Bab 4.2 Awry, Love Affairs

1091 Kata
"Lain kali kalo mau beli makanan di luar itu bilang dulu sama saya, jadi saya tidak perlu susah payah untuk masakin kamu seperti ini," kata Alex yang membuat gue menghela napas kasar. Gimana mau bilang, tadi saat gue kirim pesan sama kamu, buat nanyain mau pulang jam berapa aja kamu malah enggak balas pesan dari  gue sama sekali. "Iya, maaf," jawab gue tak ikhlas. "Dan lain kali kalo mau pergi kemana-mana itu bilang, kamu itu sekarang tanggung jawab saya. jangan sampai  ...." "Jangan sampai apa?" kata gue penasaran karena Alex menghentikan ucapannya. "Maksudnya jangan sampe kalo aku buat  kamu marah? atau, jangan sampe nyuruh saya tidur di luar, gitu?" tanya gue sinis. Alex menghela napas panjang, dan setelahnya malah memilih beranjak dari meja makan saat itu ketimbang jawab pertanyaan gue. "Saya mau tidur dulu," kata Alex yang membuat gue mendengus kesal saat melihat perlakuannya. Gue benar-benar tidak mengerti dengan karakter yang di miliki suami gue, dia itu seperti pecahan Puzzle yang setiap kepingannya memiliki sudut yang berbeda-beda, oleh karena itu harus di susun dan di cocokan dengan pecahan lainnya sampai membentuk sebuah karakter yang mampu di simpulkan setelahnya. seperti itulah sikap Alex sulit untuk di mengerti sampai gue mampu memecahkan teka teki itu sendiri di kemudian hari. "Kamu itu maunya apa, Sih!" teriakan gue yang saat itu mampu menghentikan langkah Alex, dan menoleh ke arah gue setelahnya. "Ini sudah malam, sebaiknya kamu habiskan makanannya, setelah itu tidur," perintah Alex datar dan kembali berjalan meninggalkan gue yang masih makan. Gimana gue enggak kesal, di saat gue marah dia malah bersikap biasa saja, dan anehnya gue malah nuruti ucapannya begitu saja setelah mendengar jawaban Alex yang teramat singkat dan padat. Maunya gue itu, saat marah, ya dia tanggapi marahnya gue. Setidaknya nanya mau gue apa, bukan diam dan pergi begitu saja ninggalin gue. Gue heran kenapa dia itu selalu menghindar dari amukan gue. Dan anehnya gue juga mereda begitu saja. Padahal jelas-jelas tadinya gue mau marah besar sama Alex, tapi, setelah liat wajah dia menatap ke arah gue,  seketika amarah hilang begitu saja.  Setelah selesai makan, gue sebisa mungkin merapihkan meja makan, dan mencuci piring bekas gue. Itu semua karena gue enggak mau di cap sebagai istri yang tidak bisa apa-apa. Saat gue memasuki kamar, gue malah mendapati Alex yang sedang melakukan panggilan telepon. "Tadi aja bilangnya mau tidur, taunya teleponan. Giliran saya yang telpon dan sms aja gak di tanggapin," sarkan gue menghela napas kasar dan mendelik ke arahnya. Sepertinya Alex mendengar apa yang gue ucapkan, karena dirinya sempat menatap singkat ke arah gue. Sampai akhirnya dia mengambil jas putih kebanggaanya, dan menutup panggilan tersebut. Gue melihat dia seperti orang gelisah setelah mengakhiri panggilan tersebut, dan berjalan terburu-buru tanpa membalas sindiran gue. "Saya harus ke rumah sakit, ada operasi mendesak," kata Alex singkat dan mengambil kunci mobil miliknya. "Terus maksudnya kamu ninggalin saya sendirian gitu?" tanya gue. "Mau gimana lagi, ini memang kewajiban saya membuat pasien itu selamat," jawab Alex. "Saya ikut," kata gue tak yakin dan membuat Alex kembali menghentikan langkahnya dan menatap ke arah gue. Alex menatap ke arah gue untuk sesaat, dan mengangguk singkat setelahnya. Entah kenapa hati gue kegirangan setelah mendapat jawaban darinya, tanpa membuang waktu gue langsung mengambil Sweater dan memakainnya sembari berjalan. Selama berjalan menuju parkiran gue dan Alex tidak mengeluarkan sepatah kata apapun, hanya keheningan yang tersisa di tengah-tengah kami berdua. Sekilas gue memperhatikan pergerakan Alex yang belum pernah gue lihat sebelumnya. Sosok yang biasanya terlihat santai, ini malah sebaliknya. Alex begitu tergesa-gesa dengan langkahnya. Sampai akhirnya Alex menyuruh gue untuk segera masuk setelah membukakan pintu mobil. Ini pertama kalinya untuk gue dan Alex berduaan dalam satu mobil, saat gue datang ke apartemen Alex aja gue memilih mengendarai mobil sendiri, begitu juga dengan Alex. "Kamu seharusnya tidak perlu ikut dengan saya," kata Alex yang membuat gue melirik ke arahnya. "Kenapa? emangnya salah kalo saya nemenin suami sendiri kerja?" kata gue  yang membuat Alex memijat tengkuknya singkat. Untuk kesekian kalinya ucapan gue kembali tidak di respon olehnya, dan perlahan gue mulai terbiasa dengan sikapnya. Alex memilih mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh, selain jalanan yang sepi mungkin karena dirinya juga dalam keadaan darurat saat itu. sampai akhirnya Alex menghentikan mobil nya tempat depan IGD. "Enggak parkir di  parkiran aja?" Ttanya gue keheranan. "Gak ada waktu,"jawabnya yang saat itu bergegas turun dan langsung memberikan kunci panas security. "Pak, biasa," kata Alex yang langsung berjalan memasuki ruangan. Gue yang saat itu bingung mau berbuat apa hanya bisa membuntuti suami gue. Sampai akhirnya seorang perawat menghampiri Alex. "Dok, pasien sudah di ruang operasi, kita harus siaga sekarang," kata perawat. Alex menoleh ke arah gue dan berkata. "Zeel, kamu tunggu di ruangan saya," kata Alex lalu pergi begitu saja meninggalkan gue seorang diri. "Dasar orang aneh, emangnya gue tau di mana ruangan kamu," Kata gue menggerutu kesal. Tanpa gue sadari, ternyata beberapa pasang mata sedang memperhatikan pergerakan gue, termasuk perawat. "Ada apa dengan mereka, kenapa juga melihat gue seperti itu?" batin gue mendelik ke arah mereka  dan keheranan. Pada akhirnya gue memilih  menghentikan langkah seorang perawat laki-laki yang melintas di depan gue. "Mas, maaf. Kalo boleh tau ruangan dokter Alex  dimana yah?" tanya gue yang membuat lelaki tersebut seolah berfikir sejenak. "Maksud mba dokter Derelle?" Pertanyaan yang membuat gue juga kembali berfikir sejenak, mengingat nama awalan Alex adalah Darelle, akhirnya gue pun mengangguk setelahnya. "Iya, Mas." "Oh mba jalan aja ke arah sana," kata dia menunjukan ke suatu arah. "Terus abis itu mba belok kanan. Nah mba tinggal cari papan nama dokter Derelle Alexio di pintunya." Jawaban yang membuat gue kembali berfikir dan mengucap terimakasih setelahnya. "Apa itu istri dokter Derelle?" "Iya, kayanya dia istrinya." "Berarti benar dong tentang gosip dokter Darelle yang sudah menikah." "Tapi dia cantik bangeeeet, seksi pula." Gumaman beberapa perawat yang terdengar samar oleh gue. Wajar saja pegawai rumah sakit tidak tau pernikahan kami, karena memang pernikahan yang gue dan Alex gelar sangatlah private, hanya di hadiri keluarga terdekat saja. Setelah beberapa saat berjalan, akhirnya gue menemukan ruangan yang berpapan nama suami gue. Tanpa membuang waktu gue langsung masuk dan melihat sekeliling dalam ruangannya. Rasanya gue tidak pernah menyangka kalo sekrang ini sudah menyandang istri seorang dokter tampan dan mapan. Terlihat dengan jelas kalo Alex adalah idola di rumah sakit ini, bahkan gue bisa merasakan saat beberapa perawat mendelik sinis ke arah gue tadi. Cukup lama gue berada dalam ruangan Alex, sampai akhirnya rasa kantuk menyelimuti, tanpa mau ambil pusing gue memilih untuk duduk di kursi dengan tangan menyilang di atas meja.   ✈✈✈✈     FOLLOW   MEDSOS AUTOR. IG. AYYANA HAOREN FB. AYYANA HAOREN  

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN