INTIMIDASI

2076 Kata
Aku terkejut saat melihat ke arah jam tanganku dan mendapati saat ini sudah pukul lima sore. Aku punya jadwal menemani Nashby di jam tujuh dan aku masih berkutat dengan laporan yang belum selesai ini. Kalau dari skala prioritas, harusnya aku bisa izin untuk pulang lebih dulu kan? Tidak mungkin aku bertemu dengan rekanan perusahaan dalam keadaan bau dan lesu. Saat aku akan membereskan beberapa berkas terdengar ketukan dari arah pintu ruang Nashby. Karena kedap suara, tentunya kami tidak ada yang menjawab. Pasti beberapa saat lagi orang dibalik pintu akan segera masuk. Klak! Dimas dan seorang lelaki lemah gemulai mulai masuk dan menampilkan senyuman tipis mereka. Bisa kupastikan jika lelaki itu seorang make up artist. Aku bisa tau karena di tangannya menjinjing sebuah tas make up yang lumayan besar. “Mbak Yance udah dateng. Silahkan Mbak,” ucap Dimas dengan senyum sumringah. “Masih kerja, kerja, kerja, aja shay. Jadi gak nih boshayang? Nanti telat!” ucap laki-laki yang dipanggil Mbak Yance itu dengan centil ke arah Nashby. “Udah kamu tinggal aja, mending kamu siap-siap. Kamu mandi dulu di kamar saya biar seger,” perintah Nashby padaku dengan nada yang lembut. Anjaay.. gak salah Nashby berkata lembut begini sama aku. Eh, jangan senang dulu. “Tapi Pak.. sayaa.. gak bawa baju ganti,” sanggahku pada Nashby dengan bingung. Mandi sih mandi, tapi selanjutnya aku harus pakai baju apa? “Dim..” Nashby memanggil asistennya sambil kembali memeriksa dokumennya. Dimas maju dan memberikan sebuah paper bag berlogo salah satu brand ternama. Aku menerimanya dan melongok isi didalamnya. Isinya cukup membuatku terkejut karena lumayan lengkap. Ada gaun dan bahkan ada underware lengkap yang bisa ku pakai. “Cus mandala, nentes telepati!” kata Mbak Yance sambil mendekat ke arahku. Mampus lu, ngomong apa dia? Aku hanya menganga mendengar ucapannya. “Cepetan mandi, nanti telat Sha!” ucap Nashby yang seperti penerjemah. Eh emang itu artinya? Kok Nashby tau? “Shaaa.. Shaay.. ayo! Cus! Ngelamun aja sih,” ucap Mbak Yance sambil menarikku ke dalam ruangan Nashby. Aku hanya bisa pasrah ditarik Mbak Yance yang walaupun keliatan gemulai tapi tenaganya tetep lakik shay! Setelah mandi dan berkutat dengan alat make up Mbak Yance selama kurang lebih satu jam, akhirnya selesai juga Mbak Yance mendandaniku. Aku menatap puas melihat sapuan kuas Mbak Yance yang menari-nari diwajahku. Aku di makeup flawless dengan lipstik berwarna sandy pink yang cocok di kulitku. Rambutku juga dibuat bergelombang dengan poni yang dibuat ke samping sehingga terlihat tergerai sempurna. Aku mematut sekali lagi penampilanku di cermin gaun hitam panjang yang pas di tubuhku hingga memperlihatkan lekukan perut dan bagian lainnya. Lengannya sabrina membuat bagian bahuku terekspos sempurna. Apalagi belahan dress ini cukup tinggi hingga ke paha. Aku tidak menyangka aku cocok menggunakan baju seperti ini. maklum saja, mau kemana aku memakai baju seperti ini, tapi ini cukup terbuka untukku. “Gimana? Sukria?” ucap Mbak Yance dibelakangku yang ikutan bergaya centil di depan cermin. Aku mengangguk dengan antusias sambil tersenyum lebar. “Ini kalo ditambah kalung, cantik Shay. Gak punya ya?” “Ini aja dibeliin Pak bos, Mbak Yance. Gimana bisa siap sedia kalung,” ucapku sambil mencebik. “Iya, tadi keburu-buru jadi lupa gak bawa aksesoris. Youndrang, Cus. Sakseus yeus. Panggil eike lagi nanti. Eike bikin cantik ala artis hollywood. Uuh,, cucok.” Aku hanya bisa tertawa dalam hati. Kalau tidak dibayar Pak bos, memangnya bisa aku minta tolong Mbak Yance buat make-up aku? Berapa duit ini sih? Pasti mahal! “Yan.. Masih lama?” kudengar suara Nashby yang datar dari balik pintu. “Udin! Tunggang neik! Ih, Tinta sabarudin deh!” teriak Mbak Yance luayan kencang hingga membuatku meringis. “Yuk, cus. Udah ditungguin,” ucap Mbak Yance sambil menarikku pelan. Saat pintu dibuka, rasanya jantungku berdegup dengan kencang. Aku takut terlihat tidak pantas dan aneh menggunakan baju ini. Jadi, keluar dari kamar Nashby aku di seret oleh Mbak Yance dan hanya mampu menundukkan pandanganku.. “Gimana? Syantik? Uuh.. udah sana, Nanda telepati, jam segini machica,” ucap Mbak Yance. Hingga beberapa menit berlalu, aku masih belum mendengar suara siapapun lagi. Kenapa jadi hening? Aku mengangkat kepalaku dan mendapati tatapan Nashby mengunci ke arahku. Tik.. tik.. tik.. Mbak Yance menjentikkan jarinya ke muka Nashby yang membuat laki-laki yang entah kapan dan dimana sudah mengganti bajunya dengan tuxedo hitam, menjadi tersadar dan mengalihkan pandangannya ke arah Mbak Yance. “Hasil eike memang tinta perlu diragukan lagi. Cucok eim! Udah sana. Cepet jalan.” “Makasih ya, Yan.” “Selalu siap asal di transfer. Yaudah, eike cuss duluk. Titi dj yeus!” ucap Mbak Yance sambil mendekat ke arah Nashby dan mencium pipi kanan dan kiri Nashby. “Yan, eh!” ucap Nashby sambil menghindari Mbak Yance. “Duh, masik kaku aja siiich..” kata Mbak Yance sambil berlalu menghampiriku. Dia memelukku dan mencium pipi kanan dan kiriku. Aku tersenyum lebar sambil mengatakan terima kasih tanpa suara saat kami saling bertatapan. “Ih, manis!” ucap Mbak Yance sambil mencubit pipiku yang kujawab dengan kekehan. “Yan!” tegur Nash. “Ih, aposeh? Posesif kali. Udahlah.. Bye.. Bye shyantiik” “Bye Mbaak..” ucapku sambil melambaikan tangan. “Ayo,” ucap Nashby sambil berdiri di sampingku. “Mari, Pak.” Kataku sambil menunggu Nashby berjalan. “Yaudah ayo!” Lah, kenapa ayo-ayo aja tapi gak jalan. gimana sih? Aku mengedip-ngedipkan mataku ke arahnya seperti orang bodoh dengan mulut sedikit terbuka. “Ck!” Nashby menarik tangan kananku dan memposisikan tanganku untuk dapat menggamit lengannya. “Eh, Pak?” Jangan tanya bagaimana terkejutnya aku. Terkejut sekali dong pemirsah. Nashby hanya menoleh sekilas ke arahku dan mulai berjalan meninggalkan ruangan. Yaelah masa gandengannya dari kantor. Aku kan gak mungkin hilang disini. Lagipula disini masih ada beberapa karyawan yang berlalu lalang lho! Meskipun jam pulang sudah berlalu kurang lebih sejam yang lalu. Aku kan malu, dikira nanti ada skandal dengan pemilik perusahaan. Kan lucu? Ya kan? Kalau aku menarik tanganku gak sopan, kalau gak ditarik nanti jadi tambah lucu. Bodo amat lah. *** Didalam mobil Maybach yang mewah itu, suasana hening dan hanya ditemani oleh lagu-lagu bergenre R&B dan soul. Aku tidak menyangka bahwa genre musik ini disukai oleh Nashby. Selera kami ternyata tidak jauh berbeda. Aku yang gugup jadi sedikit rileks karena mendengar suara Christian Kuria, Dhruv, atau Jeff Bernat yang mampir ditelingaku. Aku yang tidak berani memainkan ponsel karena bosku juga sangat tenang di dalam mobil tanpa perangkat elektroniknya, jadi sedikit terganggu saat dia duduk tidak tenang. Saat aku sedang melihatnya, tepat sekali tatapan kami bertemu. Ia sedang memegang sebuah kotak yang mirip dengan kotak perhiasan berwarna biru dengan bahan beludru. Beberapa saat kemudian ia membuka kotak itu dan melihat sebuah kalung cantik dengan permata berwarna hijau. “Bisa kamu hadap jendela sama angkat rambut kamu?” “Mmh.. Bapak mau ngapain?” Seperti biasa, daripada menjawab, dia cuma menatapku datar tapi mengintimidasi seolah-olah bilang ‘jangan banyak bacot ya! mau gak gue gaji?’. Kira-kira seperti itulah kalau tatapan matanya bisa di translate. Aku yang tidak pandai membantah akhirnya hanya menurut. Ya Tuhan! Mimpi apa aku semalam. Pasti karena aku baca doa sebelum tidur nih, jadi mimpiku terkabul. Saat Nashby mulai mengalungkan ke leherku, jantungku rasanya berdegup dua kali lipat lebih cepat. Oh my God! “Sudah,” ucapnya sambil kembali ke posisi duduknya semula. Aku jadi ikut membenarkan posisi dudukku dan letak rambutku dengan senyuman malu-malu. Aku memegangi liontinnya yang cantik dengan hati yang menghangat. Eh tapi bentar. Ini mahal cuy. Ini properti yang harus dibalikin atau gimana? Masa dikasih secara cuma-cuma? “Terima kasih, Pak. Ini…” “Kamu nyaman pakai baju itu?” tanya Nashby. “Mmh.. I – iya, Pak.” Ya gitulah kata mulutku, hatiku sebenarnya bilang enggak. Orang pahaku kemana-mana. Dimana letak kenyamanannya? “Besok-besok saya gak akan pesenin baju kayak gitu. Kamu juga jangan pakai baju kayak gitu untuk ke pesta lain.” Aku hanya mengangguk sekilas dan meliriknya dari ekor mataku. Memangnya akan ada pesta-pesta lain? Aku hanya menghembuskan nafas kasar dan kembali mendengar lagu yang menggema di mobil itu. Lagu dari Christian Kuria – Too Good membuat kupu-kupu di dalam perutku berterbangan. My time's been wasted Searching for light When you're the brightest thing in my life 'Cause you're the water that runs forever When I'm feeling like my well is running dry And you're my centre, you keep me tethered Even when I drift away from time to time Got me feeling like it's too good to be mine Too good to be mine, yeah Lirik akhir lagu itu membuatku jadi tersadar dari lamunanku, yaa… too good to be mine. Terlalu bagus untuk jadi milikku. Tidak terasa perjalanan menjadi cepat dengar mendengarkan lagu yang membuat kita jadi tenang. Sesampainya di hall pertemuan aku keluar dari mobil dibantu oleh Nashby. Aku memang agak kesusahan memakai baju ini karena bagian yang terbuka dimana-mana. Duduk juga harus anggun karena belahan kaki ini tinggi sekali. Aku gak mau pamer tempat-tempat privasiku akibat salah posisi duduk dan posisi jalan. Baru saja aku menapakkan kakiku ke tanah. Lampu blitz sudah menyorot kami secara bertubi-tubi. Aku yang tidak terbiasa jadi terhuyung ke belakang karena terlalu silau. “Kita langsung masuk aja,” ucap Nashby sambil menggenggam tanganku erat. Sedangkan aku masih sibuk menutup mataku agar tidak silau. “Nash, sama siapa nih Nash?” “Gandengan baru ya, Nash?” “Mbak.. permisi Mbak.” “Foto dulu Mbak!” Dan masih banyak lagi suara orang yang kupikir mereka adalah wartawan. Wait, aku tidak tanya ini nikahan siapa dan main ikut saja. Gila? Ini nikahan siapa? Kenapa ramai wartawan? Apa aku akan terkenal dalam semalam? Follower ku akan bertambah dalam sekejap? Aku bisa ikutan jadi selebgram! Eh stop! Jangan mikir kejauhan. Aku merasakan rengkuhan hangat Nashby di pundakku. Setelah beberapa langkah ia meraih pundakku dengan kedua tangannya dan membuatku menghadapnya. “Sudah di dalam, turunin tangan kamu,” ucap Nashby sambil mengambil tanganku yang digunakan untuk menutupi mata lalu menggenggamnya. Bukan salahku kalau aku jadi salah tingkah dan kupastikan mukaku sudah merah sekali. Salahkan kanebo kering ini yang dari tadi sudah berubah jadi manusia hangat. “Jangan panggil saya Bapak sepanjang acara. Panggil saya Nash. Saya gak mau jadi bahan ejekan teman-teman saya. Oke?” “Tapi, Pak..” Inikan masalah pekerjaan, Pak. Kok gitu? Ya gitu lah suara hatiku yang cuma bisa berkutat di otak bukan terucap di bibir. Sekali lagi tatapan intimidasinya sanggup membuatku bungkam. Sialan! Tidak tahu bagaimana ceritanya, ia sudah menggenggam tanganku. Digenggam lho, bukan menggamit ala-ala pesta yang di film-film. Sudah jelas gak sama seperti gandengan seperti di kantor tadi. Tubuhku hanya pasrah dan mengikuti setiap langkah Nashby. “NASH!” ucap seorang perempuan dengan girang dan berlarian ke arah Nashby dan mendekap laki-laki itu dengan erat. Aku jadi tak enak karena tangan kiri Nash masih setia menggenggam tanganku. Kulihat ada seulas senyum tipis samar menghiasi wajah laki-laki itu. mungkin memang dasarnya tidak ekspresif kali ya. Ngomong-ngomong pose kami saat ini sudah mirip cover film, novel, atau mungkin sinetron dimana ada sepasang kekasih yang saling berpelukan, tapi laki-lakinya punya selingkuhan dan masih menggenggam selingkuhannya. Eh, aduh! Amit-amit ya Tuhan! Selang beberapa detik, mungkin wanita ini sadar bahwa Nash tidak membalas pelukannya. Ia melepaskan pelukannya dan melihat ke arahku. “Ooh.. emh.. kamu sama siapa Nash?” kata wanita itu dengan kecewa. “Alshamira,” ucapnya sambil merengkuhku dan dengan lancangnya ia mengulurkan tangannya kepada wanita cantik dengan wajah blasteran didepanku ini. Mau, tidak mau aku jadi tersenyum lebar ke arahnya. “Keith,” ucapnya datar tanpa seulas senyum. Emmh.. dasar, kanebo kering dua. Beruntungnya dia membalas uluran tanganku, jadi aku tidak harus malu. “Aku balik dulu ke temen-temen. Permisi,” kata Keith dan segera berbalik meninggalkan aku dan Nashby. Perempuan itu memang sudah berjalan agak jauh, tapi aku masih memandangnya. Aku rasanya pernah mengenalnya. Dimana ya? Setelah beberapa saat aku baru ingat, dia adalah Katty Benedict. Orang satu lingkaran pertemanan dengan Nashby yang juga sering keluar di vlog yang dibuat oleh teman-teman mereka. Wow! Aku bertemu mereka? Mereka yang sering aku lihat hanya didalam vlog durasi tiga puluh menit? Serius? Aku jadi penasaran ini pernikahan siapa karena sangat mewah dan bertabur bintang. Banyak sekali artis-artis dan teman-teman Nashby yang sering kulihat di vlog atau sosial media lainnya. “Kita sapa dulu pengantinnya.” Bisik Nashby tepat ditelingaku. Leherku meremang merasakan hembusan nafas Nashby ditengkukku. Aku jadi memalingkan muka. Kalau begini ceritanya, rasa kagum bisa jadi suka dan lama-lama bisa jadi cinta nih. Gara-gara terlalu sering berinteraksi sedekat ini. Bikin kepalaku jadi cenat-cenut saja. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN