva. “Jadi... kau keluar malam malam hanya karena ingin minum? Sendirian?” tanya Prasta memecah kecanggungan dengan melontarkan sebuah pertanyaan. “Ehm, sebenarnya saya keluar untuk menunggu teman saya. Dia hari ini lembur dan sampai sekarang belum pulang,” ujar Jeva menjelaskan. “Lembur?” Prasta mengerutkan keningnya bingung. “Tidak mungkin temanmu masih di kantor, Jev. Saya adalah orang terakhir yang meninggalkan gedung kantor. Pak Satpam juga sudah mengkonfirmasinya,” jelasnya kemudian. “Hah? Berarti Elsa sudah pulang. Tapi kenapa sampai sekarang dia belum sampai di rum....” Tring! Ponsel milik Jeva berdering sekali hingga menginterupsi ucapannya. “Pesan dari Elsa,” gumamnya pelan. Elsa Jev, aku lupa memberi kabar. Hari ini aku akan menginap di apartemen kekasihku. Maaf baru memberitahumu sekarang. Have a good night. Jeva menghela nafasnya setelah membaca pesan dari Elsa barusan. Ia kemudian mengetik pesan balasan untuk sahabatnya itu. Jeva El, aku tidak mengijinkanmu untuk menginap berdua. Aku sudah pernah bilang untuk menikah saja daripada kumpul berdua. Elsa Kau tenang saja, Jeva. Aku menginap di sini karena kekasihku sedang tidak ada. Dia sedang ke Busan selama 2 hari. Aku terlalu lelah untuk naik bus, jadi datang ke sini. Kau tidak perlu khawatir. Oke. Jeva menghela nafas lega. Ia mengetik pesan supaya Elsa berhati hati. “Kenapa?” tanya Prasta setelah melihat Jeva beberapa kali menghela nafas. “Temanku ternyata menginap di tempat kenalannya. Dia lupa memberitahuku,” jawab Jeva seadanya. “Oh, begitu.” Prasta mengangguk mengerti. Keduanya kembali diam. Suasana jadi semakin canggung karena sekitar juga sudah sepi. “Ehm, kau mau pulang sekarang? Saya akan mengantarmu,” ucap Prasta pada akhirnya. “Tidak perlu, Pak. Apartemen saya cukup dekat, jadi saya bisa pulang sendiri," jawab Jeva menolak tawaran Prasta. "Tidak bisa. Saya harus memastikan kau pulang dengan selamat. Berhubung saya masih memakai kemeja dan jas, jadi saya ini masih atasanmu. Saya akan mengantarmu pulang, ini perintah," ujar Prasta memaksa. Jeva kehilangan kata katanya, ia akhirnya membiarkan Prasta mengantarnya pulang dengan alasan yang tidak masuk akal tersebut. Mereka berjalan beriringan menuju gedung apartemen Jeva. Setelah mengantarkan Jeva dengan selamat, Prasta berpamitan dan kembali ke apartemennya. Tubuhnya terasa pegal pegal karena bekerja seharian sampai larut malam. Tak butuh waktu lama bagi Prasta untuk sampai di gedung tempat tinggalnya. Pria itu tengah menunggu di depan lift, Daska datang dengan langkah santainya. “Aku sudah menyuruhmu untuk pergi dari apartemenku. Kenapa kau selalu kembali ke sini?” Prasta mengomel pada Daska. Daska tersenyum konyol. “Kau akan kesepian jika tinggal sendiriian di penthouse mewahmu itu. Aku akan menemanimu supaya kau tidak kesepian lagi,” celotehnya tersenyum semakin lebar. “Ck.” Prasta berdecak lalu masuk ke dalam lift di ikuti oleh Daska. “Kau minum,” ucapnya saat mencium bau alkohol dari mulut Daska. “Kau juga minum,” balas Daska. “Aku hanya minum bir.” Prasta menoleh ke arah Daska dengan raut wajah kesal. “Kau pasti baru saja bersenang senang di klub malam,” cibirnya kemudian. “Hahahaha, aku baru saja bertemu dengan mantan kekasihku,” sahut Daska tersenyum penuh arti. “Mantan kekasihmu? Siapa? Katnish?” tanya Prasta. Ting! Mereka sampai di lantai paling atas gedung tempat tinggal Prasta. “Aku tidak sengaja bertemu dengannya di klub,” jawab Daska. “Lalu?” Prasta masuk ke dalam hunian mewahnya. “Apa?” Daska mengikuti Prasta masuk ke dalam penthouse. Prasta berbalik menatap Daska. “Cinta lama bersemi kembali?” tanyanya tersenyum mengejek. “Well, kita hanya menyelesaikan kesalahpahaman," sahut Daska. "Tapi untuk ked epannya, tidak ada yang tahu," imbuhnya kemudian. "Ck, cinta pertama memang sulit dilupakan," gumam Prasta sebelum berlalu pergi menuju kamarnya. "Kau benar," gumam Daska pada ruangan hampa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN