Bab 7 | Hati yang Belum Ikhlas

1599 Kata
Hasna terjaga sekitar pukul setengah tiga pagi, kini dia benar-benar memahami keseharian dan aktivitas Fayez dari bangun sampai tidur lagi. Dia lalu bergegas beranjak dari ranjangnya, menyiapkan air hangat untuk Fayez mandi lalu mengambil pakaian yang akan digunakan pria itu untuk ke masjid. Tepat lima belas menit setelah Hasna menyiapkan semuanya, Fayez pelan-pelan terjaga, sudah pukul tiga kurang seperempat. “Sudah bangun, Mas? Aku sudah menyiapkan air hangat dan bajunya.” Hasna menyambut Fayez yang baru bangun dengan senyuman manis, membuat Fayez ikut tersenyum. “Terima kasih, Na. Sungguh, aku bisa melakukannya dan tidak ingin merepotkanmu.” Ucap Fayez sama seperti kemarin dan tanggapan Hasna pun masih sama seperti sebelumnya. “Aku tidak repot sama sekali, kan aku sedang memanen pahala dengan melayanimu, apalagi kamu akan pergi ke rumah Allah.” Ucap Hasna menatap tulus pada Fayez. “Hasna … semoga aku bisa segera mencintaimu.” Ucap Fayez membuat Hasna tersenyum walau hatinya merepih. Itu yang selalu Fayez ucapkan jika melihat kebaikan yang dia lakukan. “Insya Allah, Mas.” Lalu pria itu beranjak menuju kamar mandi, pelan-pelan air mata Hasna menetes, dua minggu usia pernikahan mereka, tidak pernah sekali pun Fayez mengajaknya solat berjamaah. Hasna tau memang pria lebih utama solat di masjid sedangkan wanita di rumah, tapi sekali saja Hasna ingin merasakan diimami solat oleh suaminya itu, namun lidahnya kelu untuk meminta, karena dia tau, dari bagaimana Fayez bersikap, pria itu masih belum sepenuhnya menerimanya, masih ada hati lain yang menghuni hati suaminya. Fayez akan pergi bekerja sekitar pukul delapan pagi, lalu pulang sekitar pukul lima dan membersihkan diri untuk ke masjid, solat maghrib sekaligus isya yang dilanjut dengan mengajar anak-anak pondok atau anak-anak yang ingin setor hapalan, kadang bisa sampai jam sepuluh, kadang dia pulang dulu setelah Isya untuk makan malam dengan Hasna, lalu kembali lagi ke masjid jam delapan. Pria itu mengatakan, dulu biasanya dia makan malam setelah selesai mengajar anak-anak, namun karena kini dia memiliki Hasna, dia memilih untuk pulang setelah Isya lalu pergi lagi. Hasna selalu menunggunya jam berapa pun Fayez pulang, mereka mengobrol sebentar menjelang tidur, lalu jam tiga Fayez akan ke masjid lagi sampai solat subuh. Setelah Fayez pergi, Hasna juga melakukan solat malamnya, kini doa-doa yang dilangitkan adalah selalu tentang Fayez, dia kadang sampai lupa melangitkan doa untuk dirinya. Hanya weekend yang selalu menjadi harapan Hasna agar dia bisa memiliki lebih banyak waktu dengan Fayez. Saat dia akan mengambil mukenanya, tanpa sengaja dia melihat pesan yang baru muncul di ponsel Fayez, hanya melalui pop up, namun Hasna bisa membacanya. “Dari Zahra?” Gumam Hasna penasaran, dia lalu menarik ke bawah pesan pop up itu dan bisa membacanya. - Assalamualaikum, Gus. Mungkin ini terlambat karena setelah dua minggu aku baru sanggup membalas pesanmu. Memaafkan memang mudah, Gus. Namun melupakan apa yang terjadi begitu sulit dan menyakitkan. Jika boleh jujur aku masih belum rela dengan takdir kita yang berakhir seperti ini, selangkah lagi kita bersama, namun semuanya hancur lebur karena perjodohanmu.- “Ya Allah.” Hasna melangkah mundur dengan tubuh yang bergetar. Air matanya menetes dengan deras begitu saja, dia meremas dadanya hingga bajunya kusut, tapi rasa itu begitu menyayat hatinya. Ternyata, Zahra pun masih belum ikhlas menerima takdirnya, sudah pasti cinta mereka begitu kuat. *** “Mba Na, ini rekap penjualan bulan ini dan margin kita.” Mahira menyerahkan laporan bulanan keuangan yang baru selesai dibuatnya. Hasna menerimanya dan membacanya pada bagian hasil, keuntungan bulan ini cukup signifikan naik dari bulan kemarin karena memang bulan ini dia launching dua model abaya baru dan mencapai rekor penjualan hingga seribu pcs lebih setiap produknya. Semua desain dilakukan sendiri oleh Hasna, dia berkiblat pada model-model abaya Arab dan negara timur tengah namun dia modifikasi dengan bahan yang cocok untuk iklim di Indonesia dan beberapa modifikasi lainnya. Ini sudah tahun ke empat bisnisnya berjalan dan dia sangat bersyukur Allah menitipkan rezeki yang berlimpah melalui bisnis ini. Rezeki yang membuatnya lebih mudah untuk mewujudkan semua harapannya. “Alhamdulillah, seperti biasa ya Ra, nanti tolong hubungi panitia majelis ta’lim Fatimatuzzahra, tolong kamu konfirmasi jadwal kajian mereka bulan ini agar kita bisa mulai menghubungi pihak catering untuk menyediakan konsumsi di setiap kajian bulan ini.” Ucap Hasna menutup lembar laporan yang dibuat Mahira. “Iya, Mba. Mba juga mau memberikan hadiah umroh gratis lagi di setiap kajian untuk jamaah yang beruntung?” Tanya Mahira mengonfirmasi, karena selain bersedekah untuk para pencari ilmu dengan memfasilitasi konsumsi mereka selama kajian, Hasna juga rutin memberikan hadiah umroh gratis untuk beberapa jamaah yang diundi secara random. “Iya, masing-masing lima orang ya di setiap ta’lim.” “Masya Allah, Mba. Serius lima orang? Biasanya kan satu bulan kajian bisa enam sampai tujuh kali, artinya ada sekitar tiga puluh lima, Mba?” Tanya Mahira yang sungguh tidak menyangka jika sepupu yang sudah seperti kakanya itu selalu memberangkatkan umroh orang-orang yang mendatangi majelis ilmu. “Insya Allah, penjualan meningkat 500% bulan ini, Ra. Maka aku ingin lebih banyak bersedekah dan memberangkatkan para tamu-tamu Allah yang telah merindukan Baitullah dan Rasulullah.” Ucap Hasna dengan tatapan teduhnya. “Mba … Mba … betapa indah hatimu.” Bisik Mahira dengan mata yang memanas. “Kamu tau tidak, Ra. Apa yang selalu aku panjatkan di setiap panitia mengundi undian umroh itu.” “Apa, Mba?” “Aku selalu berdoa, semoga yang terpilih adalah orang yang paling dirindukan Rasulullah, dan setiap aku melihat rekaman dari panitia tentang kisah dan amalan mereka, hatiku bahagia bisa melihat langsung itulah orang-orang yang dirindukan Rasulullah dan hamba-hamba yang dicintai Allah, Insya Allah..” Bisik Hasna dengan air mata yang menetes. “Mba juga hamba Allah yang dicintai-Nya, Insya Allah. Mba selalu membelanjakan harta Mba di jalan yang Allah cintai, akulah saksinya, aku yang mengetahui bagaimana niat Mba membangun bisnis ini, semata-mata untuk mencari ridho Allah. Semoga Mba selalu bertemu hal-hal baik di dunia hingga akhirat.” Ucap Mahira menatap kagum dan sayang pada sosok yang memberikan banyak pelajaran untuk hidupnya dengan air mata yang sudah menetes. “Aamiin.” “Mba perlu bantuanku untuk belanja kebutuhan panti atau mba mau langsung memberikan uang tunai saja?” Tanya Mahira yang seolah sudah hapal dengan rutinitas dan alokasi pendapatan Hasna. “Nanti langsung aku transfer saja kepada para kepala pengurus panti.” Ucap Hasna membuat Mahira mengangguk. “Oh iya, Ra. Ternyata pondok pesantren Darul Ilmi juga ruti mengadakan tabligh akbar sebulan sekali, tolong kamu cari tau siapa panitia yang mengurusnya ya, aku ingin menjadi sponsor untuk konsumsinya dan hadiah umroh juga.” Ucap Hasna yang mengingat obrolan dirinya dengan Fayez semalam. “Oh pondok pesantren punya mertua Mba, ya? Mba ingin menjadi sponsor penuh yang terlihat atau anonim saja seperti biasa?” Tanya Mahira lagi. “Anonim saja.” Ucap Hasna cepat, tidak ada maksud lain dia ingin bersedekah selain meraih pahala di sisi Allah, apalagi mencari muka di depan mertuanya untuk terlihat baik. Barang tentu karena rumahnya masih di kawasan pondok, dia juga akan selalu datang ke majelis ilmu tersebut karena dia ingin terus belajar untuk ilmu agamanya yang masih minim, selain itu dia akan merasakan kebahagiaan melihat mereka yang berbondong-bondong menghadiri majelis untuk menuntut ilmu lalu mendapat makanan dan mendapat hadiah umroh setelah menerima ilmu itu. “Baiklah, Mba. Nanti akan aku cari informasinya.” “Iya, mungkin baru bulan depan ya, karena ta’lim bulan ini diadakan nanti malam, kamu mau datang tidak?” Tanya Hasna menawarkan, Mahira terlihat berpikir sejenak. “Aku liat live-nya saja di IG atau Youtube deh mba, ada hal yang harus aku kerjakan hehehe.” “Kamu ini, selalu saja begitu.” Ucap Hasna terkekeh. “Aku pulang cepat ya hari ini, ingin membantu Umi untuk nanti malam.” “Oke deh, Mba. Serahkan semuanya padaku.” Ucap Mahira memberikan jempolnya. Hasna lalu mengeluarkan lembar uang ratusan ribu. “Ini untuk makan siang kalian, belilah sesuatu yang enak dan mengenyangkan. Aku pulang ya.” Hasna lalu beranjak dari duduknya. Mahira menghitung, tiga juta rupiah yang diberikan oleh Hasna. “Wah Mba Hasna memang the best.” Ucap Mahira bersorak riang. “Mba, terima kasih!” Teriak Mahira berlari mengekor Hasna yang sudah keluar dari ruangannya. “Guys, aku pulang awal ya hari ini. Terima kasih atas kerja keras kalian untuk bulan ini, hari ini aku yang traktir makan siang! Nanti Mahira yang atur seperti biasa. Bonus atas kinerja kalian bulan ini aku berikan besok ya.” Pamit Hasna pada para karyawannya, ada yang sedang sibuk cek stok barang, packing, promosi di live media sosial dan lain-lain. “Mba, bonus lagi?” Tanya salah satu dari mereka, membuat Hasna terkekeh dan mengangguk. “Ya Allah, Mba. Tolong jangan pecat aku dari sini, aku ikhlas rela kerja di sini seumur hidup.” Ucap salah satu dari mereka dengan wajah yang memelas, membuat Hasna terkekeh dengan tingkah mereka. “Iya, aku juga Mba … Jangan pernah pecat aku, kutunjukkan dan kuberikan kerja terbaikku untuk bosku yang baik hati dan dermawan.” “Mba … Apa ya doa ibuku sampe aku bisa kerja dan kenal sama Mba, baru dua tahun bergabung di sini udah dapet umroh gratis, bonus yang ngga harus nunggu akhir tahun. Masya Allah, Mba, semoga Mba selalu dilingkupi kebahagiaan ya. Terima kasih telah menganggap kami saudara dan selalu memperlakukan kami dengan baik.” Mereka sudah berkaca-kaca dan terharu, membuat mata Hasna juga memanas. “Ah, kalian berlebihan. Itu memang rejeki dari Allah untuk kalian, aku hanya kebetulan menjadi perantara saja.” Rasa-rasanya para karyawannya sudah hapal dengan jawaban Hasna yang seperti itu, wanita itu tidak merasa memberikan sesuatu yang besar padahal bagi mereka itu sangat besar. “Aku pulang ya, selesaikan semuanya dengan baik hari ini, oke?” “Siap Bos.” Jawab mereka kompak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN